Pulo Lama Le'ang dan Peni Mu'u Lolon
Mitos Peni Mu'u (Muko) Lolon
Alkisah, terjadi pertengkaran
antara dewa bulan (wula) versus
matahari (loyo). Sumber konflik
tersebut berawal ketika terjadi saling tuduh antara Wula dan Loyo tentang
ilmu suanggi. Wula menuduh Loyo sebagai dewa suanggi demikian pun
sebaliknya.
Pertengkaran tersebut berlangsung terus-menerus hingga pada suatu
saat keduanya bersepakat untuk melemparkan masing-masing anak mereka ke bumi.
Jika salah satu dari anak yang dilemparkan ke bumi tidak bisa menyelamatkan
diri dan berubah menjadi binatang seperti ular, kadal, tokek dan sebagainya,
orantuanya adalah pemilik ilmu hitam atau suanggi. Wula
melemparkan anaknya ke bumi dan membentur bebatuan, maka anaknya tiba-tiba
berubah wujud menjadi ribuan ular, tokek, kadal dan sebagainya.
Hal ini
mengindikasikan bahwa dewa bulan sungguh-sungguh adalah seorang suanggi maka ia
berhak menguasai malam dan menjadi penguasa sumber segala kejahatan atau
suanggi. Loyo atau dewa matahari
kemudian melemparkan putri tunggalnya ke bumi dan jatuh tepat pada daun pisang
dengan selamat. Dengan demikian, Loyo merupakan dewa kebaikan dan berhak
menguasai siang.
Pagi-pagi benar, seorang lelaki tua yang bernama Ila Wai Tuan pergi menyadap air pada batang pohon pisang di kebunnya. Di tempat tersebut, ia melihat begitu banyak kulit buah pisang masak berserakan di sekitar pohon pisang, maka ia pun melihat ke atas. Dia menduga bahwa itu adalah kelelawar. Namun, yang ia lihat bukan seekor kelelawar tetapi seorang gadis cilik cantik berambut panjang dan berwajah molek.
Ila Wai Tuan menyuruh putri dewa matahari tersebut untuk turun ke
pelukannya tetapi sang putri menolak karena tubuh Ila Wai Tuan penuh dengan
bulu yang kasar dan tajam sehingga ia menyuruh Ila Wai Tuan untuk membentangkan
kapas pada sebuah piring agar Putri Loyo itu bisa turun melalui piring
tersebut. Ila Wai Tuan Pun melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Setelah
itu, Ila Wai
Tuan membawa Putri dewa Loyo tersebut ke rumahnya dan memberinya nama Peni Mu’u Lolon yang berarti Peni di atas daun pisang.
Tuan membawa Putri dewa Loyo tersebut ke rumahnya dan memberinya nama Peni Mu’u Lolon yang berarti Peni di atas daun pisang.
Ila Wai Tuan memelihara gadis cilik itu
dengan penuh cinta. Dia menyembunyikan anak angkatnya itu di dalam sebuah peti
agar tidak bisa dilihat atau diculik oleh orang lain yang berniat jahat. Pada
suatu hari, seorang pemuda yang bernama Pulo Lamale’ang bertamu ke rumah Ila
Wai Tuan karena sebelumnya ia mendengar cerita dari orang lain bahwa Ila Wai
Tuan mempunyai seorang anak gadis yang cantik. Di sana, ia berhasil melihat
perempuan cantik yang disembunyikan oleh Ila Wai Tuan dalam peti tersebut.
Tatapan pertama tersebut, akhirnya membuat Pulo Lamale’ang jatuh cinta pada
Peni Mu’u Lolon dan berniat untuk menculiknya. Pada saat itu, Ila Wai Tuan
hendak pergi ke Pasar dan mengajak Pulo Lamale’ang untuk besertanya. Namun,
dengan cara yang licik, Pulo Lamale’ang berpura-pura sakit perut dan meminta
izin kepada Ila Wai Tuan untuk beristirahat sejenak di rumahnya. Ila Wai Tuan
pun mengabulkan permintaan itu kemudian pergi ke pasar.
Pada kesempatan itulah, Pulo Lamale’ang menculik Peni Mu’u Lolon ke rumahnya tanpa sepengetahuan Ila Wai Tuan. Walaupun demikian, Ila Wai Tuan mempunyai seekor ayam ajaib sebagai penjaga rumah atau disebut Manu’ Singkoko’. Ayam tersebut berkokok untuk melaporkan kepada Ila Wai Tuan bahwa Pulo Lamale’ang telah menculik Peni Mu’u Lolon demikian, “Koko...o...o...Ila Wai Tuan e...pulo Lamale’ang...bote Peni Mu’u Lolon noro nai...noro nai!”
Mendengar itu, Ila Wai Tuan pun bergegas pulang ke rumah dan
terus ke rumah Pulo Lamale’ang untuk menjemput anak angkatnya kembali. Namun,
Pulo Lamale’ang menolaknya dengan alasan cinta terhadap Peni Mu’u Lolon.
Mendengar alasan itu, Ila Wai Tuan pun memahami isi hati Pulo Lamale’ang. Untuk
mengekspresikan rasa bersalah sekaligus tanggung jawab terhadap Ila Wai Tuan,
Pulo Lamale’ang menawarkan banyak emas sebagai imbalan tetapi Ila wai Tuan
menolak. Ila Wai Tuan hanya meminta imbalan berupa dua buah butir telur ayam
sebagai pengganti.
Ila Wai Tuan kemudian menyimpan dua buah butir telur
tersebut di dalam peti yang awalnya menjadi tempat persembunyian peni Mu’u
Lolon. Beberapa bulan kemudian, dua butir telur tersebut menetas dan keluarlah
sepasang manusia yang kemudian diberi nama Timu Lelu dan Hau’ Kae’. Dua orang
tersebut kemudian bermigrasi ke wilayah Bali’rebong dan Ile Ape untuk kemudian
menetap dan melahirkan keturunan sehingga ada sebutan Tubung Lama Walang-Bali’ Lama Rebong yang membuktikan bahwa ada
hubungan orang Kedang dengan Bali’ Rebong.
Selain itu, Peni Mu’u Lolon dan Pulo
Lamale’ang tetap hidup bersama dan membentuk keluarga hingga Peni Mu’u Lolon
pun hamil. Namun, Pulo Lamale’ang sangat penasaran dengan asal-usul istrinya
sehingga dia berusaha untuk mencari tahu tetapi belum menemukan jawaban
memuaskan sebab setiap kali bertanya, Peni Mu’u Lolon hanya menjawab Eleng Saka Lia yang berarti
dari langit. Oleh karena itu, suatu kali Pulo Lama Le’ang membuat sebuah
strategi jitu untuk mencari jawaban jujur dari istrinya. Dia mengajak beberapa
temannya untuk pergi berburu dan menyusun siasat. Mereka membuat sebuah usungan
kemudian dipercik dengan darah binatang buruan dan Pulo Lamale’ang pun diusung
seolah-olah ia meninggal karena dicabik-cabik oleh binatang buas.
Mereka meratapinya dan Peni Mu’u Lolon pun mendengar ratapan itu. Peni Mu’u Lolon kemudian secara jujur menyampaikan asal-usulnya dan nama saudara-saudaranya demikian
“E’i naru’ wuno, wo uno Lia e...lia loyo...nare ko’o e...tila loyo e...male ana’ e....”
Peni Mu’u Lolon meratap dari Loteng ke tempat usungan tersebut dengan berusaha melewati tujuh anak tangga. Pada setiap anak tangga, ingusnya ditampung pada pinggan emas dan berubah menjadi Aba atau rantai emas dan air matanya berubah menjadi laong Weren (berlian). Ketika sampai pada tangga yang ketiga, Pulo Lamale’ang menertawai tangisan Peni Mu’u Lolon sehingga Peni Mu’u Lolon sangat menyesal dan kecewa kemudian kembali ke Loteng semula. Alasan kekecewaan inilah yang membuat Peni Mu’u Lolon ingin kembali ke langit.
Dia menipu Pulo Lamale’ang bahwa di kepalanya ada kutu juga meminta suaminya
untuk menyediakan air buah kelapa muda. Pada saat Pulo Lamale’ang pergi mencari
buah kelapa, Peni Mu’u Lolon berusaha membuka sebagian atap rumah agar cahaya
matahari bisa jatuh tepat di kepalanya. Ketika suaminya pulang, Peni Mu’u Lolon
berpura-pura menjatuhkan tusuk kondenya ke tanah dan langsung melubangi buah
kelapa tersebut. Saat itu, air kelapa terpancar ke arah lubang atap rumah
sehingga dengan mendadak Peni Mu’u Lolon pun terangkat bersama air kelapa lewat
lubang atap menuju ke orangtuanya yaitu Dewa Matahari atau Loyo.
Pulo lamale’ang sangat kecewa dan berusaha memanjat tali
Balam yang menghubungkan Langit dan Bumi. Namun, nihil. Akhirnya, Pulo
Lamale’ang dan saudara-saudaranya mencari peni Mu’u Lolon melalui ritual adat Mahu Manu’
(sebuah ritual yang biasa dilakukan orang Kedang guna mendapat petunjuk
atas persoalan yang tengah di hadapi.) dan mendapat petunjuk bahwa Peni Mu’u
Lolon sudah kembali ke Matahari. Pulo lamale’ang sangat malu dan kecewa
sehingga selama tujuh tahun mengurung diri di dalam rumah.
Pada suatu hari, munculah seorang anak kecil di tengah kampung saat terjadi sebuah permainan anak-anak. Dia sangat mahir malakukan tembakan atau lemparan dalam permainan itu sampai-sampai membuat semua pemain merasa penasaran dengan identitasnya. Makanya, mereka melaporkan berita ini kepada Pulo Lamale’ang dan ia menyuruh menghadirkan anak kecil itu pada hari berikutnya ketika ada permainan yang sama dilakukan lagi. Pada saat sedang bermain pada hari berikut, munculah anak kecil itu dari tengah belukar yang ditumbuhi banyak pohon Tubung.
Pada
saat Pulo Lamale’ang melihat anak itu, ia merasa sangat terharu sebab muka anak
itu persis dengan Peni Mu’u Lolon. Mereka pun mewawancarai anak itu untuk
melacak asal-usulnya. Anak itu menjelaskan bahwa ia bernama Ulun Pulo dan
tinggal di bawah pohon Enau bersama keluarganya, maka pada malam hari mereka
mengantar anak itu kembali.
Pada saat itu dua saudari Pulo Lamale’ang yaitu Dito’ dan Dato’ pun turut serta bersama Pulo Lamale’ang dan rombongan untuk mengahadap keluarga anak tersebut. Ternyata yang mereka temukan di tempat itu adalah Peni Mu’u Lolon bersama saudaranya yaitu Lia Loyo. Pada saat itu pula terjadi rekonsiliasi antara Peni Mu’u Lolon bersama suaminya yaitu Pulo Lamale’ang serta anak sulung mereka yaitu Ulun Pulo.
Sebelum saudara dari peni Mu’u Lolon kembali ke langit
ia berpesan kepada Peni Mu’u Lolon dan suaminya agar membangun hidup
berkeluarga yang baik kemudian ia naik kembali ke langit. Tiba-tiba saja Dito’
dan Dato’ mengalami pendarahan dan meninggal dunia secara mendadak. Pulo
Lamale’ang meratapi peristiwa ini dan ia menyadari bahwa dua saudarinya itu
telah menjadi selir bagi Lia Loyo atau saudara dari Peni Mu’u Lolon.
Ditulis Oleh Rian Odel
Ditulis Oleh Rian Odel
Bagus, produktif selalu. Namun, perlu diperhatikan kerapihan paragraf; sebaiknya buat rata kiri saja dan tidak perlu diberi-tab. Semoga masukan ini diterima, karena baik untuk tampilan blog dan kenyamanan para pembaca. Ditunggu kunjungannya ke blog saya. Terima kasih.
ReplyDeleteterima kasih masukannya Pa Yos, siap.
Delete