Menari di Hadapan Jenazah, Ini Fakta Unik di Kedang
![]() |
Gong sebagai Musik tradisional Kedang |
O |
rang yang sudah meninggal dunia tentu memberi duka
mendalam bagi sanak keluarga yang ditinggalkan. Banyak yang mengeluarkan air mata,
stres, frustrasi bahkan pingsan jika orang kesayangannya meninggal. Misalnya,
istri, suami, orangtua atau pasangan hidup dan lain-lain.
Namun, apa yang anda pikirkan secara logis jika orang
meninggal disyukuri dengan tarian meriah? Bukankan itu sebuah tindakan kontra
dengan eksistensi seorang yang sudah meninggal yang mestinya diterima dengan
rasa sedih?
Orang Kedang di Kabupaten Lembata memiliki kearifan lokal
yang dianggap unik karena bersyukur saat ada orang atau sanak keluarganya
meninggal dunia. Mereka bahkan melakukan tarian daerah di hadapan jenazah
sebelum ia dikuburkan. Berikut penjelasan detainya.
Pandangan tentang Orang yang Meninggal
Orang Kedang percaya akan adanya Wujud tertinggi. Wujud
tertinggi diakui sebagai pemilik kehidupan dan kematian. Mereka juga percaya
bahwa orang yang meninggal dunia akan pergi ke tempat baru yang mereka sebut
sebagai Nuha. Nuha ini sebenarnya
nama sebuah pulau yang berada di wilayah Kabupaten Alor atau kepulauan pantar.
Letaknya di bagian Timur dari Pulau Lembata.
Orang Kedang yakin bahwa orang meninggal akan pergi ke
Nuha. Sebab di sana akan ada kehidupan baru. Namun, selain nuha ada juga wa’ balu’. Orang yang meninggal karena
kecelakaan diyakini akan pergi ke wa’
balu’ sebelum ia ke Nuha – semacam ada api penyucian sebelum ke surga kekal
dalam keyakinan orang Kristen. Di wa’
balu’ ini – letaknya di samping pulau nuha
– orang yang meninggal karena kecelakaan
melakukan pembersihan diri atau persiapan sebelum ia menuju ke Nuha. Orang yang meninggal tidak wajar –
kecelakaan – harus membersihkan diri/dosanya di wa’ balu’ sebab ia meninggal secara tiba-tiba atau kecelakaan tanpa
persiapan diri yang matang.
Nuha ini
diyakini sebagai sebuah tempat berkumpulnya orang-orang yang sudah meninggal
dunia secara damai. Di Nuha, bagi orang yang meninggal secara wajar atau tanpa
memiliki dosa besar akan dijemput juga dengan tarian meriah untuk bergabung
bersama di sana. Kesimpulannya ialah orang Kedang meyakini masih ada tempat
baru setelah kita meninggal dunia.
Menari di Hadapan Jenazah
Menari di hadapan jenazah merupakan sebuah kearifan lokal
orang Kedang untuk menyatakan kegembiraan mereka atas berpulangnya orang-orang
khusus. Misalnya, tetua adat dalam suku atau orang meninggal yang sudah berumur
tua – biasanya 50 tahun ke atas. Mereka yang sudah berumur tua patut dihormati
dengan tarian sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan karena telah “mencabut”
nyawanya pada umur yang wajar. Itu berarti orang yang meninggal tersebut
meninggal secara wajar karena dilihat dari umurnya.
Selain syukur kepada Tuhan, mereka juga mengungkapkan
rasa terimakasih kepada orang meninggal bersangkutan atas jasa-jasa baiknya
selama masih hidup di dunia. Misalnya sebagai tetua suku untuk mengatur suku
atau jabatan-jabatan lainnya. Ucapan terimakasih itu diwujudkan dengan tarian.
Mereka atau sanak keluarga akan membunyikan musik kong bawa-gong gendang khas kedang di
hadapan jenazah sambil menari dan menangis. Orang yang meninggal dengan umur
tua, apalagi kalau sampai 80-100 tahun sangat dihormati. Artinya, ia meninggal
dengan umur wajar. Oleh karena itu, ia patut dan layak untuk segera pergi ke Nuha.
Sanak keluarga menari sambil menangis. Bukan hanya di
hadapan jenazah melainkan saat mengantarnya ke tempat pembaringan terakhir. Tarian
meriah akan dilakukan sepanjang jalan menuju kubur orang bersangkutan. Namun,
selain rasa gembira melalui tarian, mereka juga menangis atau bersedih karena
kehilangan sosok model dalam suku atau keluarga mereka. Makanya, mereka menari
sambil menangis.
Epu bapa atau suku
dari orang bersangkutan – jika dia adalah seorang istri atau perempuan dari
suku tersebut – akan diberi kesempatan untuk lebih dahulu menari di hadapan
jenazah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa keturunan mereka – sang nenek atau
istri atau perempuan yang berasal dari suku mereka – sudah memberikan yang
terbaik bagi suku suaminya. Oleh karena itu, pihak epu bapa/om akan sangat
bergembira. Mereka menari sambil berteriak-teriak sebagai wujud rasa gembira
bahwa anak suku mereka berhasil melewati tugas-tugas kehidupannya dalam suku
suaminya.
Namun, sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu kita ketahui
bahwa orang yang meninggal dengan umur belia tidak disyukuri dengan tarian
tetapi dengan tangisan. Misalnya, bayi, remaja, atau orang muda lainnya. Artinya,
orang Kedang tidak menerima takdir tersebut karena orang meninggal berumur
masih muda. Seharusnya, ia punya kesempatan yang masih luas untuk hidup dan
melayani suku dan sesamanya. Jika ia meninggal maka pihak keluarga akan menyatakan
duka mendalam bukan dengan tarian meriah.
Penutup
Dari cerita kearifan lokal orang Kedang tersebut, ada
beberapa poin yang mesti kita refleksikan selanjutnya. Bahwa meninggal dunia
adalah fakta alamiah yang tak bisa ditolak, maka ia mesti diterima sebagai
bagian dari sebuah perjalanan kehidupan.
Orang meninggal juga diyakini akan tetap hidup di
tempat baru, makanya disebut maten bitan. Secara harafiah, maten bitan berarti mati-hidup. Artinya setelah
kematian akan ada kehidupan baru. Maka mesti dipersiapkan sebaik mungkin
sebelum menuju Nuha sebagai tempat tinggal yang baru.
Sebuah kematian yang disyukuri tak terlepas dari jasa
baik selama masih hidup. Karena itu, kita mesti menjaga kesehatan kita agar
berumur panjang dan memberi pelayanan yang lebih banyak kepada sesama kita
selama hidup. Menjaga kesehatan adalah langkah pertama. Di sini jelas, bahwa
orang yang memiliki jasa dan berumur panjang (sehat) akan dikenang sepanjang
masa.
Selain itu, dari kearifan lokal tersebut, kita bisa
memahami bahwa hubungan baik antara manusia yang masih hidup dan yang sudah meninggal tetap dirawat secara baik. Karena
itu, kehidupan dan kematian merupakan satu-kesatuan. Maka, kita harus menjaga
hubungan itu dengan cara, misalnya medoakan mereka dan meneladani hal baik yang
mereka wariskan untuk kita.
Hubungan baik ini bisa juga kita terapkan dalam kehidupan sosial kita saban hari dengan tetangga atau sahabat kenalan kita yang masih hidup. Bukan hanya menjaga relasi harmonis dengan orang yang sudah meninggal melainkan juga sesama kita yang masih hidup. Itu poin pentingnya. (Rian Odel)