Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

CERITA HA’I LONGO’ DI KAMPUNG MELUWITING DAN KONSEP CREATIO EX NIHILLO

 

Ilustrasi Foto: Karwayu Art

                                     

1.      Pendahuluan

Kampung Meluwiting terdapat di Kedang, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata. Para penghuni kampung ini menyimpan warisan leluhur berupa mitos yang menggambarkan asal-usul terbentuknya manusia perempuan yang melahirkan mereka. Sejak zaman nenek moyang hingga sekarang, mereka mengakui bahwa ada satu wujud tertinggi yang menciptakan alam semesta yaitu Amo Nimon Rian Arin Bara’ Hura’ Nimon Harang Wala. Secara etimologis, kata Meluwiting berasal dari bahasa Edang yaitu Melu dan Witing. Melu berasal dari kata melung nute hea’ toye’ yang berarti pengingkaran kata atau janji sedangkan witing berarti kambing. Jika diintegrasikan, Meluwiting berarti ada perubahan kata atau ada pergeseran. Secara singkat diartikan bahwa masyarakat Meluwiting berasal dari kambing yang berubah wujud menjadi seorang perempuan yang disebut Ino Ha’i Longo’. 

Para penduduk kampung ini dibagi dalam beberapa suku kecil yang merupakan keturunan dari Ha’i Longo’ misalnya, suku datenutur dan koto’nutur. Mereka selalu hidup berdampingan walaupun sudah terpisah dalam hidup keagamaan yaitu Islam dan Katolik. Dalam berkomunikasi setiap hari, mereka menggunakan bahasa Kedang dan jarang menggunakan bahasa Indonesia kecuali di sekolah atau pertemuan resmi. kehidupan ekonomis mereka cukup baik, ada yang menjadi Pegawai Negri Sipil, Wiraswasta, Peternak, dan Petani sebagai mayoritas. Hasil alam yang paling diandalkan ialah, kelapa, kemiri, dan pisang.

2.      Mitos Ha’i Longo’ Menurut Masyarakat Meluwiting

     Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian pendahuluan di atas, maka penulis menegaskan bahwa masyarakat kampung ini mengakui hanya ada satu Allah yang disapa Amo Nimon Rian Arin Bara’ Hura’ Nimon Harang Wala yang dapat diterjemahkan sebagai Tuan dari segala tuan dan Pencipta yang maha besar. Mereka percaya bahwa Tuhan membentuk leluhur mereka dengan cara yang berseberangan dengan ajaran Gereja. Leluhur mereka bukan diciptakan langsung dari tanah melainkan dari seekor kambing yang sudah mati dan berubah wujud menjadi seorang Manusia yang disebut Ha’i Longo’.[1]  

      Sesuai dengan mitos, pada mulanya di puncak gunung uyolewun, hidup seorang lelaki yang bernama Amo Leu Beni. Pekerjaannya setiap hari sebagai penggembala ratusan ekor kambing dan ia sangat mencintai kambing-kambing itu. Setiap pagi dan sore ia selalu menjalankan tugasnya untuk memberi makan kepada hewan kesayanganya itu secara bertanggungjawab. Karena terlalu mencintai ratusan ekor kambing itu, ia pun selalu dekat dengan mereka sehingga ketika seekor kambingnya mati, ia tidak menguburkannya apalagi pada zaman itu setiap bangkai hewan atau jenazah Manusia haram untuk dikuburkan. Ia meletakkan kambing itu di atas sebuah batu yang hingga kini disebut Wa’ Leu Beni yang berarti batu milik Leu Beni. Batu ini terdapat di puncak gunung uyolewun atau yang disebut ebir wa’. Kambing tersebut dibiarkan berhari-hari di atas batu itu hingga membusuk dan mengeluarkan cairan yang menetes ke permukaan tanah. Cairan dari tubuh kambing yang membusuk itu meresap ke dalam tanah dan secara perlahan membuat tanah di sekitar batu tersebut manjadi retak. 

      Hari demi hari keretakkan tanah itu semakin besar dan pada akhirnya membentuk tubuh seorang wanita cantik. Amo Leu Beni merasa kaget akan misteri ini, tetapi karena ia adalah seorang gembala yang selalu merindukan seekor kambing yang hilang maka ia pun menerima wanita itu dan hidup serumah dengannya. Lantaran di tempat mereka tinggal tidak ada orang lain maka Leu Beni pun memutuskan untuk menikah dengan wanita itu dan ia memberi nama Ha’i Longo’ kepadanya. Mereka membentuk satu keluarga dan melahirkan keturunan yang hingga kini berkembang biak semakin banyak jumlahnya. Sebagian besar keturunannya tinggal di satu kampung yang disebut Meluwiting tetapi ada juga yang menetap di kampung lain.

 Creatio Ex Nihilo

Teori tentang penciptaan selalu menarik perhatian setiap manusia untuk memberi penafsiran tentang asal mula terbentuknya dunia dan segala isinya. Baik melalui referensi biblis maupun ilmu pengetahuan selalu memberi penjelasan yang memunculkan pertanyaan tanpa jawaban akhir tentang penciptaan. Teori yang terdapat dalam kitab suci belum bisa memberikan jawaban pasti tentang pertanyaan ini, sehingga pada zaman para bapa Gereja muncul teori baru yang merupakan hasil dari sebuah refleksi biblis yaitu, creatio ex nihillo[2] yaitu konsep yang menekankan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan atau tidak bergantung pada bahan yang sudah ada. Konsep ini merupakan hasil dari refleksi para bapa Gereja yaitu Hermas, Ireneus, dan Origenes. Mereka menekankan peran Allah Bapa sebagai pencipta tunggal yang menjadikan dunia ini tanpa campur tangan atau bantuan dari pihak manapun. Konsep ini berarti bahwa Allah adalah sumber dari segala yang ada. Teori ini juga berseberangan dengan paham platonis yang beranggapan bahwa dunia diciptakan dari materi. Artinya dunia diciptakan dari bahan yang sudah ada.

 

4.      Mitos Ha’i Longo’ Dalam Konsep Creatio Ex Nihilo

Konsep tentang penciptaan sebagaimana terdapat dalam mitos Ha’i Longo’ jika diparalelkan dengan pandangan para bapa Gereja yang dikemukakan dalam creatio ex nihilo memiliki dualisme pengertian. Penciptaan dalam mitos di atas mengindikasikan bahwa Tuhan membentuk manusia dari sesuatu yang sudah ada, sedangkan dalam konsep creatio ex nihilo memiliki pandangan yang lebih luas yaitu berkaitan dengan penciptaan alam semesta. Mitos tersebut hanya mengulas tentang penciptaan seorang manusia tetapi tidak berkaitan dengan penciptaan dari ketiadaan sebab sebelum terbentuknya Ha’i Longo’ sudah ada manusia lain yaitu Leu beni. Selain itu, Ha’i Longo’ diciptakan oleh Amo Nimon Rian arin Bara’ melalui bahan yang sudah ada yaitu dari bangkai seekor kambing.

Untuk menghubungkan dua versi penciptaan ini, maka satu hal dasar yang perlu diakui ialah kuasa Tuhan tidak mampu dipahami oleh nalar manusia. Manusia hanya mewariskan semua hal yang diajarkan oleh para pendahulu walaupun sangat irasional khususnya tentang mitos tersebut. Baik melalui mitos maupun konsep para bapa Gereja mengakui satu wujud tertinggi sebagai pencipta segalanya kendati pun sebutan untuk Wujud tersebut berbeda-beda.

Hemat saya, pandangan dua konsep di atas memiliki kemiripan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anaximander tentang arkhe.[3] Hukum yang berlaku dalam arkhe adalah segala sesuatu berasal dan bermuara padanya. Menurut Anaximander, arkhe merupakan prinsip dasar yang tidak terbatas dan bersifat abadi. Pandangan ini mendukung iman Gereja sekaligus kepercayaan tradisional masyarakat di Meluwiting tentang pencipta yang maha besar dan karya-Nya tidak mampu dijangkau oleh pengetahuan Manusia yang terbatas. Selain itu, konsep penciptaan dalam mitos tersebut lebih berkaitan dengan teori evolusi yang dipopulerkan oleh Charles Darwin.[4] Dia mengemukakan dua tesis untuk mendukung teori di atas yaitu, pertama, bertolak dari fakta bahwa bentuk tanaman dan binatang diturunkan dari bentuk-bentuk yang telah ada melalui suatu evolusi biologi. Hal ini tentu mengafirmasi konsep dalam mitos yang mengemukakan bahwa Ha’i Longo’ berasal dari kambing.

Kedua, berkaitan dengan fakta ini hanya bisa dijelaskan melalui dua faktor yaitu mutasi dan seleksi. Ada dua dampak dari mutasi yang memengaruhi perkembangan organisme yaitu, merugikan dan semakin kuat dan bisa bertahan hidup. Berkaitan dengan dua dampak tersebut, konsep dalam mitos lebih tepat berkaitan dengan dampak positip yaitu organisme tetap bertahan hidup. Kambing yang sudah menjadi bangkai tidak lenyap tetapi mengalami perubahan secara alamiah hingga sampai pada bentuk yang sempurna yaitu Ha’i Longo’. Dari teori-teori di atas, saya menarik satu kesimpulan bahwa segala yang ada di dunia ini selalu mengalami perubahan yang sulit dipahami oleh manusia karena hal tersebut mencermikan kuasa Tuhan sebagai Pencipta yang maha besar.

 

5.      Penutup

Konsep penciptaan sebagaimana yang terdapat dalam mitos dan creatio ex nihilo sangat jelas bertentangan tetapi memiliki persamaan yaitu mengakui satu wujud tertinggi sebagai pencipta segala yang ada. Creatio ex nihilo yang didoktrinasi oleh Gereja memiliki pandangan yang lebih kompleks yaitu tentang awal mula terbentuknya segala yang ada dan dari yang ada terbentuklah manusia seturut konsep dalam mitos. Artinya, konsep creatio ex nihilo menjadi sumber dari konsep dalam mitos. Ha’i Longo’ merupakan ciptaan yang berasal dari bahan yang sudah ada yaitu kambing dan bahan atau kambing tersebut berasal dari Tuhan yang menciptakan segala sesuatu pada awal mula. Artinya kambing diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan seturut konsep yang diakui oleh Gereja. Walaupun dua konsep ini berbeda secara substansial tetapi masih memiliki hubungan yaitu berasal dari Allah pencipta atau Amo Nimon Rian Arin Bara’ Hura’ Nimon Harang Wala.

Kesimpulan sederhana yang perlu ditekankan di sini ialah, kuasa Allah adalah sebuah misteri yang tidak mungkin dipahami oleh Manusia secara sempurna sehingga yang terjadi seperti yang dijelaskan dalam dua konsep pokok di atas perlu dilihat sebagai kuasa Allah untuk semakin mendekatkan manusia dengan-Nya. Allah memiliki beragam cara untuk menciptakan segala sesuatu sehingga manusia dilarang untuk meradikalisasi konsep tertentu dan mengabaikan konsep tradisional lain seperti dalam mitos. Hal yang paling penting ialah iman Manusia untuk mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta segala yang ada dan reaksi atau tindakkan positip Manusia untuk menjaga semua ciptaan yang diberikan oleh Tuhan sebagai saudara.

 

Oleh Rian Odel

 



[1] Hasil Wawancara dengan Rilly Datenutur, Tetua suku Datenutur, Desa Meluwiting, pada 12 Februari 2018 melaui Telepon seluler.

[2] Nico Syukur Dister, Teologi sistematika 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2004) , hlm. 50-51.

[3] Yosef Kladu, “Sejarah Filsafat Barat Kuno” (ms.), Bahan Kuliah, (Maumere: STFK Ledalero, 2016), hlm. 21.

[4] Sefrianus Juhani, “Teologi Penciptaan” (ms.), Bahan Kuliah, (Maumere: STFK Ledalero, 2017), hlm. 19.

1 comment for "CERITA HA’I LONGO’ DI KAMPUNG MELUWITING DAN KONSEP CREATIO EX NIHILLO "