Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Pulsa Data dan Vaksin Atau Cara Belajar Baru?

 

Oleh Damasus Lodolaleng

Wabah korona yang menyerang dunia sejak 2019 ini bukan menjadi hal yang menggembirakan. Virus ganas tersebut, membuat gelisah bagi semua manusia di pelosok bumi ini. Sangat banyak kisah dan cerita duka yang menyelimuti dunia. Kisah itu pun dialami oleh negara kita Indonesia sejak maret 2020 dan hingga sekarang di tahun 2021 ini.

Semua wilayah di negri kita juga mengalami hal yang sama termasuk wilayah kita Nusa Tenggara Timur. Hal ini menyebabkan semua sarana dan prasarana umum jarang terpakai dan juga aktivitas berkumpulnya banyak orang dikontrol ketat oleh negara seperti ibadat dan juga kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

Semua  aktivitas dilakukan dengan cara online; kerja, belajar, dan berdoa dari rumah. Namun sayang, hal ini menjadi kendala bagi dunia pendidikan terlebih pada pendidikan formal baik dari tingkat dasar hingga   pada tingkat menengah bahkan barangkali menjalar pada perguruan tinggi.

Memang sangat baik menjadi hal baru untuk memaksa kita agar beralih dan mampu beradaptasi ke revolusi 4.0 tetapi hal ini juga menjadi kendala buat kita di Provinsi terbelakang ini yang mana semua fasilitas pada sekolah-sekolah belum memadai. Misalnya, jaringan internet saja belum terkoneksi dengan baik di pelosok Provinsi kita ini sehingga para pelajar sulit untuk melakukan aktivitas belajar mengajar secara online.

Memakai masker, cuci tangan, jaga jarak, menghindari kerumunan banyak orang dan berolahraga menjadi hal-hal yang selalu saja dijadikan slogan dan bahan kompanye untuk semua masyarakat agar bisa terhindar dari wabah ini.

Swab dan rapid test hadir agar bisa menjadi “alat ukur” untuk memastikan keadaan seseorang yang benar-benar terjangkit virus atau tidak. Namun, ini tidak menjadi hal yang terakhir karena hadir lagi vaksin. Yang lebih para kehadiran vaksin menimbulkan pro dan kontra di negri ini.

Menurut saya, dunia pendidikan tidak terlalu ngotot membutuhkan hal-hal itu sebab tidak berpengaruh terhadap pendidikan, sekalipun negara menghabiskan uang miliaran dan triliunan rupia untuk pengadaan alat-alat itu dan vaksin tersebut. Negara kurang berpikir soal bagaimana keselamatan generasi penerus bangsa ini pada bidang pendidikan.

Negara barangkali hanya memikirkan uang dan peluang bisnis sesaat bukan nasib konkrit pendidikan untuk siswa/i dari SD, SMP dan SMA, khususnya yang tidak terkoneksi internet di kampung-kampung terpencil. Namun, bukan berarti bahwa saya secara tegas menolak upaya negara membasmi virus korona tersebut. Saya hanya meneropong lebih jauh tentang nasib para pelajar di kampung-kampung yang tidak terkoneksi internet.

Jika pak mentri pendidikan memikirkan hal ini maka pasti ada cara lain yang dilakukan untuk generasi penerus bangsa kita ini. Oleh karena itu, para kepala daerah harus menggunakan kepala mereka untuk berpikir secara kreatif soal pendidikan di wilayah masing-masing.

Oleh karena itu, menurut saya, Nusa Tenggara Timur seharusnya punya cara tersendiri untuk memperbaiki pendidikan di masa pendemi ini. Sebab sebagian wilayah di NTT belum terkoneksi internet. Hal ini mengakibatkan paket data yang diberikan oleh negara akan menjadi sia-sia.

Seharusnya, Pemerintah mendesain kiat-kiat tertentu untuk memanfaatkan potensi serjana di Desa-Desa untuk mendidik anak-anak di kampung atau daerah terpencil. Juga memberikan pembekalan pada oragtua agar mereka bisa memberikan pelajaran  untuk mendidik anak di rumah dengan baik sebagai ibu guru dan bapak guru.

Hal ini yang membuat saya berpendapat bahwa di tengah pendemi ini, Nusa Tenggara Timur tidak membutuhkan pulsa data untuk siswa dan siswi baik tingkat SD, SMP dan SMA. Sebab sesungguhnya, mereka membutuhkan buku pelajaran dan juga metode belajar baru yakni memanfaatkan tenaga serjana di Desa-Desa dan orangtua sebagai guru daripada pulsa data dan vaksin.

3 comments for " Pulsa Data dan Vaksin Atau Cara Belajar Baru?"