Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Pengampunan sebagai Bentuk Doa

 

 Pengampunan Sebagai Bentuk Doa

(Renungan Ibadat sabda)

Fr. Floren Lewar





Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus…

 Perasaan kecewa, kesal, marah dan sebagainya sudah sering kita alami dalam hidup kita setiap hari. Sikap demikian biasanya timbul ketika ada seseorang bersalah kepada kita dan mengakibatkan timbulnya perasaan tidak suka terhadap orang tersebut. Sikap tersebut pada awalnya muncul dengan kadar yang sedikit dan dengan tahu dan mau kita membiarkannya terus hidup dalam diri.

 Akibatnya lama-kelamaan, sikap seperti itu akan terus bertambah banyak dan menumpuk dalam diri seseorang dengan kata lain, sikap tersebut sudah menjadi bagian dari pola hidup, seakan-akan sikap buruk tersebut dirawat dan dijaga dengan baik sebagai sebuah pola hidup yang harus dijalankan dan pada akhirnya timbul rasa dendam.

Berhadapan dengan situasi sulit yang ada, kita akan semakin sulit untuk mengampuni dan memaafkan. Waspadalah, sebab rasa kecewa, kesal, marah dan dendam dapat melunturkan kasih yang sudah ditanam oleh Allah dalam diri kita.

 Sama saudara yang terkasih dalam Tuhan…

Perumpamaan singkat yang dibuat oleh Yesus menanggapi pertanyaan dari Petrus dalam injil pada hari ini mencoba menghantar kita untuk masuk kedalam diri dan melihat kembali pola hidup seperti apa yang sudah kita bangun berhadapan dengan situasi yang sama dengan perumpamaan tersebut. jika kita kembali pada teks bacaan injil, Petrus bertanya kepada Yesus dengan memberi batasan pengampunan ala Petrus sendiri, “Sampai tujuh kali kah?” Yesus menanggapi pertanyaan dari Petrus. “Bukan! Aku berkata kepadamu: bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” apa artinya?

Yang pertama angka 70; Dalam kitab Mazmur ditulis demikian “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun.” 70 merupakan perhitungan batas maksimal umur manusia.

 Yang kedua angka 7; Dalam kitab kejadian, pada hari ketujuh Allah berhenti bekerja dan hari itu dinamakan sebagai hari sabat atau hari kelegaan. Artinya bahwa manusia diberi kesempatan untuk selalu mengampuni orang yang bersalah selama masa hidupnya, dengan kata lain, Yesus secara tidak langsung mengajarkan kepada kita untuk mengampuni tanpa batas.

 Dalam injil, Yesus mengumpamakan dengan seorang raja yang menagih hutang kepada para hambanya. Sadar bahwa pada salah satu hamba yang mempunyai hutang padanya tersebut tidak mampu membayar dan juga timbul rasa belaskasihan, maka seluruh hutang hamba tersebut dihapus secara cuma-cuma oleh sang raja.

 Namun timbul masalah bahwa ketika hamba tersebut pergi, ia pun menagih hutang kepada sesame hamba lain yang berhutang kepadanya. Yesus sengaja menghadirkan figur Allah dan manusia dalam diri raja dan hamba tersebut. Manusia perlu menyadari bahwa Allah telah menyerahkan Putera tunggalNya untuk menebus dosa manusia. Sebaliknya manusia perlu belajar dan mencontohi pengampunan dan kasih Allah tersebut dan siap mengejahwantakan dalam hidup sehari-hari.

Sama saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus…

Pengampunan menjadi jalan terbaik untuk mengembalikan kasih Allah yang telah lama hilang dari dalam diri akibat dendam tak berujung dan kemudian melihat sesama sebagai Allah yang hadir dalam hidup kita. Pengampunan seringkali disepelekan akibat keegoisan pribadi untuk selalu menang atas orang lain sekalipun bukan kita yang salah.

Kita ingat bahwa Yesus dalam penderitaannya masih saja mengampuni para serdadu yang menyiksaNya dengan bengis juga ketika Ia mengampuni seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Selain itu kita masih ingat akan peristiwa penembakan Paus Yohanes Paulus II oleh Mahmet Ali seorang teroris handal.

 Ketika merasa kondisi tubuh cukup baik, Paus datang ke penjara yang menampung Mahmet Ali dan disana terjadi sebuah peristiwa pengampunan yang luar biasa dari Paus Yohanes Pualus II, sekalipun sebelumnya Mahmet Ali sendiri belum meminta maaf kepada Paus, tetapi dengan tegas Paus berinisiatif untuk memberikan pengampunan. Inisiatif kalau bukan yang lahir dari diri kita, siapa lagi yang harus kita harapkan?

Pengampunan sudah ditunjukan oleh Yesus sang Guru teladan dan para tokoh penting lainnya dalam gereja.

Sebagai pengikut Kristus, kita mesti meneladani cara hidup yang sudah diajarkan oleh Yesus sang Guru hidup kita. Saya yakin bahwa kita semua punya pengalaman dendam kepada seseorang akibat suatu peristiwa yang menyakitkan ataupun juga pengalaman masa lalu yang membuat kita sulit berdamai entah dengan keluarga (bapa, mama, kakak, adik), teman-teman, guru-guru saat SD dan SMP, formator pada tempat-tempat formasi sebelumnya atau juga saat ini kita masih menyimpan dendam kepada sama saudara dalam komunitas kita.

Apakah kita harus memelihara rasa dendam tersebut sampai ia beranak cucu dan bertambah banyak dalam diri kita? Tentu saja di sisi lain, kita ingin agar mampu menjalani hidup dengan berupaya membangun relasi yang baik kepada sesama dan juga sedapat mungkin berdamai dengan masa lalu. Oleh karena itu, kita perlu secara perlahan-lahan membongkar dan membuang jauh segala bentuk  kekecewaan dan dendam kemudian kembali menghadirkan api kasih Allah untuk menerangi hidup kita. Dengan demikian mengampuni sudah menjadi sebuah doa hidup bagi kita semua.

Amin...

 

 

Post a Comment for " Pengampunan sebagai Bentuk Doa"