Pilih Bupati Lembata yang Tidak Dukung Proyek Mangkrak
Pilih Bupati Lembata yang Tidak Dukung Proyek Mangkrak
Judul
tulisan kecil ini merupakan sebuah harapan dari penulis yang juga adalah anak
Lembata. Entahkah kemudian pembaca punya harapan yang sama atau sebaliknya,
lagi-lagi dengan alasan demokrasi, itu menjadi hak privat teman-teman pembaca. Sekali
lagi tulisan ini adalah sebuah harapan.
Tulisan ini juga tidak bermaksud menghakimi atau mengolok-olok para bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Lembata yang akan bertarung pada Pilkadal Lembata mendatang.
Beberapa
pertanyaan refleksi misalnya, bagaimana anda melihat kondisi Lembata saat ini
ketika dinahkodai oleh Eliaser Yentji Sunur dengan kendaraannya yakni Golkar? Apakah
ada kemajuan dari banyak segi – infrastruktur, ekonomi, pendidikan, sistem
birokrasi dan lain-lain – atau sebaliknya terjadi carut-marut berlebihan,
misalnya proyek mangkrak dimana-mana?
Apakah
Pemerintah saat ini berlaku transparan, proaktif, terbuka berdialog dengan
masyarakat kritis, mahasiswa? Apakah Pemerintah setia ikut sidang untuk
membahas kepentingan Masyarakat Lembata atau banyak kali alpa atau hilang tanpa
jejak yang jelas?
Beberapa
pertanyaan tersebut menjadi bahan refleksi untuk menilai sistem kerja Pemerintah
saat ini, sembari berpikir untuk mencari pemimpin baru yang punya cara kerja lain
yang lebih terbuka, proaktif, mampu memahami kebutuhan urgen masyarakat bukan
bangun Lembata semau gue.
Lantas, bagaimana kita menilai para bakal calon Bupati dan wakilnya untuk mengatur Lembata secara baik? Yang paling pertama seturut harapan dalam tulisan ini tentunya memilih pemimpin yang tidak mendukung proyek mangkrak.
Itu berarti,
ada satu harapan bahwa para bakal calon yang mesti dinilai yakni keterlibatan
mereka dalam kaitan dengan proyek-proyek mangkrak di Lembata yang telah menghabiskan
banyak uang orang Lembata, baik keterlibatan itu dalam bentuk langsung maupun
tidak langsung.
Keterlibatan
model apa? Bisa saja bahwa para bakal calon adalah orang-orang yang mendukung
proyek mangkrak tanpa melakukan pengontrolan sampai tuntas. Atau mendukung lalu
melepas tangan, cuci tangan lalu membiarkan masyarakat berteriak sendiri.
Selain
itu, keterlibatan mereka dalam kaitan dengan perilaku apatis. Artinya, mereka tidak
peduli, tidak mau bersolidaritas dengan masyarakat Lembata yang tiap hari
berteriak mencari jalan-keluar untuk menyelesaikan proyek-proyek mangkrak di
Lembata.
Atau,
bisa saja ada oknum yang berteriak ketika berbeda kamar. Namun, jika sudah satu
kamar, taring tajam itu tidak seperti biasanya. Ya, kita mesti jujur berbicara
demi lewotana titen ke depan yang
lebih baik. Mental “bunglon” dalam diri politisi seperti ini mesti dilawan
habis-habisan oleh orang Lembata sendiri.
Hati-Hati dengan Partai Politik
Menurut
Paulus Budi Kleden (2012) sebuah partai hanya mempunyai relevansi untuk
masyarakat jika ia sungguh tahu dirinya sebagai partai, berjuang sebagai satu bagian (pars) untuk kepentingan
keseluruhan (totum). Artinya, partai adalah milik masyarakat, ia hadir di
tengah masyarakat umum bukan untuk politisi atau kadernya semata. Justru karena
itu, kita mesti hati-hati memilih partai.
Mengapa?
Salah satu fenomena yang terjadi dalam sistem politik atau cara kerja partai
politik yakni partai dilihat semata-mata sebagai kendaraan. Kalau sekadar
kendaraan berarti tidak lain dan tidak bukan yang ada dalam idealisme partai
adalah kemenangan dan selanjutnnya partai itu akan terus hidup karena mendapat
banyak energi berupa rupiah.
Partai
mengekspresikan dirinya sebagai tim bola kaki, bukan sebagai rumah aspirasi
yang bertanggung jawab terhadap nasib masyarakat Lembata secara umum. Karena itu,
lagi-lagi hati-hatilah menentukan partai.
Cinta
fanatik terhadap partai tertentu sangat tidak dianjurkan. Sebab visi-misi atau
idealisme sebuah partai bisa berubah-ubah atau akan berjalan sesuai otak ketua
partai, bukan suara rakyat. Idealisme dasar partai untuk kepentingan kaum buruh,
tapi cara kerja kadernya dalam tubuh partai tersebut malah mencekik buruh lewat
jalur politik yang kebetulan sudah ia peroleh berkat dukungan masyarakat yang
terhipnotis saat kampanye politik.
Partai
akan disebut ada untuk rakyat jika mengusung calon yang berjuang bersama
masyarakat Lembata, tidak terlibat dan mendukung proyek-proyek mangkrak di
Lembata.
Partai
mesti mengusung calon bermental progresif, punya kemauan besar untuk mengubah wajah
Lembata mulai dari membongkar kasus-kasus yang ada di Lembata saat ini, bukan
hadir untuk pasang badan dan kemudian kasus-kasus seperti proyek mangkrak dan
lain-lainnya ditenggelamkan begitu saja.
Karena
itu, sekali lagi, masyarakat Lembata harus hati-hati menentukan pemimpinnya ke
depan. Bukan hanya pemimpin atau oknum tetapi juga coba lihat keterlibatan
partai untuk Lembata. Karena itu, maksud lain dari argumentasi ini tertuju pada
jalur independen.