Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Salah Besar, Bela Palestina Tapi Tidak Cinta Anak Indonesia

Salah Besar, Bela Palestina Tapi Tidak Cinta Anak Indonesia

Kemerdekaan sebuah negara merupakan amanat yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945. UUD RI sudah dengan jelas menegaskan bahwa setiap aktivitas penjajahan di muka bumi harus dihapuskan dan diganti dengan sebuah kemerdekaan total.

Hal ini terbukti ketika mayoritas warga Indonesia menyerukan pembebasan Palestina dari aksi perangnya dengan negara Israel. Netizen mulai melontarkan kata-kata kutukan terhadap Israel yang dinilai sebagai negara penjajah.

Namun, sayang, banyak warga Indonesia membela Palestina bukan atas dasar kemanusiaannya melainan atas dasar latar belakang agama Islamnya. Padahal, orang Israel dan Palestina hidup dari beraneka macam agama. Tidak semua orang Palestina adalah muslim, sebaliknya tidak semua orang Israel beragama Yahudi.

Baca Juga Israel juga Saudara Kita

Banyak referensi yang menyebut, 70 % warga Israel adalah Yahudi dan sekitar 20 % adalah muslim dan sisanya adalah kristen dan agama-agama lain. Itu berarti, konflik tersebut adalah konflik politik, bukan agama. Sekali lagi konflik politik bukan agama. Dalam konflik politik, sesama muslim yang masuk dalam daftar militer pada kedua negara bisa saling baku bunuh. Muslim Israel bisa menyerang muslim Palestina, begitupun sebaliknya.

Oleh karena itu, kekeliruan sebagian warga Indonesia yang membela Palestina hanya karena latar belakang agama adalah hal yang perlu dikoreksi. Kita mesti mendukung dan memberi jalan tengah bagi kedua negara yang berkonflik untuk segera damai bukan membela yang satu dan menginjak yang lain. Kapan damainya? Padahal kita yang jauh di Indonesia belum tentu tahu jelas sumber konflik kedua negara tetangga yang juga adalah bersaudara.

Saking nafsunya kita berteriak membela Palestina, akhirnya kita lupa diri sendiri. Kita lupa nasib anak-anak Indonesia yang ada pada bangku pendidikan. Kita lupa mengarahkan mereka menjadi pribadi yang baik. Hal ini terbukti ketika seorang anak berinisial  MS, siswi SMA di Bengkulu dikeluarkan dari sekolahnya karena ia membuat sebuah video dengan konten menghina Palestina, walaupun secara hukum positif, kasusnya tidak dilanjutkan.

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (19/5/2021) siswi tersebut sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada sekolah bersangkutan. Namun, mirisnya ialah, pihak sekolah tetap mengeluarkan siswi tersebut. Padahal kita tahu, sekolah adalah ruang pendidikan yang mana setiap siswa/i dididik untuk menjadi manusia yang baik. Jika ada praktik yang tidak edukatif oleh para murid, mestinya sekolah mengoreksi diri bukan mencuci tangan. Apalagi hanya karena menghina Palestina.

Memang benar, kita semua menolak kelakuan siswi tersebut tapi mestinya diberikan solusi yang seimbang bukan menghakiminya. Siswi SMA butuh proses untuk berubah, mematangkan kepribadiannya, dan sekolah mestinya bertanggung jawab untuk membimbingnya menjadi pribadi yang lebih baik.

Kita mestinya mengoreksi diri, kita tidak dilarang untuk membela Palestina sebagai bukti cinta pada manusia tetapi juga jangan melupakan anak-anak kita sendiri. Gara-gara hina Palestina, anak-anak kita digelapkan masa depannya, walaupun hanya dengan alasan satu kesalahan kecil. Ini merupakan bom bunuh diri, memalukan bahwa pihak sekolah tidak bertanggung jawab terhadap anak didiknya sendiri.

Post a Comment for "Salah Besar, Bela Palestina Tapi Tidak Cinta Anak Indonesia"