Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Awololong, Sikap Diam Bupati Lembata dan Peran Masyarakat

Awololong, Sikap Diam Bupati Lembata dan Peran Masyarakat

Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur nampaknya tidak merasa bertanggung jawab terhadap mangkraknya proyek jeti apung Awolong yang menghabiskan dana sebesar 5 miliar lebih. Padahal ide awal terbentuknya proyek abal-abal tersebut tak pernah terlepas dari hasil refleksi panjang Bupati yang beberapa waktu lalu bersama kerabat dekat bersilaturahmi ke Sumba demi turnamen El Tari Memorial Cup tersebut.

Sikap diam bupati Lembata bisa menjadi salah satu indikator bahwa ia tidak merasa bertanggung jawab terhadap proyek tersebut yang berakibat langsung pada kondisi keuangan daerah. Sikap seperti ini patut dicurigai.

Bupati yang pernah ditandu oleh segelintir pendukungnya ini tidak pernah hadir bersama masyarakat kritis Lembata untuk bersama-sama mencari solusi atas mangkraknya Awololong. Bahkan ketika Silvester Samun dan salah seorang yang lain dilabel tersangka oleh POLDA NTT atas mangkraknya proyek tak masuk akal tersebut pun Bupati Lembata merasa biasa-biasa saja. Buktinya, ia masih melantik salah seorang tersangka menjadi Kepala Dinas Pendidikan. Sungguh, sistem birokrasi Lembata amburadul!


Sangat miris, kepala Dinas yang tersangkut masalah korupsi malah dipilih menjadi kepala bagian pendidikan. Ini sebuah keterbalikan dalam sistem pendidikan yang didefinisikan sebagai proses membawa orang dari gelap kepada terang. Karena itu, pendidikan mesti dijauhi dari bau korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa, dan guru seharusnya menjadi teladan.


Rabu (7/7/2021), sebagaimana diberitakan sergap.id, salah seorang Aktivis Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera Kupang), Hamid Nasrudin Anas diperiksa Polres Lembata terkait tuduhan pencemaran nama baik terhadap Bupati Lembata dua periode tersebut.


Yang menarik ialah judul berita tersebut yaitu Anas diperiksa Polisi, Amppera: Bupati Lembata Juga Harus Diperiksa. Judul ini memperlihatkan bahwa ada ketidakadilan hukum yang diciptakan oleh pihak kepolisian dan juga bupati Lembata sendiri. Jika masyarakat kecil yang terjerat masalah walaupun sangat kecil, pihak kepolisian sangat responsif.


Namun, ketika para elit tersangkut masalah-masalah besar yang merugikan banyak orang, nyali kepolisian menjadi loyo. Polisi menjadi lamban melakukan penyelidikan, apalagi jika masyarakat kritis tidak bersuara mendesak.


Sedangkan Bupati Lembata, lagi-lagi sesuai kebiasaannya yakni diam, apatis dan mencari-cari kesalahan masyarakat kecil sebagai jurus membungkam suara minor-kritis di Lembata. Ia tidak pernah hadir untuk menanggapi suara kritis masyarakat tetapi sebaliknya menghindar. Ada apa? Padahal, ia adalah orang nomor satu di Lembata yang semestinya mampu memberikan klarifikasi terkait masalah-masalah publik agar cepat menemukan jalan keluar.


Sebenarnya sangat sederhana, jika Bupati Lembata menginginkan agar masalah proyek Awololong cepat final, mestinya ia responsif, mesti mampu berpartispasi bersama masyarakat kritis. Sebab orang benar harus berani. Hanya orang yang melakukan kesalahanlah yang selalu lari, stres dan mengkambinghitamkan orang lain.


Terkait berita tersebut, nama Bupati Lembata sesungguhnya menjadi salah satu target yang mesti dimintai keterangan terkait Awolong sebagaimana petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum Kejati NTT beberapa waktu lalu. Namun, anehnya, respons cepat Polda NTT hingga kini masih dipertanyakan. Hal ini membuktikan bahwa masih ada ketidakadilah hukum di negri ini.


Hukum bukan lagi panglima kebenaran melainkan perisai para elit. Ini bukan hal baru. Di negri ini, hukum sudah dan selalu menjadi komoditas mendadak yang patut dicurigai mendatangkan lembaran merah.


Oleh karena itu, masyarakat Lembata mesti tetap kritis membaca sikap diam dan apatis Bupati Lembata terkait masalah Awololong. Masyarakat Lembata juga mestinya berani menegur pihak kepolisian agar bekerja pada jalur yang tepat.


Untuk mengontrol baik pihak kepolisian maupun Bupati Lembata, salah satu jalannnya yakni terus mendukung para aktivis pejuang keadilan dan kebenaran demi Lembata tercinta. Selain itu, memanfaatkan media sosial sebaik mungkin sebagai watch dog. Grup facebook bicara lembata new misalnya, mesti diisi oleh suara-suara kritis dengan tujuan kebaikan bersama.


Baca Juga: Dongeng dari Kedang: Permusuhan Manusia dan Ular


Bukan diisi dengan caci maki, saling mengolok-olok dan ungkapan vulgar lainnya yang berpotensi menghasilkan ketidakharmonisan sosial.

 

Post a Comment for "Awololong, Sikap Diam Bupati Lembata dan Peran Masyarakat"