Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Kepada “Mahasiswa” yang Kalahkan Ade Armando dengan “Batu dan Kayu”



Sebuah Catatan Singkat

RAKATNTT.COM – Demonstrasi adalah salah satu ekspresi demokratisasi. Namun, tindakan dehumanisasi dalam demonstrasi adalah gambaran bahwa para demonstran gagal berdemokrasi. Menjadi Aneh bin ajaib ialah tindakan dehumanisasi itu datang dari kelompok mahasiswa yang “katanya” membela masyarakat. Berteriak demokrasi sambil membunuh demokrasi?

Video viral memalukan atas tindakan pengeroyokan terhadap akademisi Universitas Indonesia, Ade Armando, adalah tindakan biadab tak berperikemanusiaan. Pengeroyokan ini, selain membuktikan mahasiswa gagal berdemokrasi juga ekspresi minimnya dunia diskursus di lembaga-lembaga pendidikan tinggi atau di ruang publik lainnya. Padahal, J. Habermas pernah bilang diskursus rasional di ruang publik mesti dibangun untuk menemukan solusi terakhir. Dalam diskursus tersebut, setiap orang bebas bicara tanpa ada larangan atau tekanan. Di ruang publik, kebenaran itu diuji.

Sangat disayangkan, mahasiswa yang katanya banyak membaca buku–barangkali sudah baca pendapatnya Habermas–punya baju kebesaran yang sering dipamer-pamerkan di fecebook misalnya, tak paham diskursus rasional. Kemudian, bangga mengeroyok Ade Armando sambil memuji diri sebagai pembela rakyat. 

Apakah, rakyat Indonesia memiliki cara berpikir yang didominasi roh jahat sehingga menyalurkan aspirasi mereka mesti didahului dengan jalan kekerasan? Ini selain gagal berdemokratisasi juga telah mencoreng nama mulia mahasiswa itu sendiri.

Para mahasiswa mesti paham, bahwa sebagai warga negara, setiap orang diberi ruang kebebasan berekspresi khususnya bernarasi di ruang publik, sebagaimana Ade Armando. Karena itu, untuk melawan Akademisi tersebut, bukan dengan “batu dan kayu” tapi lewat diskursus, lewat adu argumentasi, bernalar dan tindakan rasional lainnya. 

Apalagi, dalam rekaman video yang beredar, Ade Armando mendukung aksi mahasiswa sambil memberikan sebuah koreksi bahwa sudah ada indikasi perpecahan mahasiswa. Artinya, Ade Armando menginginkan mahasiswa bersatu untuk berdemonstrasi, menolak perpanjangan kekuasaan. Lalu, apa sesungguhnya motivasi mengeroyok Ade Armando? 

Karena itu, tidak salah juga ada kecurigaan bahwa demonstrasi tersebut tidak murni. Barangkali ada tunggangan atau kepentingan lain yang dibela.

Dukung Poin Demonstrasi

Walaupun ada ekpresi kebinatangan yang diperlihatkan oleh sebagian kecil mahasiswa–saya sebut mahasiswa karena belum ada data jelas bahwa tindakan itu datang dari preman Jakarta–dalam aksi demonstrasi, tetapi perlu disadari bahwa poin inti atau tuntutan utama dalam aksi massa tersebut perlu didukung. Maka, apresiasi bagi mahasiswa yang konsisten turun ke jalan dan berteriak demi sebuh kemaslahatan bersama di negri kaya agama dan “orang yang mengaku diri saleh” ini.

Demonstrasi mesti tetap dibangun untuk mendorong terwujudnya demokrasi. Selain itu, dengan adanya demonstrasi, pemerintah bisa disadarkan bahwa ada kebijakan yang salah, ada kebijakan yang harus dikritik dan dikoreksi.

Namun, harus diingat bahwa tindakan dehumanisasi, pengeroyokan terhadap manusia adalah tindakan kejahatan, maka perlu dihindari. Bukan hanya untuk mahasiswa, tentu juga menjadi catatan bagi pihak keamanan. Sebab seringkali, pihak keamanan melakukan tindakan represif dalam mengontrol jalannya demonstrasi.

 

Post a Comment for "Kepada “Mahasiswa” yang Kalahkan Ade Armando dengan “Batu dan Kayu”"