Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Silsilah Keturunan Orang Kedang Lembata, Masih Ada atau Sudah Punah?

 


RakatNtt.com – Silsilah keturunan menjadi sebuah tradisi penting di berbagai daerah. Silsilah merupakan tradisi penting karena tanpanya, barangkali orang tercerabut dari akar atau kehilangan identitas diri. Orang tidak tahu lagi nama-nama leluhur yang telah melahirkan ayah dan ibunya.  Tentu saja tradisi menghafal silsilah di berbagai daerah tidak sama; ada yang menghafal dari awal sampai akhir tetapi barangkali ada yang hanya mampu menghafal 3 sampai 5 lapis keturunan. Namun, tahukah Anda bahwa di daerah-daerah tertentu pula, masyarakat setempat mampu menghafal 30 sampai 70-an lapis keturunan?

Orang Kedang Bisa Hafal Silsilah

Tradisi menghafal silsilah keturunan dimaksud masih diwariskan oleh orang Kedang di Kabupaten Lembata NTT. Tradisi ini menjadi bagian yang terpenting dalam perjalanan kehidupan orang Kedang sejak zaman kapak hingga android. Luar biasanya ialah, tradisi menghafal silsilah keturunan ini tidak hanya terbatas pada 3 sampai 5 lapis  tetapi dari awal sampai akhir yang jika dihitung sudah sekitar 40-an lapis keturunan. Pertanyaanya; mengapa orang Kedang mampu menghafal silsilah keturunan dan  apa rumus yang dipakai sehingga tradisi ini tidak punah?

Pertama, orang Kedang memiliki tradisi bicara atau warisan lisan. Sejak seorang anak dilahirkan, ia sudah mulai dididik untuk menghafal silsilah keturunan melalui pemberian nama lokal – bukan nama agama seperti Yohanes, Markus, Abubakar dll. Nama lokal yang disematkan pada diri seorang bayi dimaksudkan untuk mempermudah menghafal silsilah ketunanan. Maka, biasanya orang Kedang akan memberi nama leluhur atau nama opa dan atau oma yang telah meninggal kepada bayi tersebut.

Ketika bayi bersangkutan mulai bertumbuh maka ayah dari bayi tersebut akan menarasikan atau menceritakan kembali garis-garis keturunan pada anak tersebut. Hal ini akan membuat anak itu mudah menghafal silsilah keturunan. Tradisi ini biasanya dilakukan sebelum tidur malam. Tentu saja berbeda dengan sekarang, anak-anak diberi android agar orangtua tidak kepala sakit.

Kedua, Ka Tutu’ Min Tehe’. Secara harafiah dapat diterjemahkan demikian “makan bersama sambil bercerita.” Dalam tradisi ini, ketika anak mulai bertumbuh semakin besar dengan tubuh kian kekar, orangtua, khususnya sang ayah akan mengajarkan kepada anak tentang silsilah keturunan pada saat makan malam bersama misalnya. Tradisi ini dilakukan berulang-ulang kali setiap hari. Hasilnya, orang-orang Kedang mudah menghafal silsilahnya mulai dari dirinya hingga moyang Uyolewun.

Ketiga, Peran Sekolah. Di sekolah, khususnya SD, ada Mapel Muatan Lokal. Hingga saat ini, yang unik di Kedang adalah tugas mencatat silsilah  dan membacakan di depan teman kelas dan guru Mapel. Tradisi sekolah yang diadopsi dari sistim pendidikan masyarakat Kedang ini masih berlangsung hingga sekarang. Dengan demikian, menghafal silsilah bukan hanya dilakukan di rumah melainkan juga di sekolah resmi.

Keempat, Nama Panggilan. Ada yang unik di Kedang yang barngkali sudah mulai punah yakni tentang cara orang Kedang memberi atau memanggil nama seseorang. Nama panggilan di Kedang cukup unik. Ketika si A memanggil rekannya si B, Si A akan memanggil lengkap nama si A dengan nama ayah dari si A. Jadi misalnya seseorang bernama Boli dan ayahnya bernama Kopa’. Maka dalam sapaan setiap hari, orang akan memanggilnya lengkap dengan nama ayah yakni BOLI KOPA’. Hal ini juga menjadi tradisi yang memudahkan orang Kedang menghafal silsilahnya.

Mulai Pudar

Apakah tradisi menghafal silsilah ini masih ada di Kedang? Masih, jawaban singkatnya, tetapi mulai pudar. Menurut penulis ada beberapa faktor penyebab.

Pertama, masuknya Agama. Tak dimungkiri, agama Samawi masuk ke Kedang memberi banyak pengaruh, salah satunya nama lokal orang Kedang seperti Boli, Kopa’, Peu, Aur, Nowin, Lole’ dll mulai hilang. Orang perlahan-lahan memberi nama bayi sesuai nama versi agama tanpa disusul nama lokal, misalnya, Yohanes Peu, Abubakar Boli. Namun, yang dipakai ialah nama depan dan belakang menggunakan nama warisan agama samawi. Hal ini turut memperumit orang Kedang menghafal silsilah keturunanya. Sebab biasanya yang dihafal dalam silsilah adalah nama lokal.

Kedua, Perkembangan zaman. Dulu, anak-anak TKK atau SD rajin dekat dengan ayahnya untuk mendenganr silsilah atau cerita-cerita rakyat. Sekarang sudah beda bos. Anak-anak malah dimanjakan dengan android untuk menonton tiktok. Hasil akhirnya, tradisi menghafal silsilah keturunan pun perlahan-lahan pudar dan suatu waktu akan hilang.

Contoh Silsilah

Sebagai contoh, penulis menampilkan silsilah keturunan penulis dalam suku Odelwala.

Rian-Leu-Lele-Laleng-Boli-Nope-Upe-Sole-Odel-Wayan-Kedang-Rawang-Hereng-Toda-Todo-Lele-Kayo-Baran-Ai-Pu’en-Abe-Retung-Puda-Matur-Aur-Matan-Lia-Loyo-Buya’-Subang-Pulo-Pitang-Raya-Wuyo-Lewun.

Sebagai catatan, versi silsilah orang  Kedang tidak sama, ada yang punya silsilah sampai Omesuri-Buyasuri tetapi ada yang hanya sampai pada Loyo Buya’ Subang (Loyo Buya’ atau Matahari putih). Walaupun ada beberapa versi yang berbeda tetapi muaranya tetap pada nama Wuyolewun atau Uyolewun, leluhur agung yang melahirkan sebagian besar orang Kedang Lembata dengan Daftar Pemilih Tetap terbanyak di Lembata, hehehe.*** (Rian Odel)

 

 

 

4 comments for "Silsilah Keturunan Orang Kedang Lembata, Masih Ada atau Sudah Punah?"

  1. Sil sila Kedang jg merupakan sarana perekat tali persaudaraan. Terlepas bahwa sil sila itu benar atau sekedar mitos, ttpi pengaruhnya sungguh besar dlm merawat nilai-nilai persaudaraan. Orang Kedang bilang, maten Pulu wuoq udeq, ihin puluh meter udeq.
    Sekedar masukkan, adegium Ka tutuq, min teheq. Mungkin lebih tepat, a tutuq, tin teheq.

    ReplyDelete