Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

KOLABORASI LINTAS SEKTOR SEBAGAI UPAYA MEMULIHKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA

KOLABORASI LINTAS SEKTOR SEBAGAI UPAYA MEMULIHKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA

Oleh: Maria Noviyanti Meti


Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kerap menghadapi persoalan kepunahan spesies. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagaimana diolah Badan Pusat Statistik (BPS), Red-List Index Indonesia menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2018 hingga 2022. Red-List Index sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur risiko kepunahan suatu kelompok spesies secara keseluruhan.

Burung endemik pulau Sumatera yang dalam bahasa ilmiah dikenal dengan nama 𝘎𝘒𝘳𝘳𝘢𝘭𝘒𝘹 Bicolar (Keterangan Gambar: Instagram/@Kementerian LHK)


BPS menguraikan bahwa indeks ini memiliki rentang nilai antara 0 hingga 1 poin, di mana nilai 0 menunjukkan bahwa seluruh spesies dalam daftar telah punah, sedangkan nilai 1 menandakan tidak adanya risiko kepunahan bagi spesies mana pun. Pada tahun 2018, misalnya indeks kepunahan berada di angka 0,77 poin dan bertahan hingga tahun 2019. Lebih lanjut, pada tahun 2020, indeks tersebut mengalami penurunan menjadi 0,76 poin dan tetap sama pada tahun 2021. Sementara itu, pada tahun 2022, angkanya turun menjadi 0,75 poin. Penurunan ini semakin mendekati nilai 0, yang berarti risiko kepunahan semakin meningkat.

Aktivitas deforestasi, perubahan iklim, dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam disinyalir sebagai penyebab utama punahnya keanekaragaman hayati yang dulunya banyak ditemukan di Indonesia. Padahal, keanekaragaman hayati sendiri memiliki peran yang sangat krusial dalam menjamin keberlangsungan hidup serta kesejahteraan manusia. Dari kualitas udara, air, dan tanah, hingga keseimbangan lingkungan, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, bergantung langsung maupun tidak langsung pada keberagaman hayati.

Kepunahan keanekaragaman hayati tidak hanya mengakibatkan hilangnya spesies tertentu, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem yang kompleks. Kehilangan satu spesies dapat menimbulkan efek berantai yang merugikan ekosistem yang lain, seperti hilangnya pemangsa alami atau perubahan dalam proses penyerbukan tanaman. Dalam riset Jainuddin (2023) berjudul “Dampak Deforestasi terhadap Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem”, disebutkan bahwa fakta ini menyebabkan berkurangnya kemampuan ekosistem untuk menyediakan layanan penting seperti penyediaan pangan, air bersih, serta pengendalian hama. Pertanyaannya adalah, apa upaya yang telah dan sedang dilakukan pemerintah? Seberapa efektifkah upaya tersebut?

Melihat Upaya Pemerintah

Dalam rangka mengatasi sejumlah krisis tersebut di atas, Indonesia telah meluncurkan berbagai upaya mitigasi yang bertujuan melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati. Salah satu langkah utama adalah perlindungan habitat alami, yakni melalui pembuatan dan pengelolaan kawasan konservasi seperti taman nasional, suaka margasatwa, dan cagar alam (Fachuruddin M Mangunjaya, dkk, 2017). Langkah tersebut juga melibatkan penguatan regulasi terhadap konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Regulasi yang dimaksud tertuang dalam Ketentuan UU No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

Selain itu, ada upaya penguatan konservasi keanekaragaman hayati, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Hendra Yusran Siry menjelaskan ada tiga pilar penting dalam Konservasi Sumber Daya Ikan (SDI), yakni perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan secara berkelanjutan.

“Ketiga pilar ini tidak bisa dipisahkan dan saling mendukung satu sama lain,” pungkas Hendra dalam diskusi bertajuk “Urgensi Keanekaragaman Hayati” yang diselenggarakan pada Senin (28/06/2021) lalu.

Selain itu, rehabilitasi dan restorasi ekosistem yang rusak menjadi fokus utama pemerintah. Program reforestasi yang mencakup penanaman kembali hutan, dan restorasi lahan gambut berperan penting dalam mengembalikan fungsi ekosistem yang hilang serta mengurangi emisi karbon. Program khusus untuk perlindungan spesies yang terancam punah juga telah diterapkan, termasuk pengembangbiakan di penangkaran dan pelepasan kembali ke alam, serta pemantauan populasi untuk mencegah perburuan liar (Maman Turjaman, dkk, 2023). 

Bukti lain yang menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk menghentikan kepunahan dan memulihkan keanekaragaman hayati terlihat dari penyelamatan 2.490 satwa liar, memastikan kelahiran dua Badak Sumatera di Way Kambas, serta pelepasliaran ribuan satwa ke habitatnya. Sejak 2016, program konservasi telah melahirkan lebih dari 650.000 satwa baru. Melansir laman resmi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, upaya-upaya tersebut mencerminkan tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian alam. 

Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat, Wahyudin mengungkapkan skeptisisme terhadap peran pemerintah. Ia memotret ragam persoalan yang mengganggu survivalitas spesies di Indonesia. Riset WALHI Jawa Barat menemukan masih banyaknya kegiatan yang berdampak menimbulkan kepunahan spesies. Karena itu, "bagi kami belum nampak program [pemerintah] tersebut," terang Wahyudin. 

"Faktanya, kegiatan-kegiatan memburu masih tinggi dan kerusakan lingkungan yang merubah bentang alam masih berdampak kepada keanekaragaman hayati. Jika benar program itu dijalankan, maka di lokasi mana tingkat keberhasilan program tersebut?" lanjutnya.

Wahyudin juga menyebut bahwa hingga kini beberapa daerah di Indonesia, khususnya Jawa Barat belum memiliki pusat penelitian yang spesifik terhadap penyelamatan primata (hewan yang dilindungi), sehingga potensi keterancaman hayati di Jawa Barat sangat tinggi. Persoalan tersebut, pungkas Wahyudin bertolak dari “aktivitas tambang, pembangunan infrastruktur, serta pengembangan wisata yang merubah bentang alam.”

WALHI sebagai organisasi lingkungan, juga turut andil dalam upaya menyelamatkan spesies dan memastikan keberlangsungan keanekaragaman hayati. Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah penyelamatan 'Owa Jawa' berbasis konservasi bersama masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa isu kepunahan spesies masih sering terjadi di Indonesia? Apa langkah konkret yang harus dilakukan untuk memulihkan keanekaragaman hayati?

Kerja Kolaboratif

Upaya memulihkan keanekaragaman hayati tentu tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah dalam hal ini perlu membangun kolaborasi lintas sektor untuk memastikan perkembangan dan keberlanjutan spesies di Indonesia. Pemerintah sendiri berperan penting dalam melakukan penguatan kebijakan dan penegakan hukum. Instruksi Presiden (INPRES) tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan yang diterbitkan pada tahun 2023 menekankan integrasi pelestarian keanekaragaman hayati dalam perencanaan pembangunan nasional. Penegakan hukum yang lebih ketat terhadap kegiatan ilegal seperti perburuan dan perdagangan satwa liar harus menjadi bagian penting dari upaya ini.

Kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas lokal, sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam konservasi. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan dalam program kemitraan untuk konservasi, pendidikan lingkungan, dan peningkatan kapasitas masyarakat menjadi krusial. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui program pendidikan dan kampanye publik juga membantu mengubah sikap dan perilaku, serta mendorong keterlibatan aktif dalam kegiatan konservasi.

Sementara, ekowisata berkelanjutan menjadi salah satu pendekatan yang dapat memberikan manfaat ekonomis sekaligus mendukung upaya pelestarian lingkungan. Pengembangan ekowisata yang dikelola secara berkelanjutan dapat memberdayakan masyarakat lokal untuk menjaga keanekaragaman hayati sambil memperoleh pendapatan.

Dengan kerja sama yang solid dan komitmen yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjaga dan melestarikan kekayaan hayati. Langkah-langkah mitigasi yang terkoordinasi dan berkelanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat terus menikmati manfaat dari keanekaragaman hayati yang luar biasa.