Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Filosofi Bongan We’: Musyawarah Mufakat dalam Budaya Kedang Lembata

 


 


 

RakatNtt – Setiap kata selalu memiliki makna, setiap konsep punya tujuan. Hal demikianlah yang bisa kita temukan dalam konsep bongan we’. Konsep ini merupakan sebuah kekhasan dalam kearifan lokal orang Kedang di Lembata NTT. Makna umum dari konsep bongan we’ berarti pertemuan atau musyawarah untuk menyepakati sesuatu.

Bongan secara harafiah berari leher salah satu bagian dari tubuh manusia. We’ berarti tubuh atau badan. Dua kata ini ketika digabungkan maka maknanya menjadi musyawarah mufakat atau pertemuan bersama.

Pertemuan yang dimaksudkan bisa beragam bentuk dan persoalannya. Bisa pertemuan dalam internal suku, kampung, maupun pertemuan untuk menyelesaikan sebuah persoalan horisontal yng ada di Desa. Walaupun amat sederhana, tetapi jika didalami lebih serius konsep bongan we’ punya makna tersembunyi bagi orang Kedang yang selama ini mungkin tak disadari.

Bongan we’ sesungguhnya menempatkan leher sebagai salah satu bagian dari tubuh manusia sebagai yang utama. Leher atau bongan merupakan bagian tubuh yang menghubungkan kepala dengan  dada. Kepala merupakan otak dari manusia, di sana ada mulut, mata, telinga dan hidung sedangkan dada selalu berkaitan dengan hati atu rasa. Artinya, dalam setiap pertemuan bersama, setiap orang yang hadir mesti menyadari dirinya sebagai penghubung antara kepala (otak) dan dada (hati). Mesti ada keseimbangan antara dua kekuatan itu. Jika tidak, otak bisa mendominasi rasa juga sebaliknya.

Kecerdasan otak yang muncul melalui kepandaian berkata-kata mesti diimbangi dengan kebijaksanan hati, penuh pertimbangan, rasa mesti juga dipakai dalam setiap momen pertemuan. Jangan sampai otak mendominasi yang membuat kita menjadi sombong bahkan mungkin menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Maka pentingnya menyeimbangkan dengan rasa. Itulah sebenarnya konsep dasar dari bongan we’. Leher sebagai jembatan otak dan hati.

Tujuannya jelas agar pertemuan bersama membawa manfaat untuk semua bukan sebaliknya melahirkan perpecahan. Orang yang mengikuti pertemuan dengan terlebih dahulu mengonsumsi tuak sampai mabuk tak akan paham makna dari bongan we’. Sebab otak dan rasanya sudah tumpul; ia akan berkata-kata secara bebas tanpa kontrol; tanpa memikirkan hubungan kekeluargaan.

Dengan demikian, konsep tentang bongan we’ ini tak boleh hanya dipahami secara harafiah tetapi mesti dilihat lebih mendalam. Sebab ada makna filosofi yang tersembunyi dan sudah saatnya mesti disebarluaskan sebagai ilmu untuk dipahami bersama.

 

Post a Comment for "Filosofi Bongan We’: Musyawarah Mufakat dalam Budaya Kedang Lembata"