Seruan Moral Jhon Batafor di Peten Ina
RakatNtt - Jhon Batafor adalah salah satu atau mungkin satu-satunya anggota DPRD Lembata yang pernah menganjurkan agar tunjangan fantastis Wakil Rakyat dipangkas atau dihapus. Namun, apa daya tangan tak sampai, di dalam gedung yang bernama Peten Ina: ingat mama itu, hanya Jhon seorang diri. Ia tidak mendapat dukungan dari rekan-rekan lain yang dijuluki pelayan rakyat. Ia malah dibully dan diolok.
Seruan moral Jhon ini menjadi tanda rasa peduli dan empati terhadap masyarakat, apalagi Wakil Rakyat berarti harus melayani rakyat, salah satunya dengan mengurangi tunjangan yang tidak perlu. Kerja DPRD adalah omong-omong tentang rakyat. Lantas dengan kerja seperti itu, mereka layak mendapatkan tunjangan sampai 17 juta? Di tengah beban utang PEN dan efisiensi, mestinya kesadaran pemangkasan tunjangan harus lahir otomatis dalam diri wakil rakyat sebagaimana Jhon.
Lantas, ia dibilang bahwa di depan tolak, di belakang terima. Ya, ini juga konsekuensi lanjutan ketika ia sendiri tak berdaya menghadapi kekuatan lembaga yang mayoritasnya justru merasa nyaman dengan tunjangan fantastis. Jika di belakang Jhon terima, apakah ia layak diolok-olok? Tidak segampang itu! sebelum jadi wakil rakyat, Jhon sudah menjalankan misi kemanusiaan yang konkrit bersama komunitas Taman Daun untuk membantu orang miskin ekstrim.
Maka, walaupun Jhon tetap terima uangnya, tetapi manfaat dari uang itu ia alihkan untuk misi kemanusiaan. Bukan hanya membantu orang Lembata melainkan orang Flores Timur yang terdampak gunung Lewotobi pula. Ia bekerja lintas Kabupaten. Oleh karena itu, usaha untuk menjatuhkan Jhon dengan argumenasi labil: di depan tolak di belakang terima tidak menjadi sebuah cambuk. Sebab banyak orang susah di Lembata kenal Jhon Batafor dan misi kemanusiaannya.
Pertanyaan kita, mengapa seruan moral dari Jhon tidak ditanggapi secara positif oleh Lembaga Peten Ina? Seharusnya, seruan Jhon menjadi pertimbangan baru yang sangat rasional dan kontekstual. Ketika regulasi mengkudeta cara berpikir kritis dan membuat nyaman sendiri, kita butuh Jhon untuk melabrak kemapanan di Peten Ina.
Mestinya, seruan Jhon menjadi bahan refleksi bagi DPRD Lembata untuk bisa melihat diri dan melihat Lembata ini; mau dibawa kemana? Saya teringat Bupati Tuaq berkata, Pemerinah takut jika keringat yang dikeluarkan tak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Ungkapan sinisme ini harus dibaca secara serius untuk membuka kesadaran diri para Wakil Rakyat.
Dengan demikin, seruan Jhon tak boleh dilihat
sebagai bentuk pencitraan palsu melainkan sebuah ajakan untuk berbenah dan
memperbaiki diri agar jurang lebar antara DPRD dan Rakyat bisa dihilangkan
dengan secara simbolik memangkas tunjangan. Hanya pangkas bukan hapus total!
Jika masih ada DPRD yang menolak; kita bisa menduga motivasi awal menjadi wakil
rakyat – untuk melayani siapa?
Jhon berseru-seru di padang gurun seperti Yohanes
Pembptis tetapi seruannya bisa menjebaknya sendiri; ia bisa “dibunuh.” Semoga
masyarakat Lembata bersama Jhon.
Post a Comment for "Seruan Moral Jhon Batafor di Peten Ina"
Komentar