Anak-anak Matahari (Loyo) dalam Silsilah Orang Kedang
RakatNtt - Nomen est omen, nama adalah tanda, nama selalu bermakna. Orang Kedang pun selalu demikian, proses pemberian nama kepada anak manusia tidak asal tempel atau asal jadi. Semuanya dimulai dengan proses refleksi. Pada periode tertentu, nama-nama orang Kedang diambil dari refleksi atas yang transenden, yang jauh, yang sulit dijangkau, misalnya nama orang menggunakan nama matahari, bulan dan bintang.
Periode berikutnya menggunakan nama pohon-pohon dan kini sudah bercampur dengan menggunakan nama-nama versi agama baik Islam maupun Katolik. Semua tradisi pemberian nama ini tak lahir tiba-tiba, ia selalu berproses dari hasil perjumpaan atas realitas.
Hal yang unik yakni pemberian nama orang pada zaman dulu dengan menggunakan nama-nama bulan, matahari dan bintang. Matahari selalu dilihat sebagai induk atau yang melahirkan. Tulisan ini menampilkan kepada kita anak-anak loyo atau matahari – dengn dua makna yakni pertama sebagai nama orang atau para leluhur, kedua, sekaligus sebagai personifikasi atas kehadiran yang transenden atau dewa-dewa, kekuatan yang tak terjangkau dn makna-makna lainnya.
Dalam silsilah orang Kedang, selalu dimulai dengan kata Lewun yang sebenarnya berasal dari kata Leu atau Lewo – menunjukkan sebuah tempat awal mula. Bahkan semua penduduk bumi dalam gambaran silsilh Kedang datang dari satu tempat yang bernama Lewun – bermakna tempat dan sekaligus sebagai nama orang atau Leluhur. Lewun melahirkan berlipat ganda manusia hingga pada nama Loyo (Matahari). Ada beberapa anak yang dilahirkan oleh Loyo sebagai berikut:
Popoq (perempun tunggal), Lia (melahirkan mayoritas orang Kedang), Lahar (melahirkan suku Orolaleng), Wula (melahirkan Omesuri dan Buyasuri – ini salah satu versinya), Nuhan (sebagai ibu dari makanan dan yang melahirkan hewan-hewan), Pari (cahaya matahari pada siang hari), Nojor (kisah selanjutnya kurang jelas) – mungkin masih ada yang lain. Kita coba bahas satu per satu.
Popoq Loyo
Dari tujuh anak Loyo, terdapat salah satu perempuan tunggal yang bernama Popoq. Ia ini pulalah yang kemudian dikurbankan dan menghasilkan makanan berlimpah bagi saudara-saudaranya – bandingkan kisah Tonu Wujo dll.
Lia Loyo
Selain sebagai nama salah seorang leluhur Kedang, Lia juga punya makna lainnya. Lia dipersonifikasi juga sebagai nama dari Wujud Tertinggi – Lia hura’ Atedi’en – Lia menciptakan manusia. Selain itu, Lia juga diyakini sebagai dewa kesembuhan. Dalam salah satu versi cerita, Lia adalah ibu dari para molan maren. Makna berikutnya, Lia adalah sang dewa api atau penerang yang hadir melalui bintang pagi. Makna mikrokosmis dari dewa api atau penerang ini dapat ditemukan pada makna dari Lia Matan – tungku api di dapur – yang dapat berarti sumber api, sumber terang. Jadi dapat kita pahami bahwa betapa dalamnya sebuah proses refleksi orang Kedang ketika memberi nama pada manusia.
Wula Loyo
Sebagian orang Kedang, khususnya daerah pedalman Ili Olong E’a Laleng masih mewariskan silsilah bahwa Omesuri dan Buyasuri merupakan anak dari Wula Loyo. Mereka menolak bahwa Omesuri dan Buyasuri melahirkan orang Kedang. Akibat dari perkawinan sedarah, ketururunan dari Omesuri dan Buyasuri tidak sehat dan kemudian hilang.
Namun, sebagian orang Kedang lainnya mewariskan silsilah bahwa Omesuri dan Buyasuri melahirkan orang Kedang – ya demikianlah tradisi lisan, selalu terpotong-potong. Dalam keykinan tertentu, Wula ini adalah ibu dari yang gaib dalam arti ilmu hitam yang menguasai malam.
Nuhan Loyo
Nuhan melahirkan Naran kemudian Naran melahirkan Bapa Naran dan Areq Naran. Bapa Naran menjadi buaya – maknanya bhwa hewan atau binatang juga adalah saudara kita – dan Areq Naran dikurbankan menjadi mekananan – bdk. Tonu Wujo, dll
Lahar Loyo
Melahrikan orang Kedang dalam suku Orolaleng – juga versi tertentu dikisahkan bahwa dirinya dikurbankan dalam sebuah sayin bayan.
Pari Loyo
Adalah gambaran akan cahaya terik matahari pada siang hari. Yang terakhir adalah Nojor Loyo – kisahnya masih samar-samar. Demikianlah, nama anak-anak dari Loyo. Semua nama tersebut tidak memiliki makna tunggal, selalu dipersonifikasi dengan makna-makna lainnya. Misalnya Wula Loyo (bulan dan matahari) sebagai Wujud Tertinggi yang transenden atau jauh. Padanannya yakni Leu Awu’ atau Ero Awu’ – Wujud Tertinggi yang dekat atau imanen.
Demikian pun kita yang hidup saat ini, harus selalu memaknai
nama yang melekat pada kita. Sebagai guru, Politisi dan lain sebagainya, selalu
harus dimaknai bahwa nama tidak sekadar nama. #leluhur
Post a Comment for "Anak-anak Matahari (Loyo) dalam Silsilah Orang Kedang"
Komentar