Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Anak Muda Pelihara Babi di Tengah Bahaya Covid-19


 


            Gara-gara Covid-19, aktivitas ke Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT terhambat. Kebutuhan-kebutuhan urgen yang seharusnya diperoleh di Kota tersebut tiba-tiba terhenti. Isu kehadiran virus berbahaya yang konon katanya berasal dari negri China membuat pergerakan ekonomi di Maumere dan sekitarnya menjadi setengah lumpuh. Desa Takaplager, Kecamatan Nita; tepatnya di atas bukit sandar matahari-Ledalero, para Frater Serikat Sabda Allah yang menghuni Wisma santo Yosef Frainademetz pun mengalami kewalahan. Dilematis, antara pulang kampung atau tetap berada di Biara, menghadirkan kebingungan yang sulit diputuskan. 

Namun, sebagai kaum Biarawan, mereka tetap diperkenankan untuk berada di Biara, sebab pulang kampung bisa membuat penduduk merasa panik tak terhingga. Saya berkesempatan meliput kegiatan mereka pada  Selasa (28/4). Untuk mengisi waktu-waktu luang, mereka tentunya memiliki bervariasi kegiatan di Biara. Selain tugas-tugas sebagai Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, mereka juga memiliki kegitan-kegiatan lain. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh beberapa Frater di Wisma Yosef Ledalero ialah memelihara babi. 

Tugas ini, menurut Andre adalah tanggung jawab seksi peternakan. Saban hari, baik pagi maupun sore, mereka tetap berada di kandang untuk merawat kehidupan enam ekor babi. Menurut ketua seksi peternakan tersebut, memelihara babi adalah salah satu jalan untuk menjawab himbauan pemerintah yaitu bekerja dari rumah. “Bekerja dari rumah, kami wujudnyatakan dengan cara memelihara babi di rumah dan tidak keluar ke Kota Maumere”, tutur pria kelahiran Lembata tersebut dengan penuh suka cita. Selain Andre, ada Edu dan Rian. Ketiganya ditugaskan untuk memelihara babi demi menunjang kebutuhan dapur di Wisma Santo Yosef.

Di sekitar kandang babi, tumbuh banyak pohon pisang yang subur nan hijau sebab musim hujan baru saja pergi. Batang-batangnya sangat besar dan berisi; cocok untuk makanan bagi enam ekor babi yang sudah mulai gendut sebab sudah berusia kira-kira empat bulan. Untuk itu, Andre dan kedua temannya mesti bekerja keras membanting tulang supaya persediaan makanan seimbang dengan luas lahan dalam lambung enam ekor babi itu. 

Mereka mamanfaatkan harta benda dari alam untuk diolah menjadi makanan kesukaan enam ekor babi itu. Batang pisang pertama-tama diiris supaya bentuknya menjadi kecil dan halus, kemudian dimasak sampai mendidih. Jika ada makanan sisa dari dapur Wisma, dicampurkan dengan irisan batang pisang agar babi-babi itu lebih semangat melahapnya. Selain tumbuh banyak pohon pisang, ada juga pepohonan pepaya, kelor, kelapa dan rumput-rumput liar lainnya yang secara cepat disulap menjadi makanan babi oleh ketiga Frater tersebut. 

Sungguh luar biasa strategi alamiah yang diciptakan oleh ketiga anak muda yang berasal dari kampung berbeda tersebut. Edu dengan logat khas bahasa Tetun, kabupaten Belu, Timor berkata bahwa memelihara babi mesti membutuhkan ketulusan jiwa-raga anak muda sebab pekerjaan seperti ini lazim dicap kotor dan karena itu sulit atau jarang dikerjakan oleh anak muda. Kata-katanya sungguh inspiratif dan patut diadopsi oleh kaum muda lainnya. “Di tengah wabah Corona seperti ini, kita mesti kreatif bekerja dari rumah, misalnya memelihara babi khususnya oleh anak-anak muda. Kita tidak boleh melihat pekerjaan ini sebagai sesuatu yang kotor”, tegas Frater Edu.

 

 

 

 

            Di sudut kanan kandang babi, terbentang satu lahan kecil yang dijadikan kebun lombok oleh ketiga anak muda tersebut. Selain bekerja di kandang babi, mereka juga membagi waktu untuk menanam lombok dan merawatnya sampai berbuah ranum dan berwarna merah segar. Persediaan lombok yang lumayan banyak ini bukan dijadikan komoditas melainkan dimanfaatkan untuk kebutuhan setiap hari para Frater di Kamar Makan.

“Lombok yang pedis cocok dikunya dengan ubi rebus atau pisang bakar”, kata Rian sembari tertawa gembira. Mengapa tidak, lombok yang mula-mula dirawat dengan susah payah, kini bertumbuh subur dengan lancar. Selain memasak makanan babi, mereka juga membakar beberapa buah pisang untuk makanan penambah energi saat bekerja; ditambah dengan daun pepaya dan dicampur dengan lombok segar. Kata Edu, daun pepaya bisa mengusir penyakit demam berdarah. Ya, kekuatan daun pepaya sejak zaman Nenek Moyang orang NTT, sudah diakui daya tahannya untuk melawan penyakit demam berdarah yang akhir-akhir ini menyerang orang Maumere. 

Bekerja sambil makan pisang bakar menunjukkan situasi seperti di kampung halaman sendiri. Ketiga anak muda itu bekerja apa adanya dan sangat suka cita menjadi pengurus babi. Selain memberi makan, dan memasak makanan babi, mereka juga membersihkan kandang babi baik bagian dalam maupun luar sehingga terlihat bersih dan paling kurang ada aroma wangi di sekitar kandang babi.

            Anak muda memelihara babi ternyata sangat mudah dan sebuah pekerjaan yang seharusnya dinikmati di tengah wabah Covid-19 yang masa berakhirnya entah.

Membaca Buku di Kandang Babi     

            Sebagai mahasiswa Filsafat, Andre dan kedua temannya mesti menggunakan waktu luang secara serius untuk menghabiskan tugas-tugas kuliah yang diberikan oleh para dosen. Dengan spirit belajar dari rumah, ketiganya memanfaatkan waktu secukupnya untuk membaca buku. Namun, uniknya ialah membaca di kandang babi – walaupun tidak dilakukan secara rutin saban hari tapi nilai positifnya tetap diprioritaskan. Sebelum beraktivitas sebagai peternak babi, ketiga anak muda ganteng itu menggunakan waktu kira-kira setengah jam untuk mengisi otak lewat membaca buku. Salah satu alasan logis membaca di kandang babi karena situasi alam yang sejuk; kehadiran pepohonan hijau memberi udara yang segar sehingga proses membaca buku terasa sangat nikmat.

“Kami menikmati buku dan alam sekaligus”, kata Rian yang hobi membaca buku sastra. Pascakeputusan dari Kampus bahwa kegiatan kuliah tatap muka dihentikan sesuai arahan Pemerintah, maka semua kegiatan belajar dilangsungkan di rumah masing-masing. Yang unik ialah membaca buku sebelum memasak makanan babi. Ini sangat alamiah dan kreatif; selain otak yang diisi tenaga baru, otot juga perlu dikembangkan sehingga ada dua manfaat positif yang diperoleh. Habis membaca dan memberi makan babi, mereka melanjutkan aktivitas lain sesuai jadwal di Biara, salah satunya adalah berdoa



 

Berdoa dari Rumah

            Berdoa dari rumah mesti dilakukan sebagai salah satu jalan keluar memutus mata rantai Covid-19. Bagi para Frater, hal ini tidak menyulitkan mereka sebab sudah menjadi rutinitas di Biara. Pada Hari Raya Paskah yang baru saja lewat, mereka tidak diperkenankan untuk merayakannya secara massal sebagai satu komunitas besar yang menghuni bukit Ledalero atau bersama umat di kampung-Kampung. Mereka merayakannya di Wisma masing-masing. 

Fisical Distancing tetap menjadi pedoman dalam memulai kegiatan berdoa. Andre dan kedua temannya juga mengakui bahwa berdoa dari rumah mau menegaskan iman kita yang masih kokoh pada Tuhan. “Berdoa dari rumah harus kita lakukan, sebab pada dasarnya iman itu sangat personal”, tutur Andre sembari disetujui oleh kedua temannya.

Oleh Rian Odel, tulisan ini terpilih sebagai yang terbaik ke empat dalam lomba feature yang diselenggarakan oleh Komunitas Sekolah alam Manusak, Kupang, NTT, 2020. 

 


Post a Comment for "Anak Muda Pelihara Babi di Tengah Bahaya Covid-19"