Catatan Perjalanan Rohani di Israel (Bagian 2)
Selayang Pandang Israel dan Awal
Hari di Galilea
Cuplikan Catatan Perjalanan
Oleh Pius Kulu Beyeng
Informasi
singkat di atas, disarikan dari beberapa literatur dan tentu tidak dengan
maksud memuaskan atau memojokkan pihak manapun. Guide Israel kami Raffi pernah
bercerita kepada kami bahwa negerinya mendapat bantuan keamanan dari Amerika. Namun,
untuk pertahanan, bukan untuk perang. Apapun bangsanya, kalau dia diserang
pasti akan membalas atau sekurang-kurangnya akan memertahankan diri, demikian Raffi. Ketika mendengar
cerita demikian, saya teringat kata-kata Golda Meyer kepada Nona Fallaci bahwa
perang itu buruk. “Perang selalu buruk. Harta benda dan nyawa menjadi sia-sia.”
Lebih lanjut kata Golda, “Harus diakui bahwa dari mulutku keluar perintah untuk
perang. Karena mulutku, banyak jiwa mati sia-sia. Itu kuakui. Dan hatiku sedih.
Tapi demi sebuah perjuangan, saya telah melakukannya. Namun, yang namanya
perang, tetap saja perang, tetapi berperang secara ksatria. Akan tetapi jika
mengebom sebuah bus yang penuh dengan anak-anak yang tidak berdosa, akan mati
terkapar tanpa daya, itu bukan perang, bukan ksatria, tetapi pengecut.”
***
Setelah
mengakhiri malam pertama kami di Hotel Tiberias, kami menyadari bahwa saat ini
kami berada di Galilea. Seperti diketahui negri anak cucu Yakub yang menjadi
dua belas suku Israel yang baru datang itu membentuk kerajaan-kerajaan kecil
yang kemudian terpecah-pecah. Terakhir, terbagi menjadi dua kerajaan besar
yakni Galilea di utara dan Yudea (Yuda, Yehuda, Yahudi) di selatan. Masing-masing
wilayah baik di utara maupun selatan memiliki karakteristik yang berbeda. Di Galilea
terdapat danau Galilea atau disebut juga danau Tiberias, sering juga disebut
laut Tiberias karena luasnya. Danau Galilea bersumber dari mata air sungai
Yordan yang mengalir dari pegunungan Libanon dan dipakai atau dimanfaatkan
bersama oleh tiga negara yakni, Israel, Yordania, dan Palestina. Setelah membentuk
dua buah danau kecil di bagian paling utara yakni Phala dan Heron, sungai Yordan
mengalir ke danau Galilea, mengitari dan memberi kesuburan kepada dataran
tinggi Golan dan terus mengalir ke bagian wilayah yang paling rendah yakni di
daerah Laut mati yang berada 300 Meter di bawah permukaan laut. Air sungai
Yordan akhirnya terjebak di situ dan tidak dapat mengalir kemana-mana lagi. Karena
letaknya yang demikian rendah, air tadi menguap dan meninggalkan kadar garam
yang sangat tinggi mencapai 300 derajat, sehingga seseorang bisa mengapung di
atasnya tanpa harus khawatir untuk tenggelam. Laut mati sebenarnya bukan laut. Laut
mati adalah sebuah danau. Disebut demikian karena luasnya mencapai 65 x 15
Kilometer persegi dan airnya yang terasa asin.
***
Pagi
hari pertama ini, kami bersiap-siap untuk memulai awal hari ziarah kami di
Israel, dimulai dari Galilea, tanah kelahiran Yesus. Walaupun dilahirkan di
Yehuda, di Bethlehem, Yesus adalah orang Galilea karena berasal dari Nasareth....Bersambung*
Post a Comment for "Catatan Perjalanan Rohani di Israel (Bagian 2)"
Komentar