Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Etnis Edang (KEDANG) di Lembata

 

                                                                      



Sudah menjadi term lokal yang mendarah daging yakni orang sering mengklaim kata lamaholot  sebagai integrasi mutlak dari tanah FLOTIM dan Lembata. Penulis dalam tulisan ini, tidak menginterupsi  tuturan tersebut tetapi hendak menegaskan lagi bahwa di tengah suku lamaholot sendiri ada suku lain yang berbeda kultur yaitu suku Edang (kedang). Artinya, penghuni tanah lembata menganut dua suku yang berbeda yaitu Edang dan Lamaholot.

Secara etimologis, Edang berasal dari kata bahasa edang yaitu e dan dang.  E artinya kami sedangkan dang memilliki dua makna. Misalnya, ‘palu dang’ artinya bergembira,bersorak-sorai,atau menari bersama diiringi musik khas kedang yaitu edang tatong (terbuat dari bambu), atau kong bawa (gong gendang). Makna yang kedua,misalnya  dang oro’(pukul dada), menggambarkan kesombongan, angkuh, atau mengagungkan diri sendiri.

 Dari dua makna etimologis diatas dan berdasarkan penjelasan dari para narasumber disimpulkan bahwa  Kedang artinya kami yang bergembira. Hal ini ditegaskan lagi dengan ungkapan yang menyatakan kegembiraan yaitu ‘Edang tatong lia namang.’ Singkatnya kata Kedang berasal dari nama alat musik yaitu Edang tatong yang mencerminkan kegembiaraan. Namun demikian, sesungguhnya asal-usul kata Kedang masih kontroversial karena memiliki banyak versi. 

SUKU EDANG

Suku edang merupakan salah satu komunitas masyarakat yang terdapat  di kabupaten Lembata bagian timur dan memiliki satu tradisi kultur misalnya bahasa. Dewasa ini, banyak orang belum mengetahui keunikan suku ini, karena didominasi oleh pandangan pihak tertentu yang “seenaknya” mengklaim bahwa Edang adalah bagian dari lamaholot.

 Menurut para narasumber, pada mulanya penduduk asli Edang berasal dari puncak gunung uyolewun. Semua penduduk Edang sepakat bahwa mereka dilahirkan oleh leluhur mereka yang satu dan sama yaitu Uyolewun. Jadi perlu diketahui bahwa Edang bukan berasal dari lepan batan. Namun banyak tuturan berbeda versi yang mengatakan bahwa uyolewun bukan manusia pertama melainkan masih ada tujuh lapis keturunan sebelum uyolewun.

 Orang kedang percaya bahwa nenek moyang mereka diciptakan oleh Tuhan (Rian Nimon/Amo Hura’ wala/ Amo Laha Tala). Uyolewun memiliki enam saudara yaitu okalewun, tanalewun, rayalewun, beha’lewun, gayalewun, dan Eye’lewun. Ada diantara mereka mengembara dan menetap di belahan bumi lain. Misalnya, Gayalewun dikatakan bahwa  keturunanya hingga ke daerah kalimantan dan china. Hal ini disetujui oleh sebuah ungkapan lokal yaitu ‘sina pu’en sawa matang’,

 Tana lewun menjadi tuan tanah (uhe au’), Okalewun menjadi jin (oka bareno), eye’lewun mengembara sampai ke Afrika. Eye’ jika diterjemahkan artinya semut hitam dan orang edang mengakui bahwa eye’lewun melahirkan manusia yang berkulit paling hitam di dunia, Rayalewun mengembara hingga ke daerah jawa dan sumatra, beha’lewun mengembara hingga ke wilayah Eropa.

Beha’ artinya menggosok. Diceritakan bahwa beha’lewun menggosok seluruh tubuhnya dengan nanah pohon rita agar tubuhnya menjadi putih. Uyolewun memperanakan raya uyo dan kemudian berkembangbiak menjadi orang edang.

 Pada mulanya, di puncak gunung Uyolewun didirikan dua kampung oleh para leluhur yaitu kampung besar dan kecil (leu rian, Leu eho’) dan ketika keturunan semakin membludak jumlahnya maka terjadilah perpindahan kampung dari puncak turun ke lereng gunung. Hal ini digambarkan melalui ungkapan khas dalam bahasa edang yaitu,’Uyolewun kaya’ tene dorong dope’ ote ne ne,ular naga ara bora ahin tutu’ kara dora’ pan mo ebeng bale bora.' Jadi, Edang bukan berasal dari lepan batan melainkan dari puncak uyolewun.

 Edang Sekarang

Hingga hari ini, keturunan uyolewun semakin meningkat dengan jumlah yang besar dan terbagi menjadi ratusan suku lokal/klan. Mereka mendiami wilayah kecamatan omesuri dan buyasuri dan terdiri dari kira-kira 44 kampung. Bahasa daerah yang menjadi pemersatu ialah bahasa Kedang yang sama namun berbeda dialek karena dipengaruhi oleh suku makasar dan binongko yang pernah singgah di daerah ini untuk menyebarkan agama dan berdagang.

 Dialek orang pesisir yang notabene muslim berbeda dengan wilayah pedalaman, namun maknanya tetap sama sehingga tidak membingungkan. Kendati pun orang Kedang sudah terbagi dalam dua agama namun toleransi tetap terjaga rapi. Sebab mereka dilahirkan oleh satu leluhur yaitu Uyolewun dan dipersatukan dalam rumah adat yaitu ebang.

 Catatan

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa lembata diindentifikasi sebagai tanah lamaholot. Namun melalui tulisan ini hendak ditegaskn bahwa di lembata ada dua suku yang berbeda yaitu edang dan lamaholot. Keduanya memiliki latarbelakang historis, budaya dan banyak lagi kekhasan yang sangat bebeda. Maksud penulis ialah supaya publik mengenal edang sebagai satu suku tersendiri sebab banyak orang sudah memanipulasi latarbelakang sejarah edang secara tidak bertanggung jawab.

Penulis juga masih membutuhkan kritikan kontruktif dari pihak lain.

 

 

Post a Comment for " Etnis Edang (KEDANG) di Lembata "