Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Makna Simbolis Ritus Poan Kemer Bagi Masyarakat Kedang-Lembata (Sebuah Seni Berkomunikasi)

 

 

Oleh Oktovianus Olong
Mahasiswa STFK Ledalero

       

 

Pendahuluan

Masyarakat Kedang-Lembata dalam hidup harian menggunakan Bahasa Indonesia dan juga Bahasa Kedang sebagai medium komunikasi. Namun, ada juga cara yang lain untuk mengungkapkan eksistensi dan ekspresi. Ini nyata dalam ritus-ritus yang ada dan dikembangkan masyarakat setempat. Salah satu ritus yang biasa digunakan yaitu ritus Poan Kemer. Ritus ini biasa dipimpin oleh seorang yang disebut Molan Poan Kemer. Ritus Poan Kemer dalam masyarakat Kedang merupakan pusat dan puncak kehidupan adat. Namun dewasa ini, semakin banyak orang yang kurang menyadari makna simbolis dari ritus ini, bahkan mengabaikannya. Ritus ini semakin kehilangan pengaruhnya dalam laju persaingan dengan media elektronik. Padahal, ritus ini menyimpan kekayaan makna dan merupakan medium komunikasi antara manusia dengan Tuhan, sesama, lingkungan dan diri sendiri.

Rumusan masalah dari tulisan ini yaitu: Apa Makna Simbolis Ritus Poan Kemer Bagi Masyarakat Kedang-Lembata? Bertolak dari kenyataan itu, tujuan dari tulisan ini hendak mendeskripsikan makna simbolis ritus poan kemer bagi masyarakat Kedang-Lembata. Metode yang digunakan adalah kualitatif yang menggunakan cara deskriptif dari kata-kata tertulis.

 

Makna Simbolis Ritus Poan Kemer

Poan Kemer merupakan upacara kurban dalam kehidupan berbudaya masyarakat Kedang. Hewan Kurban yang biasa digunakan pada umumnya adalah ayam. Namun, bisa juga hewan kurban yang lain seperti babi dan kambing. Pemilihan hewan kurban bergantung pada jenis masalah yang dihadapi. Ritus ini biasaya dipimpin oleh seorang yang disebut Molan Maren.  Molan Maren adalah mereka yang memiliki anugerah dari Amo Nimon Rian Arin Baraq (Tuhan) dan tuan woq (leluhur). Molan Maren selalu dipercayakan untuk memimpin upacara adat yang berhubungan dengan para leluhur dan Amo Nimon Rian Arin Baraq (Tuhan). Mereka diyakini cepat mengetahui sebab, pelaku dan solusi suatu persoalan, karena memiliki hubungan dengan Amo Nimon Rian Arin Baraq, leluhur dan alam (leu auq). Tentang hal ini, ada ungkapan yang berbunyi: “molan rian a’man palun, puiq wur mato  miteng, bua eleng doro auq, bel huluq wideng huneq” Ungkapan ini berisikan permohonan kepada Wujud Tertinggi (molan rian a’man palun) sebagai yang Pencipta dan Mahatahu (bua eleng doro auq) agar memberi petunjuk demi persoalan yang sedang dihadapi cepat ditemukan sebab dan solusinya (bel huluq wideng huneq).

 

 

Dalam hubungannya dengan pantangan makanan, dikenal dua jenis poan kemer. Dua jenis poan kemer ini biasa dilakukan setiap tahun. Poan kemer yang dimaksud adalah Poan kemer a weru dan poan kemer a utan. Poan kemer a weru dilakukan sebagai ungkapan syukur atas jagung muda. Poan kemer ini juga dilaksanakan khusus bagi mereka yang masih pantang makan jagung muda supaya mulai makan. Jenis yang berikut adalah Poan kemer a utan. Poan kemer ini juga dilaksanakan khusus bagi mereka yang masih pantang makan kacang supaya mulai makan.

Ritus Poan Kemer


Ada satu jenis poan kemer yang biasa dilakukan bersama dengan poan kemer a weru dan a utan yaitu poan kemer kuraq ite dahuq taq. Upacara ini dijalankan pun tergantung dari keluarga. Poan kemer ini biasa dijalankan di bawah pohon rita. Tujuan dari poan kemer jenis ini yaitu meminta campur tangan Pencipta supaya memberikan buah hati kepada pasangan yang mendambakan keturunan. Molan biasanya mengucapkan: “Rian nimon ai pu’en ite olor aur raya, o kara petiq botin, kara dang alen, keq murun ete di’en keq anaq manusia, sema puteq kiing ling manga, sema bua binen sema baran lamen. Puteq kiing ling manga nema tu’u miteng botin rian bua binen baran lamen.”

 

 

Dalam hubungannya dengan sikap dan perbuatan dikenal ada poan kemer tueng moleng balo laen. Jenis ini hampir dijalankan setiap hari oleh orang kedang. Tujuan poan kemer ini yaitu membangun kembali relasi dengan alam. Orang kedang memiliki kepercayaan bahwa bencana, malapetaka atau penyakit tertentu dialami oleh manusia terjadi karena rusaknya hubungan dengan alam. Wujud tertinggi pun hadir dalam alam sekitar. Maka poan kemer ini dilakukan agar seorang bisa sembuh dari penyakit yang dialaminya juga memperoleh keselamatan.

 

 

Bertolak dari deskripsi di atas, berikut ini adalah makna simbolis dari ritus poan kemer:

a.    Poan kemer sebagai sumber, pusat, dan puncak keagamaan asli masyarakat Kedang. Sebelum agama Samawi (Kristen dan Islam) masuk wilayah Kedang, masyarakat setempat telah memiliki agama asli. Keagamaan ini terbukti dengan adanya ritus poan kemer. Dalam ritus poan kemer, pemimpin ritus menyapa dan mengundang kehadiran Wujud Tertinggi agar sudi hadir dan memberkati upacara yang berlangsung. Para misionaris Kristen pertama sempat keliru dalam menilai ritus ini. Bagi para misionaris itu, ritus ini adalah upacara berhala. Namun, setelah mereka mempelajari ritus ini secara serius, mereka akhirnya menyadari bahwa ritus ini bukan berhala, tetapi ini adalah cara masyarakat Kedang  menghidupi iman dan kepercayaan mereka.

 

b.    Poan kemer sebagai upacara simbolis kepada Wujud Tertinggi. Wujud Tertinggi dalam Bahasa Kedang disebut sebagai, ula loyo ero auq (Pencipta semesta alam) ; amo laha ula loyo, ino weli tuan tana (Bapa pembuat matahari dan bulan, serta ibu pemilik tanah) ; tuang ala laha tala (Pencipta selangkangan); amo nimon rian arin baraq ; Huraq nimon harang wala (pencipta makluk hidup khususnya manusia sekaligus penentu garis hidup manusia) ; ula loyo (kebesaran Allah sebagai Yang Ilahi yang berdiam di atas langit). Wujud Tertinggi selalu dihadirkan dalam poan kemer. Ini terbukti lewat ucapan dari molan poan kemer : Ula Loyo Dan Pitu Doq Tebeq, Ero Auq Dan Pitu Keu Tebeq.

 

c.    Poan kemer sebagai ungkapan simbolis kepada leluhur. Para orangtua atau kerabat kenalan yang sudah meninggal bagi orang Kedang hanya beralih pada dunia kehidupan yang lain. Kita yang masih hidup bisa berkomunikasi dengan mereka dan membutuhkan pertolongan mereka. Dalam ritus poan kemer, para leluhur pun mendapat tempat istimewa. Mereka biasanya disapa dengan ungkapan: tuan ino bua woq amo kaban, tuan oban woq menuq. Artinya, arwa ibu yang melahirkan dan bapak yang menggendong (tuan ino bua woq amo kaban) serta arwa para leluhur yang tidak punya keturunan (tuan oban woq menuq).

 

d.   Poan kemer sebagai upacara kurban. Sebagaimana masyarakat Perjanjian Lama dan kebudayaan Timur pada umumnya, orang-orang Kedang pun memiliki upacara kurban. Upacara ini nyata dalam ritus poan kemer. Kurban yang biasa digunakan berupa hewan. Ayam betina misalnya digunakan untuk memohon berkat dan perlindungan atas hasil usaha petani, peternak dan nelayan. Ayam jantan putih untuk melindungi manusia secara keseluruhan baik laki-laki maupun perempuan dalam suku. Saat upacara semacam ini mulut ayam biasanya dibelah hingga mengeluarkan darah. Darah diteteskan di atas panga leweq yang diletakan pada lapaq (lapaq adalah batu alam yang penting bentuknya ceper dan digunakan sebagai batu persembahan dan akan dijadikan sebagai tempat hadirnnya Wujud Tertinggi dan leluhur).

 

e.    Poan kemer sebagai sarana persekutuan dan komunitas persaudaraan. Ritus poan kemer selalu dihadiri oleh anggota keluarga yang menyelengarakan upacara itu serta kerabat yang diundang. Hewan yang menjadi bahan kurban akan diolah dan dikunsumsi secara bersama-sama. Biasanya ditambah lagi dengan buah pisang yang dibakar dan belakangan ini ditambah dengan nasi dan sayur-mayur. Acara makan bersama ini biasanya dilakukan diatas daun pisang yang dibentang di atas tanah, yang dalam bahasa Kedang disebut apasau. Keberadaan apasau ini sangat penting dan tidak bisa digantikan dengan karung atau terpal. Orang-orang yang hadir duduk bersila di atas apasau yang disedikan dan makan bersama-sama dalam suasana persaudaraan. Sebelum acara santap bersama, molan biasanya mengawalinya dengan doa: tuan inan woq aman ka mulo min mulo, ka mara rotaq paro min mara hereng bele. Artinya para leluhur makan dan minumlah lebih dahulu (tuan inan woq aman ka mulo min mulo) setelah itu hadirlah selalu untuk menjaga dan melindungi kami (ka mara rotaq paro min mara hereng bele). Pada saat acara makan itulah molan akan memberitahukan segala sesuatu, dapat berupa halangan, tantangan, nasehat, dan jalan keluar sesuai dengan apa yang diperoleh selama ritus poan kemer yang dipimpinnya berlangsung. Nasihat itu terutama untuk mereka yang menyelenggarakan ritus itu. Namun, itu disampaikan dalam acara makan itu agar semua yang hadir juga dapat memetik makna dan pesan sesuai kebutuhan masing-masing.

 

Penutup

Poan kemer merupakan sebuah ritus yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kedang-Lembata. Sebagai upacara simbolis, ritus ini merupakan sumber, pusat, dan puncak keagamaan asli masyarakat Kedang; sebagai upacara simbolis kepada Wujud Tertinggi; sebagai ungkapan simbolis kepada leluhur; sebagai upacara kurban; dan sebagai sarana persekutuan dan komunitas persaudaraan. Oleh karena itu, ritus ini bisa dikatakan sebagai medium untuk berkomunikasi sebab dalam ritus ini ada unsur-unsur komunikasi yang terbentuk. Melalui ritus ini, manusia bisa berkomunikasi dengan Tuhan, alam, dan sesama. Poan kemer yang mengandung kekayaan makna itu merupakan sebuah seni untuk berkomunikasi. Unsur estetik dari ritus ini nyata melalui bahasa yang digunakan. Kedalaman makna kata dan kalimat dalam ritus ini merupakan medium untuk menyampaikan kekayaan pesan. Poan kemer juga memberi efek dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Problem hidup yang dialami orang Kedang dapat diketahui sebab dan solusinya melalui ritus ini.

Post a Comment for " Makna Simbolis Ritus Poan Kemer Bagi Masyarakat Kedang-Lembata (Sebuah Seni Berkomunikasi)"