Mengapa Generasi Milenial Mudah Frustrasi Lewat Facebook?
Dalam buku Profil Generasi Milenial (2018)[1], perbedaan
pandangan dari para peneliti terlihat sangat jelas. Tapscott (1998) menyebut
generasi milenial dengan istilah Digital
Generation. Menurutnya, generasi ini
lahir pada tahun 1976-2000.
Tentu saja, pandangan tersebut paralel dengan latar belakang generasi
milenial yang hidup di tengah arus teknologi dewasa ini. Zemke dan kawan-kawan
(2000) berpendapat lain. Menurut mereka, generasi milenial lahir pada tahun
1980-1999 dengan istilah Nexters.
Juga beberapa pendapat lain dari para ahli atau peneliti yang berbeda pula.
Penyebutan generasi Y merupakan istilah yang diciptakan oleh Martin dan Tulgan
(2002). Istilah ini dipakai sampai sekarang untuk menyebut nama lain dari
generasi milenial.
Walaupun karakteristik milenial bervariasi sesuai wilayah dan kondisi
sosial-ekonomi, tetapi pada umumnya generasi ini ditandai oleh tingkat
penggunaan dan kelekatan dengan media komunikasi, dan teknologi digital yang
tinggi.[2]
Ciri khas yang sama dari semua generasi milenial di berbagai wilayah ialah
kelekatan mereka dengan teknologi guna mempermudah aktivitas sosial mereka.
Mayoritas mereka tertarik dengan ponsel pintar sebab dapat menjadikan setiap
individu milenial yang produktif dan efisien dalam bidangnya masing-masing.[3]
Kelekatan dengan ponsel pintar tentunya memiliki dua side effect yang
berbenturan. Pada satu sisi, ponsel dapat mendorong generasi milenial untuk
menjadi semakin inovatif, kreatif dan produktif tetapi pada sisi lain bisa
memberi dampak yang kurang baik.
Bisa saja terjadi bahwa generasi milenial mudah mengakses
informasi-informasi hoaks yang mengalir sangat deras melalui media online yang terdapat dalam ponsel jika
mereka tidak melakukan recek secara serius.
Sebab, mereka adalah kelompok yang sangat konsumtif ketika beraktivitas
pada media sosial dan cenderung berlebihan bahkan berbagi konten tanpa
memverikasi kebenarannya terlebih dahulu.[4]
Hasil penelitian Christensen (2018), dikutip oleh Kristi
Poerwandari[5],
seorang psikolog, menjelaskan, rajinnya seorang menikmati media sosial bisa
berdampak buruk bagi kesejahteraan emosional juga menurunnya kualitas relasi
interpersonal.
Christensen
melakukan survei dan berhasil mengolah data dari 627 partisipan. Menurutnya,
efek negatif yang paling rentan ialah muncul rasa frustrasi, depresi dan
perbandingan sosial.
Lebih
detail ia menjelaskan tentang perbandingan sosial bahwa, orang yang kecanduan
bermedia sosial – Fecebook, Whatsapp dan seterusnya – mudah kecewa atau tidak
merasa puas dengan diri sendiri.
Hal
ini disebabkan karena yang bersangkutan membandingkan dirinya dengan
tampilan-tampilan dari orang lain yang ada pada media sosial.
Entah
itu, perbandingan fisik, wajah, prestasi, gaya hidup status sosial dan
seterusnya. Ini tentu buruk bagi generasi milenial sebagai subjek media sosial.
Namun, sesuai data dari berbagai literatur, generasi milenial diakui
sebagai kelompok yang produktif dan mudah berkembang. Pola pikir mereka pun
sangat terbuka, menjunjung kebebasan, kritis dan berani.[6]
Mereka berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih tertutup. Walaupun
demikian, tidak bisa dimungkiri bahwa perilaku negatif mereka bisa saja lebih
dominan ketika rajin bergaul dengan media sosial zaman ini.
Membatasi Media Sosial
Solusi yang ditawarkan oleh Kristi Poerwandari – ia seorang psikolog dan
sering menulis di kolom akhir pekan Kompas – kita harus mampu membatasi diri
berelasi dengan media sosial. walaupun media sosial atau internet sangat
bermanfaat bagi kita khususnya di tengah situasi Pandemi Covid-19 tetapi paling
kurang perlu ada roster khusus dalam menggunakan media sosial.
Tawaran dari K. Poerwandari
salah
satunya yaitu memindahkan semua akun media sosial ke dalam komputer agar
telepon genggam bebas dari media sosial – lebih cocok pindahkan facebook. Tentu saja tawaran tersebut punya banyak manfaat positif. Barangkali bisa
membantu kita untuk tidak kecanduan mermain facebok dan seterusnya. Perlu ada
batasan baik waktu dan tempat. Kita bisa fokus pada hal-hal lain, misalnya
membaca buku, membersihkan rumah, menata taman atau mencari makanan babi dan
seterusnya. (Admin)