Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Jatuh dan Bangun Karena Rupiah # Cerpen Maria E. Semoi Weking

 



Di tengah jaman yang semakin canggih tentunya biaya hidup semakin besar nilainya, apalagi kebutuhan di dunia pendidikan dan pekerjaan saat ini yang serba android. Salina adalah anak kedua dari 5 bersaudara, yang sejak usia masih kecil dibesarkan oleh ibu tanpa tanggung jawab dari seorang ayah.

Hari-hari hidup mereka selalu dicemasi dengan kebutuhan hidup rumah tangga dan biaya sekolah. Ibu dari kelima anak tersebut selalu berusaha dengan caranya agar bisa menghidupi kelima buah hatinya dengan bekerja sebagai pembantu di rumah seorang polisi.

Sudah bertahun-tahun ayah Salina  pergi ke malaysia tanpa ada kabar dan kadang hal itu menciptakan luka untuk ibu dan  kelima anaknya tersebut. Masa dimana memasuki usia remaja tentunya membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang utuh dari ayah dan ibu, tetapi itu tidak dialami oleh Salina dan saudara-saudaranya.

Salina bagaikan bunga yang hendak mekar tetapi kekeringan akan cinta dan perrhatian dari orangtua, karena ibunya juga sibuk bekerja. Masa putih biru segera berakhir dan salina harus melanjutkan ke jenjang pendidikan Putih abu-abu. Semakin tinggi tingkat pendidikan tentunya semakin menguras biaya pendidikan dan kebutuhan lain yang semakin bertambah.

 Salina harus mengalah untuk bersekolah di ibukota kecamatan, karena kakaknya yang pertama sudah di Ibukota kabupaten dan dengan pertimbangan untuk menghemat biaya kost dan kebutuhan makanan maka Salina memutuskan untuk tinggal di rumah salah seorang kepala dinas yang dulunya adalah tempat kerja ibunya.

Keputusan yang diambil Salina karena berpikir bahwa pernah ditawarkan istri oleh kepala dinas tersebut. Salina pun merasa nyaman dan akrab dengan keluarga mereka pada saat-saat sebelumnya.

Ketika mendengar bahwa salina memutuskan untuk bersekolah di ibukota kecamatan, kedua sahabatnya dari TK sampai SMP merasa sangat sedih karena tiba saatnya mereka harus berpisah, tetapi kedua sahabatnya kemudian tetap memberikan semangat bahwa meskipun berpisah tetapi tetap saling kontak, berdiskusi tentang pelajaran dan segala sesuatu yang terjadi di sekolahnya masing-masing.

Tidak terasa  satu tahun telah berlalu dengan baik, masing-masing mereka berkomunikasi dengan baik dan saling bercerita tentang hari-hari mereka selama di sekolah. Liburan panjang ditahun pertama pun tiba, dan mereka sangat bahagia dan menikmati  pertemuan mereka.

Kebetulan salah satu dari sahabat salina cukup cantik, baik hati, sederhana dan memiliki kemampuan intelektual yang bagus sehingga tidak heran kalau banyak cowo yang ingin menjadikannya pacar. Salina juga menceritakan tentang teman dan seseorang yang membuatnya jatuh cinta dan terus semangat belajar meskipun kadang banyak sekali kendala yang dia alami untuk membayar uang sekolah.

Liburan pun berakhir, mereka bertiga harus berpisah lagi dan harus kembali ke dunia sekolahnya masing-masing. Semester pertama ditahun kedua berjalan seperti biasa, tetapi lain cerita disemester kedua. Salina mulai tertutup untuk berbagi cerita dengan kedua sahabatnya, tetapi dia sering menjanjikan membelikan pulsa untuk kedua sahabatnya.

Pada suatu ketika kedua sahabatnya saling bercerita diantara mereka berdua saja, dan mereka merasakan hal yang sama bahwa kelihatan salina sepertinya lagi punya banyak uang. Mereka berdua berpikir jangan sampai Salina sedang bekerja paruh waktu atau mungkin ayahnya sudah sadar dan sudah mengirimkan mereka uang? Mereka berdua sempat bertanya kepada salina dan salina menjawab dengan nada tertawa, bahwa dia sedang mendapatkan rejeki berupa beasiswa sehingga sisa dari membayar uang sekolah, Salina ingin berbagi kepada kedua sahabatnya.

 Semester kedua pun berlalu dan tibalah saatnya liburan panjang di tahun kedua dan seperti biasa salina dan kedua sahabatnya kembali menyambut dengan bahagia karena sebentar lagi mereka akan berkumpul kembali. Hari-hari selama liburan, banyak sekali hal yang berbeda pada pribadinya salina.

Dulunya yang rajin ke gereja kini tidak lagi, dulunya yang sering bergantian nginap di rumah kedua sahabatnya sekarang tidak lagi, dan sekarang Salina hanya betah dirumahnya, selalu berhadapan dengan HP. Setiap hari teleponan dalam waktu yang cukup lama dan tidak berbagi cerita tentang siapa yang telepon kepada kedua sahabatnya.

Walaupun melihat pribadi Salina yang kurang bersahabat, tetapi kedua sahabatnya tetap merasa memiliki Salina sehingga dengan keadaan Salina saat ini, keduanya tetap datang ke rumah Salina seperti biasa. Pada suatu hari salah seorang sahabat salina mendengarkan langsung dari seorang bapak tentang sesuatu yang telah terjadi yang tidak pernah dibayangkannya pada Salina.

Selama tahun kedua, salina ternyata secara diam-diam berselingkuh dengan kepala dinas pemilik rumah yang ditumpanginya selama 2 tahun itu. Kepala dinas tersebut ternyata sudah menidurinya berkali-kali, dan isterinya tahu tentang kasus itu awalnya kaget dan shock tetapi kemudian membiarkan suaminya dan salina berselingkuh.

Kepala dinas itu membiayai kebutuhan Salina mulai dari uang sekolah, belikan pakian yang bagus, belikan HP, dan membayar bahkan menemani Salina ke salon untuk rebonding rambut, layaknya seorang suami yang memenuhi segala kebutuhan isteri. Ketika mendengarkan semua cerita tentang salina tersebut, sahabatnya langsung ke kamar tanpa sekatapun, karena pribadi Salina yang dikenalnya bertahun-tahun berbanding terbalik dengan Salina dalam cerita tadi.

Membayangkan dan terus memikirkan sahabatnya yang berselingkuh dengan laki-laki berduit yang usianya sudah tua, Nei sahabat salina meneteskan air mata. Banyak perasaan yang saat itu bercampur aduk karena merasa kasihan dengan keputusan yang dibuat salina. Ia merasa benci terhadap OM genit yang  hanya mengandalkan uang dan krisis morilnya sebagai orang berpendidikan dan orangtua yang merusak masa depan anak yang berperan sebagai malaikat dan setan.

Tetapi dari cerita tersebut, Nei kemudian merenungkan kejadian Salina dan yang dialami dirinya, Nei merasa bersyukur bahwa meskipun ayahnya sudah meninggal tetapi ayahnya hanya membawa badan masuk kedalam liang kubur dan jiwanya menghadap ke surga. Lebih dari itu, kebun mente, kemiri, dan sejumlah uang yang telah dikasih pinjam ke orang lain, sehingga Ibunya bisa mengelola dan membiayai kehidupan keluarga mereka  setelah kepergian ayah.

Keesokan harinya, Nei menceritakan kepada chey tentang apa yang dia ketahui, ternyata Chey sudah tahu beberapa hari sebelumnya tetapi tidak menceritakan ke siapa-siapa karena merasa kasihan terhadap Salina. Ia merasa takut karena kasus ini sangat serius untuk anak-anak seusianya, dan yang membuatnya sangat kecewa bahwa ibu dari Salina sudah mengetahui semuanya itu, tetapi dia tidak melarang bahkan mendukung dengan apa yang dilakukan Salina karena merasa di ringankan biaya sekolah dan kebutuhan lainnya.

Kedua sahabat Salina tersebut saling  diam dalam waktu yang cukup lama setelah berbagi cerita tentang salina yang mereka dengar tersebut. Sebagai sahabat yang baik, mereka tetap menerima Salina sebagai sahabat mereka tanpa mendengarkan cerita orang lain tentang Salina. Mereka tetap menyemangati Salina agar tetap sekolah tanpa menceritakan atau bertanya tentang apa yang mereka dengarkan dan segera mengakhiri hubungan yang tidak sehat tersebut.

Salina pun akhirnya tamat dari masa putih abu-abunya, dan kedua sahabatnya melanjutkan ke perguruan Tinggi, di ibukota provinsi dan kabupaten tetangga, sedangkan salina dihantui dengan rasa Penyesalan dan malu untuk tinggal di kampung, memutuskan untuk pergi jauh dari kampung untuk bekerja menyekolahkan ketiga adiknya sehingga tidak mengalami nasib kendala keuangan sekolah seperti yang dialaminya.

Ia berpikir untuk melupakan bapak Kadis yang mengencaninya, terus memberikan kabar untuk kedua sahabatnya dan mulai dengan kehidupan di lingkungan yang baru dan mulai menata masa depannya. Berharap nanti dia dipertemukan dengan seseorang yang siap menerima segala kekurangannya dan segala kisah yang sempat ternoda di masa lalunya.

 

Post a Comment for "Jatuh dan Bangun Karena Rupiah # Cerpen Maria E. Semoi Weking"