Masa Lampau dalam Filsafat
Oleh Vinsensius Laka Mahasiswa STFK Ledalero |
Sebuah pribahasa Latin
mengatakan demikian ‘historia est
magistra vitae’ yang berarti ‘sejarah adalah guru kehidupan’. Ini berarti
untuk memahami dan menghidupkan kehidupan dengan baik orang mesti berguru pada
sejarah masa lampau. Keyakinan ini baik secara langsung maupun tidak langsung
dipercayai oleh semua orang.
Rene Descartes misalnya
mengangkat semua pengalaman dan ide-ide ke dalam tataran budi murni.
Pemikirannya ini mendiskreditkan pengalaman sejarah sekadar interupsi atas apa
yang benar yaitu yang dihasilkan oleh budi murni. Di sini Descartes mereduksi
pengalaman sejarah. Namun, secara tidak langsung (tanpa ia sadari) pemahamannya
akan sesuatu dibentuk oleh pengalaman sejarah yang telah ia lewati.
Maka, munculah seorang
filsuf lain dari masa yang berbeda dengan Descartes, Georg Gadamer namanya yang
mengkritik pemikiran Descartes sekaligus mewakili orang-orang yang secara
langsung percaya akan pengalaman sejarah sebagai unsur pembentuk diri manusia.
Gadamer percaya bahwa manusia dibentuk oleh pengalaman sejarah. Ia menyebutnya
sebagai kesadaran menyejarah yang mustajab (efektif).
Dalam
kebudayaan-kebudayaan di Indonesia, terutama di Flores, kearifan-kearifan masa
lampau itu senantiasa diwariskan turun-temurun kepada anak cucu melalui tradisi
dan ritus-ritus budaya. Pepatah-pepatah klasik senantiasa menajadi sumber
inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya. Paling tidak dalam kebudayaan
saya, orang meyakini ada keterikatan yang tak terputuskan antara orang-orang
dalam suatu suku dan antara orang-orang dalam suatu suku dengan leluhur yang
sudah meninggal.
Berhadapan dengan
kesusahan atau masalah hidup yang melanda, orang sering berziarah ke makam para
leluhur yang sudah meninggal untuk menimba kekuatan positif atau inspirasi.
Secara simbolis, ini menunjukkan bagaimana orang selalu ingin kembali kepada
akar-akar kehidupan.
Dengan demikian, mempelajari
sejarah masa lampau dalam filsafat merupakan suatu aktus kembali kepada akar-akar
pengetahuan. Paling tidak ada tiga manfaat mempelajari kembali sejarah masa
lampau dalam filsafat yaitu sebagai sumber inspirasi dan inovasi, sumber
nilai-nilai moral dan etika, dan sebagai sumber pemahaman.
Sumber
Inspirasi dan Inovasi
Dalam perkembangannya
manusia senantiasa belajar dari segala hal yang melingkupinya (yang lain).
Namun, tidak seperti kertas kosong, manusia juga senantiasa membuat refleksi
tentang segala hal yang datang kepadanya. Ada semacam kerja sama yang tak
terputuskan antara realitas empiris dan realitas rasional. Manusia belajar dari
realitas empiris, kemudian membuat refleksi atasnya, dan mengembalikan hasil
refleksinya itu kepada realitas empiris dalam bentuk praksis.
Di sini sejarah ide-ide
masa lampau menjadi sumber inspirasi dari mana seseorang belajar. Realitas saat
ini hanya dapat dihidupi dengan baik dan teratur apabila mendapat inspirasi
dari masa lampau. Sejarah ide-ide masa lampau itulah yang membimbing manusia
untuk berjalan dalam realitas saat ini. Melalui inspirasi itu, manusia kemudian
membuat inovasi atas apa yang mesti ia hidupi pada saat sekarang ini dan ke depan.
Inspirasi dalam sejarah
ide-ide masa lampau ini ada kekhasan dari pengalaman-pengalaman harian. Ide-ide
masa lampau itu selalu memiliki kaitan satu sama lain. Bahkan, banyak ide besar
yang lahir merupakan tanggapan atas ide terdahulu, tetapi diwujudkan dalam cara
pandang yang baru. Oleh karena itu, ide-ide masa lampau itu selalu menjadi
sumber inspirasi yang mengarahkan orang dalam mewujudkan inovasi-inovasi baru
di dunia, khususnya dalam ranah filsafat.
Sumber
Nilai-Nilai Moral dan Etika
Dunia memang selalu
dinamis dan bergerak menuju suatu kemajuan yang lebih kompleks. Lihat saja
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat pada abad modern
ini yang tidak dimiliki oleh orang-orang pada masa lampau. Sekarang ini dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern orang dapat melakukan apa saja. Batas-batas
yang pada masa sebelumnya sulit dilewati karena adanya otoritas dan larangan,
kini semakin relatif dan bahkan tanpa batas.
Paling tidak sejak
Descartes bapak filsafat modern itu mencetuskan idenya tentang cogito atau ‘saya yang berpikir’,
rasionalitas menjadi hegemoni manusia-manusia pasca-Descartes. Tentu hegemoni
ini tidak terjadi tanpa korban. Manusia pasca-Descartes mengalami keruntuhan
dalam tataran nilai-nilai moral dan etika. Saat kebenaran menjadi hal yang
kontingen, tidak ada lagi batas antara mana yang benar dan mana yang salah. Manusia
seolah berada dalam situasi membangun kembali prinsip-prinsip moral dan etika
yang sudah runtuh itu.
Jika orang tidak
kembali pada diskursus tentang ide-ide di masa lampau, orang tidak akan memahami
inti persoalan yang sesungguhnya. Sebagai contoh dalam ranah filsafat, kritik
Francis Bacon terhadap logika tradisional yang lebih menekankan filsafat
kata-kata daripada karya atau kerja. Bacon sesungguhnya digiring oleh logika
utilitaristis yang memberi penekanan pada kegunaan ilmu untuk kondisi hidup
manusia. Sementara logika tradisional memberi penekanan pada peran sang pengada
atau Allah.
Dalam diri Spinoza dan
Leibniz, mereka berusaha memadukan kembali antara pandangan metafisis tentang
Allah dan pandangan mekanis ilmu-ilmu bagi hidup manusia. Jika orang kembali
pada akar-akar pengetahuan, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan proyek lanjutan saja (dengan inovasi) dewasa ini tidak dapat dilepas
pisahkan dari nilai-nilai moral dan etika. Nilai-nilai moral dan etika mesti
tetap berjalan bersama dengan aneka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dewasa ini.
Sumber
Pemahaman
Bagi orang yang
mempelajari ilmu filsafat, mempelajari ide-ide masa lampau adalah suatu
keharusan. Dengan mempelajari ide-ide masa lampau, seorang pembelajar ilmu
filsafat akan memperoleh pemahaman yang baik tentang filsafat. Pemahaman yang
baik ini akan menuntun orang pada kebijaksanaan. Dengan pemahaman ini, filsafat
tidak menjadi sekedar ilmu, tetapi lebih dari ilmu yang berkontribusi bagi
kehidupan manusia secara komunal.
Post a Comment for "Masa Lampau dalam Filsafat"
Komentar