Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Bongkar Kesalahan Konsep Utilitarianisme dalam Lembaga DPR Melalui Jalan Falsifikasi

 

Bongkar Kesalahan Konsep Utilitarianisme dalam Lembaga DPR Melalui Jalan Falsifikasi

Oleh Admin



I

dealnya, politik merupakan sebuah sistim sosial yang mengabdi kepada kepentingan bersama atau bonum commune. Baik Plato maupun Aristoteles mendeskripsikan politik sebagai seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan (Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, 1984).

Mengurus sebuah negara berarti dibutuhkan orang-orang kompeten yang memiliki kemampuan dalam mengatur kehidupan bersama atau para politisi. Salah satu hal mutlak yang diperlukan dalam berpolitik yaitu adanya etika politik dalam diri politisi khususnya lembaga DPR(D) yang secara demokratis telah dipilih oleh konstituen.

Yang mau saya kritik ialah cara mengatur kebijakan publik yang diambil oleh para wakil rakyat tanpa mempertimbangkan suara masyarakat. Biasanya, para wakil rakyat yang secara aturan dinobatkan sebagai penyusun Undang-Undang membuat aturan melalui jalan utilitarianisme.

Mereka menganggap bahwa keputusan final yang mereka sepakati akan bermanfaat pada kesejahteraan sebagian besar masyarakat. Maka, biasanya, mereka membuat kebijakan tanpa melewati konsultasi publik seolah-olah yang mereka putuskan pada akhirnya dieksekusi secara baik. Rahasia keputusan dalam mengambil kebijakan seperti ini membuktikan bahwa para wakil rakyat kebal akan suara-suara lain yang datang dari luar sebagai pengontrol.

Akibatnya, setelah sebuah keputusan diambil – pariwisata misalnya – terjadi reaksi penolakkan masyarakat, baik dalam bentuk petisi maupun demonstrasi. Hal ini disebabkan karena para wakil rakyat merasa diri benar dalam mengambil sebuah keputusan. Slogan-slogan cemerlang bernuansa utilitarianisme sangat ditonjolkan, misalnya demi kesejahteraan masyarakat atau menuju masyarakat berdaulat dan sebagainya.

Padahal, slogan-slogan seperti itu menemukan cacat di lapangan. Sebab, sebelum keputusan yang mereka sepakati, jalan falsifikasi tidak dipakai. Mereka tidak mau berdiskusi terlebih dahulu dengan publik untuk mempertimbangkan kemungkinan kesalahan dari sebuah keputusan politik yang diambil, sebaliknya, mereka secara internal memfinalisasi sebuah keputusan secara radikal yang menurut mereka benar.

Jalan falsifikasi bisa terwujud jika para wakil rakyat terbuka terhadap publik sebelum mengambil keputusan final sehingga tidak kontraproduktif. Lembaga DPR mesti menyodorkan ide-ide yang mereka sepakati ke tengah masyarakat sehingga pencarian sebuah kesalahan yang luput dari pengetahuan para wakil rakyat bisa secepatnya mendapat tanggapan kritis dari masyarakat, misalnya melalui jalan dialog publik.

Jalan falsifikasi sangat membantu para wakil rakyat dalam mengambil kebijakan yang berakibat positif secara riil. Sebab, hal yang kurang dalam sebuah keputusan sementara akan secara kritis ditanggapi oleh masyarakat sebagai konstituen yang lebih paham kebutuhan politik mereka bukan wakil rakyat.

Oleh karena itu, pendapat Karl Popper bahwa sebuah ide atau teori dapat salah maka solusinya adalah diskusi kritis merupakan jalan yang mutlak diperlukan. Dalam kaitan dengan tema ini, Undang-Undang yang melegitimasi peran wakil rakyat sebagai pengambil keputusan mutlak dalam diri mereka sebagai satu lembaga negara mesti dilihat kembali sebab banyak fakta terjadi bahwa keputusan yang diambil tidak sejalan dengan fakta politik di lapangan. Kesimpulannya, kebijakan yang mereka ambil secara teoritis ada kesalahan, maka kritik Karl Popper sangat kontekstual.

 

Post a Comment for "Bongkar Kesalahan Konsep Utilitarianisme dalam Lembaga DPR Melalui Jalan Falsifikasi"