Cerpen: Runtuhnya Tembok Yerusalem
Runtuhnya Tembok Yerusalem
Oleh Rian Odel
Pada permulaan, di sebuah
tempat yang dipenuhi oleh pepohonan zaitun dan buah anggur merah ranum,
didirikan sebuah tembok raksasa untuk membentengi kota. Tembok itu selalu
berganti bentuk seturut keinginan dan desain para raja dan penduduknya.
Jika seorang raja
pensiun dan diganti oleh raja berikutnya, tembok tersebut pun akan selalu
berubah bentuk dan rupa-rupa motif. Semua penduduk sepakat agar pembangunan
tembok yang memakan biaya miliaran itu bisa menjamin keamanan di dalam kota.
Sebab, selain
rumah-rumah penduduk juga dibangun sebuah rumah
ibadah yang dijaga oleh para cendekiawan berjubah. Menurut mereka, Tuhan harus
dilindungi dengan cara apapun termasuk membangun tembok berhiaskan pagar besi.
Padahal, menurut
beberapa penduduk kota, Tuhan itu Raja dari para raja dan Tuan dari segala
tuan. Ia menjamah langit dan meredakan deru samudera. Apakah Dia tidak bisa
melindungi diriNya sendiri sehingga para penduduk kota bersama para pemimpinnya
harus membangun tembok sekeliling kota?
Bahkan ada yang mengklaim
bahwa Tuhan adalah milik pribadi mereka dan yang hidup di luar tembok
berduri tidak pantas menyebut nama-Nya.
Penduduk yang tidak punya uang untuk menyumbang pembangunan tembok diancam
kelak masuk neraka.
Terpaksa seorang
penggembala harus menjual dombanya dan petani adalah anggurnya untuk
mempercepat pembangunan tembok raksasa setinggi menara babel dalam cerita kitab
suci.
Ah..mustahil! Alasan
yang paling kuat untuk membangun tembok itu ialah untuk melindungi sebuah rumah
ibadat tujuh tingkat berlantai keramik dan beratap genting kaca. Menurut para
cendekiawan, hanya di tempat itulah Tuhan bersamayam. Semua teori tentang Tuhan
yang keluar dari jiwa bening para penduduk kota dianggap mubazir.
Bahkan, ada yang
seenaknya menafsirkan wajah Tuhan. Mereka semakin angkat ekor karena ijazah dan
gelar pendidikan yang diperoleh dari otak manusia yang tidak tahu membedakan
gandum dan ilalang liar.
***
Setelah ratusan tahun
dibangun dengan dorongan keinginan manusia, tembok itu pun berhasil diselesaikan.
Mereka meyebutnya tembok Yerusalem seturut nama kota itu. Letaknya sangat
strategis dan nyaman bagi yang ingin mengenal sejarah kedamaian.
Di kota ini pula,
kakekku pernah menceritakan tentang satu Tuhan yang diwartakan oleh beraneka
lidah para nabi. Mereka menaburkan benih gandum dan tumbuh ilalang. Di kota ini
pula awal kedamaian dan peperangan sehingga disebut kota damai jika ada darah
korban. Manusia pun bisa dikorbankan layaknya domba jantan yang tak tahu
mengeluh jika dicukur buluhnya. Aku penasaran dengan nama kota yang agung ini.
***
Tembok itu dibangun
terlampau kokoh sehingga para pencari kedamaian yang ingin berkunjung ke kota
itu dipungut biaya dan diharuskan ber-KTP. Jika tidak, diusir pulang. Padahal
menurut cerita kitab suci, Tuhan itu milik bersama sehingga tidak perlu
dirahasiakan dan dibentengi oleh tembok batu yang congkak dan degil layaknya
kepala manusia.
Semua orang merindukan
Yerusalem sejati tanpa bara api dan pagar duri. Aku salah satunya. Memang
rinduku sudah sampai di gerbang kota Yerusalam namun ragaku belum mampu
mencapai kota itu. Aku hanya mampu mengenangnya bersama para pencari kedamaian
yang tidak membutuhkan tembok Yerusalem yang kokoh dan degil itu, sebab sudah
diruntuhkan 2000 tahun silam.
Ya, aku percaya dan
mengenang peristiwa runtuhnya tembok Yerusalem di sini, di rumahku saja. Tembok
raksasa itu diruntuhkan oleh seorang Pengemis yang berlimpah harta benda. Dia hadir
bersama hujan pertama di musim kemarau dan terbit bersama mentari di ufuk
paling timur dan tak pernah terbenam.
Dia selalu hadir ketika
ada perang tanding untuk merebut rumah ibadah tujuh lantai di Yerusalem. Ketika
asyik berperang, para raja dan penduduk Yerusalem pun dengan sengaja mebunuh
Pengemis itu. Mereka bahkan menyalibkanNya, sebab hanya melalui lidah pengemis
itu, mereka bisa marampas harta berlimpah dari surga.
Alasan kedua karena
kehadiran Pengemis itu telah mengancam keutuhan tembok Yerusalem bahkan
meruntuhkannya. Mereka menyalibkannya di atas sebuah bukit yang gersang namun
kini menjadi taman yang hijau tanpa berubah warna. Bahkan di puncak bukit itu,
didirikan kota Yerusalem baru tanpa tembok, pagar berduri apalagi biaya
kunjungan.
Semua serba gratis
tanpa syarat. Para pelacur, pengemis, buta huruf atau pun orang-orang kotak
sampah lainnya bebas keluar-masuk kota ini. Di sana ada mata air dan samudra
luas yang kaya akan ikan-ikan. Di sana ada ladang gandum juga kaya akan anggur
untuk mamuaskan dahaga jiwa yang kersang. Aku sendiri sadar bahwa di tengah
dadaku pun ada Yerusalem dan tembok, maka harus dirombak.
Post a Comment for "Cerpen: Runtuhnya Tembok Yerusalem "
Komentar