Lembata Pasca-Yentji Sunur (Catatan untuk Thomas Ola)
Setelah Eliaser
Yentji Sunur meninggal dunia, Thomas Ola Langoday mulai melakukan bersih-bersih
dapur birokrasi. Hal ini bukan sekadar manis di bibir, Thomas Ola, usai
dilantik menjadi Bupati Kabupaten Lembata, telah membuktikannya. Ia mulai mencopot
pimpinan dinas Pendidikan yang tersangkut masalah ganda, mulai dari isu
perselingkuhan hingga penyalahgunaan keuangan negara dalam kasus proyek
abal-abal Jempatan Apung Awololong.
Proyek yang
dibangun untuk menjawab “libido” (alm) Yentji Sunur ini telah menelan dana
sekitar 6 M lebih. Anehnya ialah masih ada sekelompok orang yang fanatik buta
terhadap rezim Yentji Sunur, pernah melakukan demonstrasi mendukung Pemda
Lembata melanjutkan pembangunan yang secara kasat mata bermasalah, baik dari
segi kearifan lokal, lingkungan hidup, keuangan negara maupun konflik
horizontal yang mulai mencuat.
Silvester Samun,
selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Abraham Yhezekiel Tsazaro selaku Kuasa
Direktur PT. Bahana Krida Nusantara dan Kontraktor Pelaksana dan Middo Arianto
Boru sebagai Konsultan Perencana telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan
korupsi dari Proyek Awololong oleh Polda NTT. Itu berarti Proyek tersebut
bermasalah.
Namun demikian,
jika kita melihat ke belakang, ketika Yentji Sunur masih bernafas di bumi
Lembata, terlihat jelas “anak buahnya” dimanjakan walaupun diduga bermasalah.
Silvester Samun misalnya, diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan yang
sebenarnya tidak pantas dan layak karena sedang bermasalah. Marwah pendidikan
Lembata ternodai karena dipimpin oleh orang model ini.
Selain itu, dalam
bidang kesehatan juga dipersolkan. Mengapa tidak, dokter hewan dipilih menjadi
Kepala Dinas Kesehatan. Bukan hanya itu, Direktur Rumah Sakit Umum Lewoleba
tapi rasanya seperti dokter pribadi (alm) Yentji Sunur. Ketika Yentji Sunur dan
Rombongan bertandang ke Sumba pada Selasa (15/6/2021), Direktur Rumah sakit
juga hadir di sana seolah-olah sebagai dokter pribadi. Padahal, kala itu
Lembata masih dirundung duka karena Covid-19 juga bencana alam.
Mereka ke Sumba di
tengah situasi bahaya yang dialami masyarakat Lembata. Hasil dari kunjungan
tersebut yakni foto-foto bersama tanpa beban sambil tersenyum manis dan uang
rakyat Lembata dibuang begitu saja sebab El Tari Memorial Cup pun batal dilaksanakan.
Beberapa bulan kemudian, Eliaser Yentji Sunur, Bupati yang pada masanya lahir
banyak proyek mangkrak di Lembata pun meninggal dunia karena corona.
Pada saat
kunjungan ke Sumba, juga hadir Asten Kares, salah seorang wartawan yang selalu
dikomentari netizen kritis sebagai wartawan pribadi Pemda Lembata. Mengapa
tidak, fajarpedia.com, media yang dinahkodainya dinilai selalu memuja-muji
Pemda Lembata tanpa menggali fakta lain seputar kebobrokan Lembata. Kecurigaan
netizen ini juga mulai menyata ketika fajarpedia.com dan beberapa media lokal
lainnya diisukan mendapat uang kerja sama dari Pemda Lembata sebesar Rp 263.260.000
secara ilegal.
Isu kontroversial
ini pun mendapatkan respons kritis dari warga Lembata diaspora yang mendesak
agar Polres Lembata segera melakukan proses lebih lanjut soal temuan dana
ilegal oleh inspektorat Lembata. Sungguh terlalu, wartawan bagi-bagi uang di
tengah covid-19 melanda orang miskin Lembata.
Bongkar untuk Bangun Baru
Filsuf Prancis,
Jacques Derrida dengan teori dekonstruksi bisa membuka wawasan Pemda Lembata
untuk mulai melakukan perbaikan dari segala lini Pemerintahan. Teori
dekonstruksi secara singkat dapat dipahami sebagai upaya membongkar yang lama –
yang tidak selalu benar – agar bisa membangun yang baru atau rekonstruksi.
Upaya ini sudah mulai menyata ketika Lembata dinahkodai Thomas Ola.
Untuk membangun
“Lembata yang baru”, Pemda Lembata mesti selalu bekerja sama dengan pihak-pihak
lain baik itu kepolisian, para penegak hukum, mahasiswa atau juga masyarakat
kritis Lembata agar sama-sama menata dan mendesain wajah Lembata menjadi lebih
baik dari segala aspek.
Bupati Lembata
mesti hadir sebagai penggerak melalui kata-kata maupun tindakan nyata. Ketika
ada dugaan atau temuan kasus yang merugikan daerah, Bupati Lembata tidak boleh
apatis, dalam arti membiarkan penegak hukum bekerja sendiri sesuai tupoksi
tetapi sebagai kepala Daerah, Bupati mesti memiliki suara politis, mendesak dan
mendukung pihak penegak hukum agar tetap konsisten bekerja.
Hal ini, menurut
saya, tidak pernah dialami orang Lembata ketika dipimpin oleh (alm) Yenji Sunur
yang juga pucuk pimpinan Golkar Lembata. Ketika ada kasus proyek mangkrak
berkembang biak di Lembata, almarhum terlihat biasa-biasa saja tanpa beban,
malah meminta supaya pendapatan atau honornya dilangitkan.
Maka, Thomas Ola
mesti merefleksikan cara kepemimpinan Yentji Sunur yang meninggalkan banyak
proyek mangkrak, susunan birokrasi yang amburadul, bagi-bagi uang bersama
wartawan dan lain-lain. Semua kebobrokan itu mesti dibongkar. Wartawan yang
diduga berselingkuh dengan Pemda untuk mendapatkan uang merah mesti dicatat
baik-baik dengan sebuah pertanyaan; apakah mereka masih layak dipercaya sebagai
pewarta di Lembata?
ASN yang
bermasalah mesti dibersihkan agar gaji yang diperoleh dari pajak warga negara
tidak diberikan kepada orang yang salah. Tenaga kesehatan yang diisukan
“bermain bisnis” di Rumah Sakit Umum Lewoleba juga mesti diteliti agar
kotoran-kotoran yang menumpuk di Rumah tersebut bisa segera dibersihkan sampai
ke akar-akarnya. Jangan lupa juga mengontrol Kepala Desa dan aparat-aparatnya.