Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Menyambut Pemilihan Kepala Desa Mahal, Antara Moral dan Hukum (bagian 3)

Catatan Untuk Penyelenggara

Poya Hobamatan

Tak terduga, tulisan terdahulu tentang Mempertimbangkan Kualitas Calon, ternyata bagai pisau bedah sekaligus pisau pemangkas. Sebab setelah kualitas calon diangkat, panitia Pilkades segera membedah setiap calon dan segera merekomendasikan bahwa ketiga calon kepala desa Mahal 1 layak direkomendasikan, mengingat sampai dengan batas tanggal pengajuan keberatan, tak ada bukti sanksi hukum baik adat maupun pidana diserahkan oleh pihak yang berkeberatan kepada panitia Pilkades untuk mendiskualifikasi calon.  

Atas dasar itu, bisa dipahami mengapa seluruh panitia pelkades Mahal 1 mengundurkan diri. Sebab bagaimanapun, sebagai panitia yang bekerja netral, procedural dan legal; alasan untuk mendiskualifikasi calon harus berdasarkan bukti hukum, dan bukan sekedar berdasarkan suara-suara minor segelintir orang.

Di sisi lain, pihak BPD Mahal 1, yang punya hajatan pilkades, merasa bahwa suara-suara minor masyarakat haruslah juga menjadi salah satu input penting, karena bagaimanapun kepala desa dipilih bukan untuk ditempatkan di ruang kosong, melainkan untuk memimpin desa; sebuah organ terbawah dalam kehidupan berbangsa. Dan oleh karena itu,  calon kepala desa yang  terpilih haruslah merupakan putra terbaik desa yang memenuhi seluruh standard personal, steril dari suara-suara sumbang, supaya ketika terpilih untuk mengampuh tugas public sebagai kepala desa, ia tidak sekedar sebagai seorang pemimpin, tetapi juga teladan masyarakat.

Syukurlah bahwa di tengah konflik, yang bagi saya adalah konflik berbobot, karena bukan berangkat dari sentiment pribadi melainkan berdasarkan argument cerdas rasional, antara argumentum legal dari pihak panitia dan argumentum moral - sosial dari pihak BPD, saudara saya Lukman Laba, calon kepala desa nomor urut 3 mengundurkan diri. Kita berterimakasih kepada Lukman atas keputusan yang hebat ini. Kita juga berterimakasih kepada panitia yang mengambil keputusan tak popular, dengan dasar pijak yang rasional. Kita juga patur berterima kasih kepada BPD, yang cepat membaca  tanda alam dan segera mengambil sikap agar Pilkades tetap berlangsung sesuai jadwal yang ditentukan.

Bacaan apa yang patut diangkat dalam studi kasus ini? Pertama, pengunduruan diri Lukman Laba, pengunduran diri panitia lokal pilkades, pembentukan panitia baru yang berjalan mulus-mulus saja, oleh BPD untuk menyukseskan Pilkades, menunjukkan secara jelas kepada public, bahwa tidak ada masalah di antara ketiga pihak. Justru kasus ini memperlihatkan secara terang benderang kesamaan persepsi tentang martabat kepala desa, bahwa kendati kepala desa itu organ terendah dalam kehidupan berbangsa, namun dia adalah jabatan terhormat untuk menjadi pelayan Leu Awuq.

Standard pemikiran ini yang membuat Lukman dengan jiwa besar mundur karena tak ingin menjadi masalah bagi warga; panitia mengundurkan diri, karena tak ingin memangkas hak orang hanya berdasarkan isu-isu tanpa bukti hukum; BPD mengintervensi karena tak ingin hasil pilkades menjadi antithesis dari harapan masyarakat.

Oleh karena kasus pilkades Mahal 1 ini justru menjadi pelajaran berharga bagi pilkades periode berikut. Paling kurang kasus ini membentuk pola pikir masyarakat dalam perhelatan Pilkades berikut bahwa ke depan, kualifikasi personal calon harus memenuhi tiga matra, yakni syarat administrative, bebas dari sangsi hukum dan sangsi social-moral.

Dan oleh karena itu, untuk mengantisipasi agar calon tidak dikorbankan oleh isu hoaks tanpa bukti, maka segala suara sumbang, apapun bentuknya, harus dicermati dalam diskusi-diskusi serius demi memperoleh bukti-bukti otentik, antara BPD sebagai yang empunya hajat dan panitia yang dipercayakan sebagai pelaksana hajatan itu, supaya keputusan yang dikeluarkan sungguh dipertanggungjawabkan secara rasional, berdasarkan argumentasi legal-moral, oleh pihak penyelenggara.

Kedua, justru dengan pengunduran diri Lukman Laba, masalah baru dimulai. Masyarakat Mahal yang sedang menuju ke masyarakat rasional dipaksa untuk kembali menjadi masyarakat tradisional. Dengan sisa dua calon, kemungkinan untuk memilih calon berdasarkan sentiment suku akan lebih gahar, ketimbang tiga calon sebagaimana yang ditetapkan panitia sebelumnya.

Dengan mengandaikan bahwa kedua calon sama-sama memiliki kualifikasi, kita hanya bisa berharap Mahal 1 akan semakin bermetamorfosa dalam Pilkades periode ini.

 

 

Post a Comment for "Menyambut Pemilihan Kepala Desa Mahal, Antara Moral dan Hukum (bagian 3)"