Tugas Rian Meker A’e Ame dalam Budaya Kedang, Lembata
![]() |
Acara Uang Bele Antara Suku Odel Wala dan Hobamatan di Desa Mahal, Omesuri, Lembata, Kamis (2/6) |
Pertama, Rian. Kata ini secara harafiah berarti
besar atau pemimpin. Dulu di Kedang ada sebutan Rian Bara’ (sangat besar - Rian: besar, Bara’: berat) yang
menegaskan status seseorang sebagai pemimpin seluruh wilayah Kedang. Juga ada
sebutan Rian raya: pemimpin atau kini
merujuk pada status pemerintah mulai dari Kepala Desa, Camat, Bupati dan
seterusnya.
Kedua, Meker berarti sulung atau yang paling
tua. Dalam budaya kedang, kakak sulung sangat dihormati karena memiliki
kharisma khusus misalnya wowo pana hunga
lati atau sebagai seorang pembicara yang disegani.
Ketiga, A’e berarti kakak. Seorang kakak selalu
memiliki tanggung jawab besar untuk mengatur lalu lintas kehidupan
adik-adiknya. Kakak juga yang paling dekat dengan orangtua sehingga memiliki
tanggung jawab untuk menggantikan orangtua dalam mengurus adik-adiknya. Oleh karena
itu, seorang kakak dalam budaya Kedang memiliki peran penting dan ia sangat
dihormati. Misalnya, saat makan bersama, seorang kakak (a’e rian: kakak besar)
selalu ditunggu kehadirannya sehingga acara makan bersama keluarga bisa berjalan
lancar.
Keempat, Ame berarti bapa. Bapa atau ayah
memiliki tanggung jawab untuk menjaga, mengatur dan menjadi tulang punggung
pertama dalam keluarga. Karena itu, ame
dalam konteks tulisan ini merujuk pada peran seorang kepala suku yang memiliki
peran untuk menjaga suku, memimpin suku juga tugas-tugas adat lainnya yang
selalu dipercayakan kepadanya. Seorang ame
juga diakui sebagai seorang pembicara yang meratifikasi sebuah keputusan atau bading wala atau juga marang wala.
Dari empat pengertian
di atas, seorang ria meker a’e ame
sejatinya adalah kepala suku yang memiliki multi peran yakni sebagai pemimpin,
sebagai sulung, sebagai kakak dan sebagai bapa yang baik. Kepala suku biasanya
disematkan kepada anggota suku yang berstatus sebagai anak sulung (paling tua)
atau memiliki garis keturunan dari moyang sulung (ame meker).
Salah satu tugas pokok rian meker a’e ame yakni bele binen pae naren: mengurus kawin-mawin
anggota suku sekaligus belisnya. Bele binen:
melepas pergi anak perempuan untuk mengikuti suaminya; pae naren yakni mengurus acara adat perkawinan anak laki-laki suku
yang akan meminang istri dari suku lain.
Rian
meker a’e ame, dalam konteks bele binen pae naren akan bertugas sebagai pembicara utama ketika
ada acara uang bele atau bicara belis
antara pihak keluarga laki-laki dan perempuan. Ia menjadi pembicara karena
diakui memiliki kekuatan berkata-kata yakni wowo
sampera eu’ rantaka; wowo pana hunga lati.
Saat kegiatan uang bele atau bicara belis, rian meker a’e ame duduk di tempat
terhormat yakni lipu mutung bara’ mapa’.
Selain itu, ia juga akan disuguhi siri pinang pertama, disusul anggota suku
atau tamu undangan (aya’ hue’ beri’) yang turut hadir. Pada kesempatan ini, biasanya Rian Meker a'e ame diberi kesempatan untuk lebih dahulu bicara dan akan berbicara lagi pada kesempatan terakhir untuk mensahkan kesepakan bersama.
Dari beberapa peran di
atas, rian meker a’e ame dalam budaya
Kedang di Kabupaten Lembata sangat dihormati. Ia bukan hanya mengurus proses
kawin-mawin melainkan masih banyak tugas lainnya, salah satunya menjadi
penengah jika ada konflik dalam suku. Ia akan berbicara dengan bahasa yang sopan
untuk mendamaikan anggota suku yang bersengketa. Biasanya, anggota suku
langsung mendengarkan sabda sakral dari rian
meker a’e ame dan menuruti arahannya.
Rian
meker a’e ame dihormati karena diakui memiliki
kharisma yang diberikan oleh leluhur sendiri. Ia memiliki aura pemimpin (rang)
yang bijaksana. Biasanya rian meker a’e
ame juga dibekali dengan talu beru
(bentuknya seperti kelereng), sebuah benda yang hadir secara misterius. Tentang
talu beru ini akan diulas pada
kesempatan lain. (RO/Admin)