Poan Natang, Ritual Berkomunikasi dengan Kekuatan Gaib di Kedang, Lembata
RAKATNTT.COM
– Membangun
persahabatan dengan alam semesta adalah salah satu ciri khas primer filsafat
berpikir orang timur (China, India dan Indonesia). Lebih mengerucut ke
Indonesia, khususnya orang NTT, persahabatan dengan alam selalu dibuktikan juga
melalui ritual-ritual adat tradisional yang diyakini kebenarannya. Ritual-ritual
ini menghadirkan beberapa jenis binatang sebagai tumbal.
Senin (27/6/2022), saya menyaksikan langsung sebuah ritual adat yang dilakukan oleh sekelompok warga
Kedang di Desa Mahal, Kabupaten Lembata, NTT. Ritual dilakukan di dekat sebuah
batu besar yang diyakini memiliki kekuatan yang tak terjangkau indra penglihatan
manusia pada umumnya – kecuali mereka yang memiliki kemampuan khusus.
Ritual ini disebut poan natang. Tujuannya untuk membangun
komunikasi damai dengan kekuatan gaib yang diyakini menghuni batu besar atau
pohon besar sebagai rumah mereka. Seringkali karena kerakusan atau proyek kehidupan
manusia, rumah yang dihuni oleh kekuatan gaib pun tidak diperhatikan lagi “kesakralannya.”
Dalam bahasa setempat
disebut laka’ mo’ uli’, lale’ mo’ wati’
artinya, manusia membangun sebuah pemukiman tanpa meminta izin pada kekuatan
gaib yang disebut sebagai nitung natang
wa’ laleng (jin-jin yang ada dalam tubuh batu besar). Orang lalu-lalang di
lokasi tersebut tanpa menyadari bahwa tempat itu milik yang gaib.
Sesuai dengan wawancara
yang saya lakukan, wujud dari kekuatan gaib tersebut bisa berupa ular atau juga
manusia berjubah putih. Bagi orang-orang khusus atau yang disebut mata terang,
pada saat-saat tertentu bisa melihat atau berpapasan dengannya.
Jika manusia membangun
rumah atau membuka kebun tepat dekat batu atau kayu angker, rumah para gaib
tersebut, tanpa meminta izin melalui ritual poan
natang, maka manusia bersangkutan akan diganggu terus oleh yang gaib,
misalnya selalu mimpi buruk, kerasukan, atau mendapat sakit.
Dengan pertimbangan
tersebut, maka wajib hukumnya bagi manusia untuk menghormati alam gaib dan
berdamai dengannya melalui ritual poan
natang. Dalam ritual tersebut, pemimpin ritual (molan) akan menyampaikan
permohonan maaf atas kesalahan yang dibuat oleh manusia dan ingin membangun
komunikasi damai dengan natang (yang gaib).
“Sogok” pun dilakukan
oleh molan dengan mengurbankan hewan,
misalnya anjing atau ayam. Hati anjing yang dikurbankan, menurut molan Amo Hola
(pemimpin ritual, ia sudah banyak kali memimpin ritual poan natang), bagi para
gaib dilihat sebagai emas yang digunakan untuk membayar rumah mereka sembari
memohon agar yang gaib pergi mencari tempat baru. Membayar rumah yang gaib
(batu besar), misalnya jika manusia ingin memanfaatkannya untuk membangun rumah
huni atau memecahkan batu tersebut utuk keperluan hidup manusia.
Selain hati anjing,
beberapa bagian dari tubuh ayam yang dikurbankan akan dijadikan sebagai
persembahan atau sesajian khusus bagi yang gaib.
Biasanya, jika
tumbalnya ayam, maka disediakan tiga ekor ayam dengan warna berbeda-beda yakni
putih, hitam dan warna campur putih-hitam (laba ai). Saat ritual, keputusan
terakhir akan diketahui melalui petunjuk pada kaki ayam (ura’ le’).
Ada dua tujuan utama
ritual poan natang yakni memohon agar yang gaib pergi mencari tempatnya yang
baru dan kedua jika tidak ada tempat baru, maka yang gaib tetap menetap pada
batu atau kayu besar tersebut tanpa mengganggu manusia. Tentang ini, manusia
dilarang keras untuk membuang kotoran manusia (mie bengu deru’ buru’) di atas
batu atau membakar sesuatu di atas batu atau pohon besar (biasanya pohon
beringin) milik yang gaib itu.
Melalui ritual tersebut, maka kesepakatan damai antara manusia dan yang gaib pun disahkan. Manusia dan yang gaib bisa hidup bebas tanpa saling mengganggu sebab keduanya sudah membangun komunikasi.
Komunikasi tersebut bukan hanya antara manusia dan yang gaib, melainkan kuasa Wujud Tertinggi pun diyakini ada. Sebab, dalam membuka ritual, nama Wujud Tertinggi disebut dan diundang untuk menyaksikan berjalannya ritual tersebut. (RO/Red)
Post a Comment for "Poan Natang, Ritual Berkomunikasi dengan Kekuatan Gaib di Kedang, Lembata"
Komentar