Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Pentas Teater di Harnus, SMAK St. Yakobus Rasul Lewoleba Sampaikan Kritik Lewat Panggung


RAKATNTT.COM – Selasa sore (1/11/22) mendung terlihat mulai pekat. Awan tebal di langit mulai bersatu melahirkan hujan. Ada kecemasan terlihat di wajah para pelakon teater dan penata panggung yang tak sabar mengekspresikan diri.

Salah seorang yang terlihat serius membereskan lighting mulai bercanda dengan logat khas Lewoleba. “Biasanya tanggal satu November tu hujan le,” ungkapnya sambil tersenyum kecil.

Matahari yang sedari siang benderangkan cahayanya mulai redup dan perlahan dikuasai oleh awan tebal yang pekat. Rintik hujanpun mulai jatuh perlahan tapi tak memberi tanda berhenti.

“Pakai dukun saja, kasih doi 50 ribu dia beli peralatan untuk tahan hujan,” ungkap salah seorang yang lain penuh percaya diri. Rupanya ilmu tahan hujan juga dimiliki oleh orang Lembata.

Sore itu agak aneh memang. Di tengah kota Lewoleba, hujan turun dengan cukup deras. Namun, di lapangan Harnus, rintik hujan tak berlangsung lama. Barangkali benar, ini semua karena ada pawang hujan.

“Okelah, atur saja yang terbaik, intinya pentas teater malam ini harus jadi,” ungkap salah seorang guru yang mengajar di SMAK St. Yakobus Rasul Lewoleba.

Sekitar pukul 18.00 Wita, hujan yang rintik berhenti jatuh. Para tamu undangan mulai tunjukkan batang hidungnya di lokasi pementasan yang sudah disiapkan oleh tuan pesta. Ada dari kalangan pejabat dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Lembata, dari Kantor Kementrian Agama Kabupaten Lembata, dari Madrasah Aliyah, Lembata Accoustic, Hip-hop Lembata  Foundation (HLF) dan juga tamu undangan lain. Semuanya datang dengan membawa senyum yang sama.

Kegiatan pentas pun dimulai dengan didahului beberapa sambutan. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Jawa yang diwakili oleh staf ahli.

Pentas pun dimulai.

Kritik Sosial untuk Lembata

Dalam sebuah monolog berjudul “Antara Cinta dan Agama’ terbersit kritikan sosial yang menusuk sampai ke jantung.

Maria, tokoh utama dalam lakon monolog ini, mengisahkan bahwa pernikahannya dengan Lamber, kekasih palsu yang dijodohkan ayahnya ibarat pulau cantik Awololong yang diperkosa beton-beton besar atas nama pembangunan yang kini bermasalah karena uang.

Ia mengibaratkan dirinya sebagai barang dagangan yang seenaknya diperjual-belikan dengan aturan hukum rimba.

Aku seperti pertamax dan pertalite di Lembata yang diperjual-belikan tanpa kontrol ketat dari aparat penegak hukum. Aku seperti kapal pinisi yang dibeli dengan harga mahal tapi tak digunakan semestinya,...

Suara Maria menggema di atas panggung pementasan.

Kritik sosial yang dibangun di atas panggung merupakan cara kreatif yang diciptakan oleh anak-anak SMAK St. Yakobus Rasul Lewoleba sebagai salah satu jalan menyampaikan keresahan dan aspirasinya sebagai warga negara.

Lebih lanjut, dalam teater ‘Chaos’ menggambarkan suasana kacau, tak terurus yang ada di Lembata maupun Indonesia secara lebih luas. Di dalamnya ada masalah pembunuhan, korupsi, bencana alam dan sebagainya.

Kritik-kritik sosial-politik lewat seni panggung memberi kesadaran kepada para penonton bahwa Lembata sedang tidak baik-baik saja.

Baru-baru ini, Kejaksaan Negeri Lembata sudah tetapkan 3 tersangka kasus kapal pinisi, juga beberapa kasus lainnya yang telah merugikan keuangan masyarakat Lembata.

Maksud lain dari pementasan ini tentu saja membuka cakrawala berpikir bagi peserta didik agar tidak berpikir “lemah lembut” atau mengikuti begitu saja kemauan para elitis. Peserta didik mesti berpikir progresif dan melampaui spiritualitas burung beo yang dipelihara dalam gedung-gedung megah. (RO/Red)

 

 

Post a Comment for "Pentas Teater di Harnus, SMAK St. Yakobus Rasul Lewoleba Sampaikan Kritik Lewat Panggung"