Ada Benarnya Juga, Kalau Orang Tiba-tiba Baik Berarti Dia Caleg
Rakatntt.com – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) biasanya muncul bahasa-bahasa lucu dari netizen. Ungkapan-ungkapan yang lahir dari mulut netizen sebagaimana ditemukan di media sosial sesungguhnya punya alasan mendasar.
Walaupun demikian, terkesan
bahwa ungkapan tersebut sangat berlebihan, seolah-olah orang yang hendak
menjadi Bakal Calon Legislatif di suatu daerah tertentu tidak memiliki
substansi sebagai manusia yang melekat dengan kebaikan dalam dirinya. Itu anggapan
yang berlebihan.
Namun, dari
ungkapan-ungkapan lucu dan sinisme, sesungguhnya ada pesan yang mau
disampaikan. Misalnya kita ambil contoh, ada satu ungkapan begini, “Kalau orang
tiba-tiba baik, berarti dia caleg.” Sepintas memang ungkapan ini mengundang
gelak tawa. Ada unsur sinisme di dalamnya tetapi juga ada pesan tulus yang
keluar dari mulut netizen yang adalah masyarakat sendiri.
Contoh lainnya, beberapa
hari yang lalu, ada seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lembata yang
mengeluarkan peryataan di media massa online terkait kematian seorang bayi. Ketika
pernyataan tersebut dilempar ke publik, terdapat respons beragam, ada yang sangat
mendukung tetapi ada pula yang memberikan sinisme; “selama ini diam, 2024 sudah
dekat baru mulai omong.”
Komentar seperti itu
menandakan adanya rasa muak dari masyarakat terhadap keberadaan wakil rakyat
selama kurang lebih 5 tahun di atas kursi empuk. Rakyat menjadi dilema
menghadapi Pemilihan Umum; KPU menghimbau agar tidak menjadi apatis alias
golput. Sementara itu, ketika mengikuti Pemilu, utusan yang dikirim menjadi “malaikat
penolong” malah tidak menjalankan tugasnya secara profesional.
Justru hal-hal seperti
inilah yang kemudian melahirkan ungkapan-ungkapan sinisme. Barangkali netizen
(masyarakat) cerdas menilai bahwa ketika jauh dari Pemilu, seorang ADPRD tak
punya nyali, tak pernah bersuara, malah duduk empuk begitu saja menunggu surat
cinta amplop putih dengan isi warna merah setiap akhir bulan. Atau suka pamer
diri di faceboook seolah-olah ia serius bekerja walaupun dicurigai makan uang
dan lain-lain.
Nah, ketika gong Pemilu
berbunyi, oknum DPRD bersangkutan mulai bersilahturahmi dari rumah ke rumah,
katanya mau kunjung keluarga. Atau ia mulai cerewet di media sosial dan media
massa. Hal-hal seperti ini mesti dicurigai bahwa orang bersangkutan pasti mau
Caleg dan orientasinya negatif.
Memang benar bahwa
kebaikan setiap orang itu diukur pula dengan kaca mata yang berbeda. Namun,
seseorang yang selama membangun relasi sosial di tengah masyarakat terkesan
dingin, tak pernah mau menyapa orang, punya pengalaman dalam jabatan kecil yang
buruk dan tinta merah, suka dendam dan membangun kubu-kubu dalam masyarakat lalu
tiba-tiba mulai baik, patut dicurigai ia Caleg.
Walaupun menjadi seorang
Caleg atau Bakal Caleg Legislatif adalah hak setiap warga negara tetapi
berpikir dan berbicara kritis untuk mencurigai orang-orang semacam itu adalah
hal yang wajar. Mari kita mencurigai mereka: jika tiba-tiba baik, berarti ia
Caleg atau Pemilu sudah mulai dekat.
Kita patut mencurigai
mereka; apakah orang-orang bersangkutan mahir berbicara dan cerdas mencari
solusi, apakah ia (Caleg) menguasai tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat; apakah
ia punya cerita perjalanan hidup yang baik-baik saja alias tak ada tinta merah
khususnya ketika dirinya menerima satu jabatan kecil tertentu; kita harus mencurigai
mereka. (RO)