Jatuh Bangun Menulis di Blog RakatNtt, Fokus Gali Kearifan Lokal Kedang
RakatNtt.com – Jatuh Bangun Menulis di Blog RakatNtt, Fokus Gali Kearifan Lokal Kedang
Minat
menulis yang mulai tumbuh sejak saya mengenyam pendidikan di Seminari San
Dominggo Hokeng, mendorong saya untuk terus meruncing jari-jari tangan agar
semakin tajam. Dalam proses kreatif menulis, setiap penulis tentu saja memiliki
minat yang tak sama, ada yang tergiur dengan politik, maka tulisannya lebih
banyak tentang politik, demikian pun sastra, budaya lokal, agama, lingkungan
hidup dan sebagainya.
Setelah
tamat dari Novisiat SVD santo Yosef Nenuk, Atambua, saya beralih ke bangku
perkuliahan di STFK Ledalero (sekarang IFTK Ledalero) pada tahun 2017.
Di bukit
Ledalero, minat menulis ini tak padam. Saya terus mengasahnya dengan berbagai
cara, mulai dari mengikuti latihan jurnalistik, berdiskusi, membaca buku di tengah
suasana hening dan masih banyak proses belajar lainnya.
Waktu
di Ledalero, surat kabar cetak yang populer menerbitkan karya-karya mahasiswa
Ledalero yakni Pos Kupang dan Flores Pos. Niat saya untuk bisa tembus ke Pos
Kupang dan Flores Pos menjadi motivasi tersediri. Niat yang dibarengi dengan
ketekunan dalam belajar akhirnya tercapai.
Blog RakatNtt
Menulis
dan mempopulerkan budaya, adat-istiadat dan kearifan lokal Kedang merupakan
mimpi saya yang didorong dengan sebuah pertanyaan reflektif: mengapa Kedang dan
budayanya jarang ditemukan di surat kabar dan buku-buku yang tersusun di
perpustakaan Ledalero? Padahal tulisan tentang Lamaholot sudah sangat banyak
bahkan tertumpuk-tumpuk di perpustakaan yang dikategorikan sebagai terlengkap
di NTT itu. Hanya ada satu buku yang tebalnya hampir melebihi Kitab Suci yang
ditulis oleh R. H. Barnes yang berisi ulasan tentang Kedang. Namun, buku
berbahasa Inggris yang sudah lapuk itu hanya ada satu di Perpustakaan bahkan
proses meminjamnya pun rumit.
Pertanyaan
reflektif itu pun membuat saya bertanya lagi; apakah tidak ada penulis atau
para sarjana dari Kedang yang berminat pada daerah atau budayanya sendiri –
barangkali orang Kedang hobinya yakni bicara tentang politik?
Dari
pertanyaan-pertanyaan kecil itu, saya mulai terinspirasi untuk mulai menggali
budaya dan kearifan lokal Kedang yang barangkali tak pernah terekspos ke media.
Yang paling pertama yakni membuat grup Facebook sejarah Kedang. Grup ini mati
muda karena beberapa anggotanya – yang dilihat dari identitas adalah mahasiswa
hebat – tidak fokus berdiskusi tentang
budaya dan sejarah Kedang tetapi mulai melebar ke ajaran teologis agama
yang berujung perdebatan tak habis. Omong agama seolah-olah dia dapat ilham
khusus dari Tuhan. Saya mencurigai orang ini hobinya menonton konten Youtube,
hehe.
Dari
grup ini pula saya menemukan bahwa generasi milenial Kedang, ada yang tidak
mencintai budaya dan kearifan lokal yang diwarsikan nenek moyangnya.
Lantaran
suka membuat postingan tentang budaya Kedang, salah seorang kakak bernama Bela dari
suku Leumara yang merantau ke tanah Jawa menawarkan untuk membuat sebuah blog
sederhana (template lama) agar saya bisa menulis di platform blog. Maksudnya supaya
mudah diakses oleh pembaca.
Pada
20 Maret 2019 blog dengan nama rianodel.blogspot.com pun lahir dengan tulisan
pertama yakni urisele Edang. Menulis di media blog model ini memang sulit
karena penulisnya Gaptek. Kakak Bela Leumara terus membantu, memberi tutorial
secara online, telepon, vc, pesan WA, inbox di Fb dan sebagainya sampai saya
benar-benar bisa menggunakan blog mandiri. Akhirnya bisa.
Awal
tahun 2020, usai menonton tutorial di youtube, saya akhirnya bisa mengubah blog
dengan domain sendiri. Blog dengan nama rianodel.online pun lahir berkat kerja
keras saya sendiri. Nonton youtube, mumpung di biara ada wifi gratis, hehe. Dari
situ, saya sudah bisa menguasai sedikit cara mengubah template blog dengan tampilan
lebih cantik dan memasang domain sendiri yakni online dan kemudian menjadi com.
Akhir 2020, saya mengubah lagi, dari rianodel.online menjadi rakatntt.com dan
bisa memasang iklan adsense sendiri berkat bantuan youtube.
Fokus
saya adalah tentang budaya, kearifan lokal dan sejarah Kedang – ada juga
tulisan jenis lain. Hingga kini sudah terdapat 702 tulisan di blog rakatntt
dengan pembaca terbanyak pada tulisan “Kisah Seorang Sopir di NTT Ongkos
Istrinya hingga Wisuda”, dibaca 57.000 kali.
Menulis
di RakatNtt memang tidak mudah. Sebab fokus pada budaya dan kearifan lokal juga
sejarah berarti sebelum menulis, saya harus terjun ke lapangan untuk menggali
pada para narasumber. Ada narasumber yang mau menceritakan secara detail, ada
yang bahkan menolak mentah-mentah. Itulah tantangan.
Namun,
ada rasa gembira ketika beberapa mahasiswa maupun para pelajar SMA yang
mengutip tulisan saya di RakatNtt sebagai rujukan dalam skripsi maupun karya
ilmiah mereka. Itu sebuah kebanggaan. Bukan hanya mereka, Prof. Alo Liliweri,
dalam sebuah diskusi online membahas tentang budaya Lembata juga catatannya
mengambil rujukan dari RakatNtt.com, hehe.
Dari
pengalaman ini, makna positifnya ialah bahwa menulis di blog adalah aktivitas
yang memuaskan diri sendiri dan bisa membantu membuka cakrawala berikr pada
pembaca. Menulis di blog, banyak orang terbantu, apalagi kontennya tentang
budaya Kedang. Mari terus menulis, jangan lupa baca RakatNtt.com. *** (RO)