Beu Taran, Beringin Tua di Kampung Leluhur dan Sumber Mata Air Punya Nilai Sakral
RakatNtt.com
– Kampung selalu identik dengan alamnya yang masih asli, tak diperkosa oleh
proyek-proyek mercusuar atau pabrik-pabrik yang menyumbang polusi udara. Dari kampung
pula, setiap orang mengenal kearifan lokal yang mengajarkan tentang pentingnya menjaga
alam, lebih konkritnya tidak menebang pohon sembarangan. Ketika tuntutan perut
tak terbendung, orang kampung – khususnya pada zaman dahulu kala – melakukan ritual
meminta izin kepada Tuhan dan alam semesta untuk membuka kebun baru. Membuka kebun,
otomatis beberapa pohon yang hidup di atas tanah potensial harus dikorbankan.
Di Kedang,
Kabupaten Lembata, NTT, salah satu pohon yang tidak ditebang secara sembarangan
yakni pohon beringin atau dalam bahasa daerah Kedang disebut Beu. Di kampung-kampung
lama atau Leutuan, pohon beringin selalu bertumbuh dan dianggap memiliki daya
sakral. Pohon beringin biasanya tumbuh di tengah-tengah kampung lama dan di
bawahnya, setiap orang yang datang akan menghirup udara segar tanpa bayar.
Selain
di kampung lama, di sumber-sumber mata air juga pohon beringin selalu bertumbuh
dan tidak ditebang. Justru karena ada beringin, mata air bisa terjaga. Larangan
ini tak pernah tercatat dalam buku harian orang kampung tetapi selalu mengalir
dalam pengetahuan mereka.
Larangan
tersebut juga erat kaitannya dengan
keyakinan metafisis masyarakat lokal terhadap pohon beringin, misalnya sebagai
tempat berkumpulnya makhluk gaib, ular raksasa dan sebagainya yang menakutkan
juga di bawah pohon beringin biasanya terdapat batu-batu sakral (lapa’ tarang),
tempat dilakukan ritual sakral. Bukan hanya itu, beringin juga memiliki makna
mempersatukan, daunnya yang meneduhkan menarik orang untuk melakukan pertemuan
adat di bawahnya atau pertemuan-pertemuan lain yang melibatkan banyak orang.
Jika
dipotong, ada keyakinan bahwa orang tersebut akan kena akibat buruk, misalnya sakit. Namanya keyakinan,
bisa dipercaya bisa tidak pun terserah. Namun, dari keyakinan itu, bisa dilihat
bahwa para leluhur atau masyarakat yang hidup di kampung punya proses
mewariskan pengetahuan dengan cara yang kreatif. Barangkali, melalui
cerita-cerita menakutkan itu, pohon-pohon beringin bisa dijaga karena kaya
manfaat, kaya oksigen.
Dilansir dari Rahmadi R dalam mongabay.co.id, di Indonesia, pohon beringin dikenal sebagai pohon peneduh juga memiliki fungsi budaya hingga nilai sakral. Pohon beringin (Ficus spp) sebenaranya memiliki banyak jenis.
Dalam jurnal Biologi Universitas
Andalas yang dikutip kembali oleh Rahmadi R dalam mongabay, disebutkan bahwa
ficus terdiri atas hampir 800 jenis yang tersebar di seluruh dunia tetapi lebih
banyak bertumbuh di daerah tropis. Selain sebagai peneduh dan punya fungsi
budaya dan nilai sakral, di beberapa tempat di Indonesia, pucuk beringin
dijadikan kuliner, misalnya di Sulawesi Selatan. (RO)
Post a Comment for "Beu Taran, Beringin Tua di Kampung Leluhur dan Sumber Mata Air Punya Nilai Sakral"
Komentar