Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Tugas-tugas Adat Suku di Kedang dalam Balutan Sistim Ka Le’ Mata


RakatNtt.com – Dalam tulisan terdahulu, admin pernah mengulas sedikit tentang Ka Le’ Mata. Nah, sekarang, admin akan mengulas lebih mendalam terkait isi dari sistim Ka Le’ Mata. Dari definisinya, Ka Le’ Mata merupakan sebuah sistim birokrasi tradisional yang lahir pranegara atas hasil kesepakatan suku-suku/marga yang ada dalam setiap kampung di wilayah Kedang, Kabupaten Lembata, NTT, sesuai dengan latar belakang sejarah atau dorong dope’ ahe toha hingga menempati kampung tersebut.



Sebagaimana birokrasi modern dalam sistim Pemerintahan Negara yang tersusun atas Kepala, wakil, dan seterusnya, sistim Ka Le’ Mata sesungguhnya sudah mengatur tugas-tugas adat masing-masing suku di setiap kampung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.

Tubar

Tubar secara harafiah berarti kepala. Tugas ini merujuk kepada suku-suku yang dalam latar belakang sejarahnya menjadi yang pertama menetap di kampung tersebut. Dalam bahasa adat Kedang sering disebut api kilo’ padu era, ruten uhe repe’ ara, ruten lolo’ repe’ pu’en dan tentu masih ada bahasa adat lainnya yang merujuk pada suku tersebut.

Jika diadakan sebuah ritual besar di kampung dengan mengurbankan hewan seperti babi, kambing dan ayam, maka suku tubar akan mendapat jatah wutu’ ale atau ka imen (rahang sebagai simbol pembicara). Suku tubar juga dalam tugas pemerintahan adat, akan bertugas sebagai bading wala, atau pembicara yang memberi keputusan final atau mensahkan sebuah keputusan.

Tugas-tugas lain, suku tubar yakni bako’ awu’ jika ada kematian, puli wa’ jika ada pembangunan rumah atau fasilitas umum dan pembicara adat untuk mengatur kampung.

Namun, seturut perkembangan zaman, tradisi ini sudah berangsur-angsur hilang bahkan di beberapa kampung sudah tak diwariskan lagi. Contohnya, saat ada kematian, suku tubar tidak berdaya lagi – tidak diakui lagi tugasnya entah sengaja atau tidak – sehingga di beberapa kampung yang bertugas bako’ awu adalah pemilik lahan bukan duli uhe wala atau suku tubar.

Liman Weri dan Wanan

Liman weri dan wanan atau lika weri-wana itu ibarat ajudan atau pelayan yang dalam bahasa adat Kedang disebut kaleka bote bei oli tubar owe lein. jika ada acara adat besar di kampung, ia memiliki tugas sebagai pelayan atau sebagai wakil dari tubar. Ia duduk di samping kiri dan kanan dari suku tubar. Tentu sesuai dengan latar belakang sejarahnya, ia datang setelah suku tubar lebih dahulu menempati kampung tersebut.

Lein

Suku lein adalah suku bungsu atau yang terakhir menempati kampung. Tugasnya ialah do’ duli, do’nulo keu dei. Artinya, ia memiliki tugas sebagai hubungan masyarakat atau humas sekaligus sebagai Mi’er Leu atau tentara penjaga kampung. Jika ada kegiatan adat antarkampung, maka suku lein akan pergi untuk memberikan informasi kepada kampung lain atau sebagai humas untuk menginformasikan pesan dari tubar kepada suku-suku lain  di dalam kampung.

Tradisi yang Hilang

Sistim Ka’ Le’ Mata hampir tak terlihat lagi alias hilang. Akibatnya, keharmonisan adat atau persatuan adat dalam kampung terhambat atau keharmonisan adat tercabik-cabik. Mengapa? Karena tidak adanya tradisi saling mengakui antarsuku sesuai latar belakang sejarah. Hal yang lebih rumit adalah “perebutan” status sebagai suku tubar atau duli uhe wala.

Padahal sesungguhnya duli uhe wala di Kedang tidak seenaknya dimanipulasi karena faktor-faktor tertentu. Sebab setiap duli uhe punya nama atau TUAN UHE nore ne’e ang ba’a ular doro, leu nore naya, awu’ nore uli.

Dari tuan uhe itulah, bisa diketahui suku mana yang sesungguhnya sebagai duli uhe wala sebab tuan uhe adalah nenek moyang dari suku tersebut.

Namun, begitulah tradisi Kedang. Banyak faktor yang memengaruhinya sehingga berangsur-angsur hilang. Akibat negatifnya pun amat terasa. Secara adat persatuan antarsuku dalam kampung tersebut tidak lagi menjadi kuat alias digoyang angin topan yang dibuatnya sendiri. Keindahan tradisi Kedang mulai tak elok dipandang. Selain itu, generasi muda menjadi hilang ingatan alias tak mengenal latar belakang adat di kampungnya sendiri.

Akankah tradisi ini dikembalikan  lagi di setiap kampung? Mari berefleksi dengan titik tuju: agar tradisi Kedang tidak punah! (RO)

Post a Comment for "Tugas-tugas Adat Suku di Kedang dalam Balutan Sistim Ka Le’ Mata"