Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Usai Rayakan Natal 2023, Kita Buat Apa?

 

RakatNtt.com – Natal adalah sejarah Allah hadir secara konkrit dalam kehidupan manusia. Allah yang transedental, yang jauh dan hanya terdengar dari mulut ke mulut atau hanya diyakini, kini berada bersama manusia sehingga manusia fana mampu memahami sifat-sifat Allah yang sejati. Perayaan Natal tentu saja layak dirayakan dengan suka cita tetapi kesederhanaan tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan.



Kelahiran Yesus, menurut  Injil penuh dengan tantangan dan suasana yang sederhana. Ia lahir di palungan dan yang menjadi saksi yakni para gembala bukan pejabat pemerintah atau pejabat yang mewakili gubernur atau bupati. Yesus lahir di tengah-tengah kehidupan para gembala yang sederhana.

Sejarah kelahiran Yesus ini, tentu saja memberikan dorongan atau spirit bagi umat Kristiani untuk bertanya diri: bagaimana saya memaknai natal tahun 2023? Apakah Natal mesti saya hayati dengan tampil sukacita yang berlebihan, mabuk-mabukkan, lomba  pohon natal, musik dari sore sampai pagi atau ada hal lain yang lebih penting untuk saya maknai?

Kritik terhadap Tradisi Usai Natal

Tradisi tentu saja selalu dianggap benar oleh penganutnya. Namun, apakah sebuah tradisi tidak bisa dikritik? Tradisi bukanlah sebuah dogma yang sulit untuk dibedah dan diubah; tradisi mesti dikritik, dilihat kembali; apakah layak untuk dipertahankan atau ada hal-hal tertentu yang mesti diubah?

Usai perayaan Natal, suasana sukacita terlihat di segala sudut, baik di dusun yang kecil maupun di kota-kota. Kita juga bisa memeriksa suasana sukacita melalu media sosial, facebook atau whatsapp misalnya. Salah satu tradisi yang saya temukan selama ini yakni kebiasaan mengonsumsi miras usai Natal. Ini sebuah tradisi di Lembata dan NTT pada umumnya yang tentu saja sudah melekat dengan penganutnya dan kita belum tahu kapan diubah.

Kebiasaan mengonsumsi miras – bahkan hingga mabuk-mabukkan sambil karaoke – mesti membuat kita bertanya: apa sesungguhnya makna dari perayaan Natal bagi kita? Apakah sukacita yang kita maksudkan adalah mengonsumsi miras hingga mabuk? Saya yakni benar bahwa banyak orang akan mencerca tulisan ini dengan pernyataan: engko repot sekali! Namun, sebagai umat kristiani tentu kesempatan berefleksi sudah menjadi bagian dalam perjalanan hidup keagamaan kita.

Tradisi mabuk-mabukan usai Natal mesti diperiksa kembali dan dibenah. Meneguk tuak dan arak tentu saja sudah menjadi bagian dari jati diri kebudayaan kita tetapi mesti dengan kadar yang terbatas. Apalagi anak-anak remaja yang tak mampu mengontrol diri, minum mabuk lalu resing motor, oh Natal ternodai.

Kita tidak boleh menjadikan Natal sebagai momen untuk mabuk-mabukan dan pesta pora. Tradisi seperti ini telah mereduksi makna Natal, makna kesederhanaan kelahiran Yesus di Betlehem, Palestina, 2000 tahun lalu. Dengan demikian, tradisi minum tuak-arak berlebihan usai Natal mesti disederhanakan dengan tetap memaknai suka cita Natal.

Natal Mempersatukan Konflik

Paus Fransiskus dalam perayaan Natal 2023 menyoroti kejahatan perang tahun ini yang sangat mencabik-cabik persatuan universal – Ukraina vs Rusia, Israel vs Hamas (Palestina) dll. Konflik perang telah membinasakan cita-cita kemanusiaan. Dengan demikian, perayaan Natal mesti menjadi spirit persatuan bagi kita yang sedang tidak nyaman dengan saudara kita, dengan keluarga kita,  dengan tetangga kita dan sebagainya. Yesus datang membawa misi perdamaian dan persatuan bukan membawa pedang atau api untuk menyulut perang tanding. Berita terbaru di Adonara, Flotim, seorang anak malah tewas karena ditombak. Natal yang sejatinya perayaan perdamaian malah dinodai dengan fenomena barbarisme yang terus menghantui kita.

Kita Buat Apa Usai Natal?

Yang harus kita lakukan yakni membaharui diri kita secara pribadi. Natal artinya kelahiran. Kita menjadi manusia baru yang lebih baik dalam membangun kehidupan kita di dunia fana. Natal mendorong kita untuk bangkit dari semua kekurangan personal kita. Kita tidak sekadar berfoto-foto di depan kandang Natal tetapi mesti direfleksikan maknanya untuk keberlanjutan hidup kita baik secara jasmani maupun rohani. Usai foto, saya buat apa?

Tradisi-tradisi yang berpotensi mengurangi kesucian Natal mesti mulai dikritik sehingga perlahan-lahan mulai diubah. Tradisi yang tidak baik sedapat mungin ditinggalkan. Misalnya, usai Natal mabuk dan muntah-muntah.

Natal 2023 juga mesti menjadi jembatan bagi yang berkonflik. Saatnya Natal mempersatukan kita. Konflik mesti ditinggalkan dan damai mesti dijunjung tinggi. Intinya bahwa Natal adalah momen membaharui diri. Itu saja. Kita bangkit dari keterpurukan dan menjadi manusia baru dengan spirit yang baru. Selamat Natal 2023 untuk saudara-saudari umat Kristiani dimana saja berada.***


Post a Comment for "Usai Rayakan Natal 2023, Kita Buat Apa?"