Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Ka Weru dan A Tutu’ Tin Tehe’ untuk Keharmonisan Suku di Kedang, Lembata

 

Ritual Ka Weru, Sumber Facebook


 

RakaNtt.com – Ka weru merupakan sebuah ritual yang berkaitan dengan eksistensi pangan lokal di wilayah Kedang, Lembata. Melalui ka weru, memperkuat konsep manusia menghargai pangan lokalnya sendiri. Ka weru merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh setiap suku atau marga di Kedang untuk merestui beberapa tetua dalam setiap suku yang telah ditentukan sebagai orang yang puting weru atau dalam bahasa agama bisa merujuk pada kata puasa.

Mengapa saya meminjam bahasa puasa? Sebab konsep dasarnya tak berbeda jauh. Orang yang puting weru tidak diperkenankan mengonsumsi jagung muda pada musim panen jagung muda. Ia diberi tugas untuk menahan diri atau puasa sekitar beberapa bulan.

Sementara itu, warga suku lainnya tetap mengonsumsi jagung muda sebagaimana biasa. Ketika ka weru dibuka, maka orang-orang terpilih akan direstui untuk mulai membuka puasa jagung muda dan saatnya menikmati jagung muda sebagaimana orang lain nikmati. Pada kesempatan ritual ka weru dilakukan, biasanya, semua anggota suku atau marga terkait akan diundang untuk hadir bersama dan turut menyaksikan ritual itu sembari memberi restu pada tetua mereka yang sedang menjalankan riual ka weru. Pada kesempatan inilah, sesungguhnya konsep a tutu’ tin tehe’ memiliki tempat terhormat.

A Tutu’ Tin Tehe’

Dalam ilmu anropologi dasar dijelaskan bahwa setiap suku bangsa atau etnis di Indonesia hidup di atas nilai-nilai kebudayaannya. Lantas, apa itu nilai-nilai kebudayaan? Secara garis besar nilai-nilai kebudayaan merujuk pada baik-buruknya konsep budaya yang dibangun oleh masyarakat tertentu untuk mengatur tingkahlaku hidupnya. Nilai-nilai kebudayaan dianggap penting, diterima dan diwariskan terus dalam lingkaran warga budaya di setiap daerah.

A tutu’ tin tehe’ sejatinya merupakan sebuah nilai budaya yang ada dalam kehidupan orang Kedang yang masih terdengar gaungnya tetapi barangkali sudah mulai minim praktiknya. Melalui konsep a tutu’ tin tehe’ sesungguhnya, proyek kehidupan yang lebih harmonis menjadi salah satu target yang mau dicapai.

Apa itu a tutu’ tin tehe’? konsep ini mengajarkan tentang pentingnya makan bersama sembari saling mengevaluasi dan menasihati satu sama lain terlebih dari yang tua kepada yang muda. Lalu apa urgensi hubungan antara ka weru dan a tutu’ tin tehe’? Mari kita lihat bersama di bawah ini.

Ritual ka weru merupakan sebuah kegiatan adat bersifat kolektif suku bukan pribadi. Artinya, tatkala ritual ini dilakukan, semua anggota suku dipanggil untuk datang berkumpul bersama di ebang rian huna hale atau rumah besar-rumah adat suku di Leu Tuan Tene Maya’ – kampung lama milik leluhur yang punya nilai historis dan spirit.

Akan menjadi sia-sia jika ritual ka weru yang dilakukan hanya sebatas nilai ragawi yang menjadi utama. Sebab jika demikian, kita berjalan seperti raga tanpa roh. Ritual ka weru mesti dilihat sebagai kesempatan untuk a tutu’ tin tehe’ sehingga nilai terapan dari ritual ka weru menjadi nyata di lapangan.

Artinya, selain ritual dilakukan, mesti dilanjutkan dengan makan bersama sambil saling menasihati antaranggota suku sehingga keharmonisan dan persatuan suku tetap awet terjaga. Akan menjadi sia-sia jika ritual ini dilakukan tanpa evaluasi suku untuk melihat kekurangan-kekuarangan yang ada dalam suku, misalnya perpecahan suku, konflik, saling mencurigai, pana buren we’ dan lain-lin. Justru nilai inilah yang mesti menjadi target dari ka weru, bukan sekadar omong tentang makan minum.

Maka, usai ritual ka weru dilakukan, mesti ada nilai plus yakni kebersamaan yang dibangun di dalam suku. Jika ada kecurigaan, jika ada perpecahan berkepanjangan, maka mesti dicari benang merah untuk menyelesaikannya. Kesempatan ka weru menjadi sangat berharga karena orang yang paham nilai-nilai budaya akan melihat ka weru sebagai bagian dari hidupnya bukan sebaliknya dilihat sebagai bentuk berhala yang harus dilenyapkan.

Melalui ka weru yang dilangsungkan di kampung lama, niscaya semua leluhur suku hadir memberi restu akan semua harapan-harapan anak cucu. Sekali lagi, sia-sialah ka weru jika suku bersangkutan tetap pecah, tak harmonis dan saling curiga. 

Ka weru mesti menjadi kesempatan a tutu’ tin tehe’ untuk sebuah keharmonisan dan persatuan anak cucu dalam suku bersangkutan. Seperti doa, tidak hanya di mulut dan aspek ragawi yang ditonjolkan tetapi juga aspek terapan, tingkahlakunya, demikian pula ka weru – makan jagung baru (muda) dan berbuat baiklah!

Post a Comment for "Ka Weru dan A Tutu’ Tin Tehe’ untuk Keharmonisan Suku di Kedang, Lembata"