Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Pilkada Lembata: Identitas, Uang dan Ketimpangan Ekonomi Politik




RakatNtt.com - Pada 27 November 2024 mendatang rakyat Lembata akan mengikuti pesta demokrasi pemilihan kepala daerah. Demokrasi Pilkada adalah sarana sekaligus mekanisme yang harusnya inklusif bagi setiap orang untuk berpartisipasi menjadi pemimpin, bukan malah dikondisikan untuk menutup ruang demokrasi agar yang punya uang yang berkuasa. 

Pengkondisian ruang politik agar tidak terjadi partisipasi publik luas merupakan indikasi oligarki. Menurut Aristoteles, oligarki berarti kekuasaan oleh segelintir kaum kaya. Selanjutnya menurut Jeffrey A. Winters dalam bukunya yang berjudul "Oligarki", oligarki memiliki dua karakteristik pertama kekayaan material yang sangat susah untuk dipecah dan diseimbangkan. Kedua oligarki memiliki jangkauan kekuasaan yang luas dan sistemik, meskipun dirinya berposisi minoritas dalam suatu komunitas.

Realitas ekonomi di Lembata sangatlah timpang karena minoritas pemodal ini sangat digdaya. Disamping menguasai rantai distribusi komoditi dan memiliki kewenangan untuk menentukan harga, mereka juga menguasai berbagai sektor ekonomi transportasi di darat maupun di laut juga belakangan merambah ke bisnis kesehatan. 

Pertanyaan kemudian adalah apa yang salah dengan itu? Nah, mari kita bedah. Dalam struktur ekonomi di Lembata, kelompok minoritas dalam pengertian etnisitas menurut Winters berada di posisi paling atas. Kelompok ini mengendalikan rantai ekonomi dan menentukan harga-harga komoditi dan sembako disamping juga selalu menjadi pemenang tender proyek-proyek yang bersumber dari dana APBN dan APBD. 

Tidak ada yang salah dengan itu, yang menjadi problem kemudian adalah ketika pemerintah tidak berdaya karena dikendalikan oleh mereka. Jika merujuk pada pandangan Winters, keterlibatan pengusaha dalam politik adalah untuk mempertahankan kekayaan.  Keterlibatan politik ini bisa saja sebagai pemain di depan maupun berada di belakang layar. Nah para pemodal yang ingin menunggangi politik sebagai cara mempertahankan kekayaan dan status sosial ini yang disebut oligark. Dan, jika mereka berkuasa, maka sistem pemerintahan itu yang kemudian disebut sebagai oligarki. 

Identitas dan Politik

Secara politik Pilkada Lembata sulit dilepaspisahkan dengan urusan identitas. Politik dan identitas adalah dua hal yang secara dialektis akan kait mengait. Sebelum mengenali konsep dan gagasan si calon pemimpin, publik perlu mengenal siapa calon pemimpinnya serta bagaimana rekam jejaknya. 

Bagaimana yang bersangkutan secara sosio-kultural dalam pengertian "gelekat/galeka" kampung dan suku. Setelah itu barulah dibahas bagaimana konsep membangun Lembata. Secara kultural orang Lembata menerapkan relasi kekerabatan suku yang olehnya dibebankan tanggung jawab kepada seluruh anggota suku. 

Anda akan dianggap pantas memimpin jika terlibat dalam urusan-urusan bersama anggota suku. Standarisasi itu masih berlaku pada pemilihan kepala desa. Belakangan, dalam konteks Pilkada, standarisasi calon pemimpin diukur terutama sekali dari banyaknya uang yang dimiliki. Entah siapa yang membentuk kesadaran politik sempit ini, tetapi faktanya, hari ini masyarakat seperti seolah-olah percaya dengan kalimat yang punya uang yang menang. 

Secara politik jumlah pemilih terbesar di Kabupaten Lembata ada di Kedang (Kecamatan Omesuri dan Buyasuri). Karena itu tidak heran kalau isu "Bupati Kedang" selalu saja mengemuka. Hal ini juga sekaligus membuat Kedang sangat rentan untuk dikomodifikasi oleh pihak yang berkepentingan untuk mempertahankan kekayaan dan dominasi ekonominya melalui politik

Ekonomi Pancasila dan Peran Pemerintah

Dalam teori ekonomi pancasila, posisi pemerintah seharusnya menjadi fasilitator untuk semua pelaku ekonomi dan mengontrol agar harga-harga tidak mengikuti mekanisme pasar atau mengikuti hukum permintaan dan penawaran. Peran pemerintah harusnya sebagai fasilitator yang adil untuk menjaga keadilan ekonomi, bukan malah memberikan keleluasaan bagi para pelaku ekonomi. 

Membiarkan harga-harga mengikuti logika mekanisme pasar hanya akan menguntungkan para pemodal. Kita bisa bertanya kenapa para pengusaha besar ini bisa sangat leluasa menguasai rantai distribusi dan menentukan harga? Jawabannya karena mereka mengendalikan kekuasan atau bahkan memegang kekuasan. 

Dominasi ekonomi sangat sulit terurai ketika pemerintah tidak memainkan peran dan ada monopoli dalam rantai distribusi. Sebagai ilustrasi, jika seorang atau sekelompok pengusaha mendominasi rantai distribusi, dalam hal ini sebagai contoh, fasilitas tol laut maka pelaku ekonomi lain akan sulit untuk memanfaatkan fasilitasi yang sama jika fasilitasi-fasilitas tesebut telah diprivatisasi. 

Sekali lagi, jika struktur ekonomi Lembata masih dikuasai oleh kelompok tertentu karena tidak berdayanya posisi pemerintah karena selalu dibawah bayang-bayang oligark, maka geliat ekonomi perusahan daerah, BUMDes, koperasi rakyat tidak terlihat posisinya dan tidak berfungsi efektif. Selain itu petani tidak bisa benar-benar bisa sejahtera karena harga bukan ditentukan para petani. 

Uang Politik dan Politik Uang

Mesin politik memang butuh bahan bakar. Tidak ada mobilitas politik tanpa uang. Belakangan masyarakat Lembata mengalami degradasi kesadaran. Yang punya uang yang kita pilih. Apakah tradisi membicarakan sebuah urusan termasuk memilih pemimpin pada budaya masyarakat Lembata berbasis pada pembiayaan oleh satu orang atau sekelompok orang saja?Jawabnya tentu tidak. 

Tradisi membicarakan suatu rencana untuk kepentingan bersama orang Lembata merujuk pada tradisi gemohing dan mohing danung-pohing ling holo wali. Semua berpartisipasi dengan caranya masing-masing. Semua orang akan membawa apa yang bisa dibawa untuk diolah dan dikonsumsi secara bersama.  Semua punya ruang yang sama untuk berpartisipasi. 

Pada Pilkada Lembata 2024 banyak figur Lembata yang belum sempat masuk gelanggang tetapi harus mundur teratur karena diframming tidak memiliki uang politik dan sudah pasti akan kalah. 

Partai Golkar Lembata meberikan tarif 480 Juta rupiah kepada para figur yang mendaftarkan diri. Uang ini digunakan sebagai uang untuk memfasilitasi survei politik bagi figur yang bersangkutan. Anda bisa bayangkan, Itu baru biaya survei, atau kita bisa sebut sebagai biaya pendaftaran.  

Jika kesadaran rakyat sudah seperti itu dan semua partai politik menggunakan standarisasi seperti yang dilakukan oleh Partai Golkar maka Pilkada Lembata hanya akan menjadi panggung transaksi uang untuk uang. Demokrasi kita akan menjadi dari, oleh dan untuk uang. Siapa yang akan diuntungkan dalam situasi ini, tentu saja oligark. 

Lawan Oligarki!

Nah bagaimana cara menghentikan dominasi ini? Orang-orang baik progresif harus bersatu dan memberikan edukasi kepada masyarakat secara berkelanjutan tentang pentingnya memilih pemimpin dengan kategori dan standarisasi ideal, bukan sekedar dilihat dari siapa yang punya banyak uang.

Pilkada Lembata tidak boleh menjadi sekadar seremoni rotasi kekuasaan dari oligark yang satu ke oligark yang lain. Pilkada Lembata 2024 harus menjadi momentum refleksi dan perjuangan rakyat untuk memilih pemimpin yang bukan bagian dari atau oligark itu sendiri. 

Mari rebut kembali kedaulatan rakyat untuk pembangunan ekonomi Lembata yang lebih adil. Ekonomi semua untuk semua. Dari oleh dan untuk rakyat.

Baku Bawa Sampai Menang, Hentikan Oligarki! 


*AG-Pemerhati Budaya



1 comment for "Pilkada Lembata: Identitas, Uang dan Ketimpangan Ekonomi Politik"