Fransiska Glema, Penjual Ketupat Lewolein dan Upaya untuk Mendapatkan Beras
Ketupat Lewolein milik mama Fransiska Glema |
RakatNtt.com –
Mama Fransiska Glema (68) Warga kampung Lewolein, Desa Dikesare, Kecamatan
Lebatukan, Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah puluhan tahun bekerja
sebagai penjual ketupat Lewolein.
Walaupun
banyak tantangan, Fransiska Glema tetap konsisten menjadi penjual ketupat. Sebab
tidak ada alternatif pekerjaan lain yang lebih menguntungkan untuk ia geluti di
kampungnya.
Saat
mewawancarai perempuan 68 tahun tersebut, Sabtu (20/7) ia mengisahkan suka-duka di balik
hadirnya ketupat Lewolein sebagai "komoditas" utamanya untuk melayani pengguna
jalan dari Lewoleba-Kedang pun sebaliknya yang mampir untuk menambah energi di
Lewolein.
Di
balik hadirnya ketupat, ternyata ada kisah pilu di belakangnya. Upaya untuk
mendapatkan beras di tengah harga beras yang mencekik leher adalah tantangan
yang paling utama. Fransiska Glema menuturkan harga beras saat ini per kilo
bisa mencapai Rp. 14.000.
Harga
mahal ini seringkali tidak didukung oleh keuntungan menjual ketupat kepada para
pelanggan. Sebab seringkali ia tidak medapatkan uang sepeserpun dari hasil
menjual ketupat. Jika orang tidak membeli ketupatnya, maka kerugian besar yang
harus ia terima, bahkan ketupat yang ada ia berikan kepada tetangganya dengan
tujuan bisa ditukar dengan beras.
“Kalau
orang tidak beli, mama (saya) kasih ke tetangga supaya mereka kasih saya beras
satu atau dua mangkuk begitu. Tapi kalau mereka juga tidak ada beras berarti
mama rugi dobel-dobel,” ungkapnya sambil tertawa.
Selain
beras, ikan, telur, aqua, daun kelapa juga diperoleh dengan cara membeli. Dari proses
membeli, ia kemudian menjual kepada orang lain. Keuntungan kadang membuat
dirinya tersenyum jika dikunjungi banyak perlanggan. Namun, jika tidak, mama
Fransiska Glema pasrah pada nasib.
Meridukan Ketupat Jagung
“Ketupat
jagung juga bisa tapi kami takut jika orang tidak mau beli,” ungkap Fransiska
Glema ketika ditanya soal pangan lokal jagung. Rasa inferioritas tentang pangan
lokal jagung masih menghantui mama Fransiska.
Padahal,
jagung bisa diperoleh secara gratis di kebun warga. Hal yang sama diungkapkan
oleh mama Elisabeth Deran. Ia mengatakan bahwa jagung bisa membuat ketupat
mereka tidak dibeli oleh pelanggan.
Rasa
inferioritas inilah yang membuat para penjual ketupat Lewolein harus memburu
beras walaupun harga terlampau mahal.
Post a Comment for "Fransiska Glema, Penjual Ketupat Lewolein dan Upaya untuk Mendapatkan Beras"
Komentar