MBG dan Bahaya Disorientasi di Sekolah
![]() |
ilustrasi |
RakatNtt - Sejak awal MBG diragukan manfaatnya ketika muncul bukti empirik bahwa banyak makanan yang basi dan mengakibatkan anak sekolah keracunan. Hal ini bisa kita temukan di beberapa wilayah di Jawa maupun NTT. Namun, Pemerintah tetap menjalankan program ini sesuai harapan besar Prabowo Subianto. Walaupun demikian, banyak kalangan mengkritisi program ini mulai dari menu makanan sampai kepentingan politik yang berada dibaliknya.
Menu utama makanan MBG adalah beras dan ditambah makanan ultraolahan yang sangat berbahaya untuk kesehatan otak anak sekolah. Bagaimana MBG bermanfaat untuk anak-anak jika makanan yang dikonsumsi justru berbahaya, bahkan basi?
Pengantar tersebut membuka jalan untuk kita masuk mendalami masalah lain yang ditimbulkan oleh kehadiran MBG di sekolah. Salah satu hal yang mesti disadari bersama adalah kita mesti memiliki pola pikir kritis. Artinya, MBG di sekolah levelnya tidak sama dengan mata pelajaran dan kegiatan utama sekolah. MBG adalah program Pemerintah yang hanya dilihat sebagai sampingan, bukan fokus.
Dengan demikian, maka guru-guru punya kewajiban untuk mengarahkan anak-anak sekolah untuk bisa melihat bahwa yang paling penting adalah belajar mengajar bukan makan-makan. Coba anda melihat sendiri pengalaman lapangan - jika anda adalah guru.
Bisa saja anak-anak punya orientasi lain atau disorientasi. Mereka akan melihat bahwa yang paling penting adalah jam makan bukan mengikuti pelajaran di kelas secara serius. Mereka bisa mungkin akan tidur-tiduran dan saat jam makan tiba, mata mereka akan kembali terang. Ini merupakan disorientasi yang sangat berbahaya. Pola pikir keliru seperti ini mestinya dievaluasi. Guru-guru dan pegawai mesti memberikan catatan edukatif bagi anak-anak.
Hal lainnya, guru mesti hadir sebagai teladan. Jangan sampai yang terjadi, guru juga melihat MBG lebih penting daripada kreativitas mengajar di kelas. Atau dengan kata lain, sekolah akan menjadi lebih ribut saat jam makan ketimbang jam belajar di kelas. Perpustakaan sekolah menjadi kosong tanpa pengunjung tetapi saat jam makan tiba, semua ramai-ramai sambil ribut gadu membagi-bagi makanan.
Inilah yang saya bilang bahaya disorientasi. Sekolah bukan lagi ruang dialektika kritis dan rumah literasi melainkan sebagai warung yang paling ribut. Anak-anak tidak rajin membaca buku dan diskusi tetapi lebih rajin menghitung jam makan setiap hari. Karena itu, guru-guru mesti mengevaluasi program ini di sekolah masing-masing. Anak-anak mesti diingatkan untuk menempatkan belajar mengajar di depan dan MBG di belakang. Yang tidak serius belajar di kelas, misalnya tidur-tiduran atau bolos saat jam belajar tak boleh diberi makan. Hal ini harus dilakukan agar anak-anak bisa ddidik untuk menyadari bahwa yang paling penting adalah belajar bukan makan di sekolah.
Disorientasi menjadi Disharmoni
Hal yang lebih parah bisa terjadi adalah dari disorientasi menjadi disharmoni. Ini akan menjadi lelucon mematikan jika dilakukan oleh guru-guru. Baku gosip tentang makanan adalah contoh dari disharmoni. Orang baku marah hanya karena ada yang dapat makanan lebih banyak, ada yang lebih sedikit. Padahal, program ini untuk anak sekolah bukan untuk guru maupun keluarga guru dan ternak guru di rumah.
Bagian terakhir ini patut diwaspadai karena guru yang disorientasi bisa menggunakan kesempatan untuk mewujudkan disharmoni terhadap rekan guru yang lain. Jika ini terjadi maka lengkaplah sudah disorientasi dan disharmoni. Guru-guru mungkin saja akan lebih rajin dan ribut ambil makanan ketimbang disiplin masuk sekolah dan menerapkan pembelajaran kreatif dan inovatif. Karena itu, teladan guru sebagai pendidik harus diutamakan agar anak-anak jangan salah orientasi.
Membaca di perpustakaan sekolah, berdiskusi di kelas, bercerita, menulis dan lain sebagainya menjadi yang utama. Jangan sampai kehadiran MBG membuat semuanya menjadi kacau.
Post a Comment for "MBG dan Bahaya Disorientasi di Sekolah"
Komentar