Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Peristiwa Kematian di Kedang, Makan Jagung Titi dan Kacang Tanah, Manfaatnya Ampuh

 

Foto hanya ilustrasi AI



RakatNtt - Saya pernah menulis tentang penyederhanaan budaya kematian di Kedang yang lebih spesifik pada buku telu. Setiap kali ada kematian, budaya kita mengharuskan kita membawa beras, jagung giling, jagung Titi, ikan kering dan kopi gula. Banyak kaum tua berprinsip bahwa budaya itu sakral dan untuk mengubahnya tidak gampang. Ya betul demikian, tetapi bukan berarti tidak bisa diubah.

Walaupun belum ada riset mendalam, banyak perempuan sudah jujur mengeluh soal buku telu. Saya sendiri pernah bertanya pada beberapa orang mama dan mereka mengeluh karena tekanan buku telu. Menurut mereka, jika di rumah tidak ada beras dan jagung giling, mereka akan keluarkan uang hingga 140 ribu dalam setiap peristiwa kematian. 

Jika satu minggu ada dua peristiwa yang sama, sudah pasti mereka akan pusing. Namun, Lagi-lagi ini budaya, ia dianggap sakral dan sebagai potret harga diri.

Padahal budaya seharusnya hadir untuk sebuah keberlanjutan yang membuat manusia bahagia menjalankannya bukan dijajah oleh budaya ciptaannya sendiri. Kesadaran soal ini juga mulai muncul oleh banyak kalangan anak muda. Untuk mengatasi persoalan semacam ini, diskusi terus kita bangun dengan harapan suatu saat perubahan itu menjadi riil.

Pada sebuah postingan di grup FB Flotim, ada seorang menjelaskan bahwa di salah satu kampung di Adonara sudah bersepakat dengan aturan setiap peristiwa kematian, hanya konsumsi jagung titi dan kacang tanah. Ini menarik dan patut diadopsi oleh orang Kedang.

Mengapa demikian? Sebab kita tahu bahwa kematian artinya peristiwa duka. Keluarga berduka mesti dikuatkan bukan dibebankan dengan utang. Kalau kita cari tahu baik-baik, peristiwa kematian di Kedang akan menghabiskan uang paling sedikit 10 juta. Apalagi yang meninggal dunia adalah seorang tokoh dengan umur di atas 70 tahun; selain gong gendang dan tarian, konsumsi pun tak tanggung-tanggung. 

Saya temukan, ada satu peristiwa kematian orang tua yang memakan biaya di atas 30 juta. Utang ini kemudian lunas secara cepat karena dibantu oleh ute' mata' yang dibawa oleh setiap orang yang datang melayat. Tentu ini hal positif tapi tidak selamanya demikian. Kita harus berpikir jangka panjang.

Dengan beban utang ekonomis bagi keluarga berduka, maka sudah pasti kematian bukan peristiwa duka, ia sudah berubah menjadi beban ekonomi. Orang menangis bukan karena duka semata melainkan menangis sambil memikirkan utang. 

Ini harus kita sadari bersama. Apalagi orang meninggal di rumah sakit, keluarga punya beban ganda; bayar rumah sakit bahkan mungkin berutang dan harus berutang lagi untuk prosesi penguburan - beli beras, babi atau kambing dan lain-lain.

Jika kita sudah sampai pada tahap kesadaran seperti ini, harapannya adalah mencari jalan keluar dari kebuntuan.

Jagung Titi dan Kacang Tanah

Salah satu jalannya adalah mengadopsi budaya salah satu kampung di Adonara, cukup makan jagung titi dan kacang tanah. Ini jalan keluar yang masuk akal. Selain hemat dari sisi ekonomi, pola ini bisa membantu keberlanjutan budaya titi jagung di kampung-kampung juga ketahanan pangan lokal jagung dan kacang tanah. Keluarga yang melayat tidak perlu konsumsi nasi berat bahkan taho lama' sue - tambah dua piring. 

Sebab kita datang untuk peristiwa duka, cukup dengan jagung titi, kacang tanah dan minum kopi-teh. Selebihnya kita pulang ke rumah masing-masing.

Hal ini akan membantu meringankan ekonomi keluarga berduka. Kita yang melayat juga belum tentu dalam kondisi lapar. Sebagai rasa saling menghormati, kita wujudkan dengan makan jagung titi dan kacang tanah. Budaya baru seperti ini membantu kita menjaga budaya titi jagung dan keberlanjutan pangan lokal. 

Karena itu, ia bisa cocok dengan program pemerintah tentang NTT. Apalagi bupati kita sangat menonjolkan jagung titi. Pemerintah bisa juga melihat strategi seperti ini untuk mendukung ibu-ibu penjual jagung titi agar tidak didominasi oleh penjual beras.

Dengan demikian, manfaatnya jelas dan masuk akal: keluarga berduka diringankan bebannya, budaya titi jagung tetap awet, para penjual jagung titi dan kacang tanah bisa dapat sedikit peluang pasar. 

Juga tenaga kita tidak akan terkuras dengan pembantaian hewan, ibu-ibu tidak perlu terlalu lama masak nasi dan cuci piring juga bersihkan beras. Di luar peristiwa kematian, kita boleh berpesta dengan buku telu, kambing, babi dan seterusnya.




Post a Comment for "Peristiwa Kematian di Kedang, Makan Jagung Titi dan Kacang Tanah, Manfaatnya Ampuh"