Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Emas Murni dari Lidah Beda Pati, Seorang Penutur Sejarah Kedang


Lalang Hading dan Beda Pati


RAKATNTT.COM - Konsep umum yang sering disepakati publik yaitu ilmu pengetahuan diperoleh dari dalam gedung sekolah. Sebab di sana terdapat banyak jendela dunia yaitu buku-buku. Orang yang sudah melewati proses pendidikan di sekolah “sudah pasti” mahir berbicara – walaupun fakta sering berkata bohong. 

Berbicara bagai aliran mata air merupakan hasil dari ketekunan membaca buku dan latihan Public speaking. Ya, pemahaman seperti itu benar adanya tapi tidak seratus persen demikian sebab ilmu pengetahuan bisa diperoleh lewat beraneka ragam jendela dunia lainnya – bukan hanya buku-buku tapi juga salah satunya lewat telinga.

Telinga yang setia mendengarkan akan menyimpan rapi semua emas kata-kata dari orang lain dalam dirinya. Orang kedang menyebutnya Tutu’ nanang. Selain itu, adapun konsep tradisional yang masih awet yaitu tentang Ino tutu’ puli, amo pau panang yang telah menjadikan salah seorang penghuni Desa Nilanapo’, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata menjadi guru dalam menuturkan sejarah Kedang.

Beda Pati adalah nama asli untuk menyebut sosok tersebut. Kesederhanaan adalah karakter utama seorang Beda Pati, berpakaian “ala kadarnya,” cepat sekali menyuguhkan senyuman terhadap setiap sosok manusia yang dijumpainya. Lantaran kepribadian yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan tersebut membuat banyak orang lain khususnya yang berminat dalam menggali sejarah untuk berkenalan dengannya tanpa harus “membayar”. Ilmu pengetahuan yang ia berikan semuanya dijamin gratis – hanya bisa dibayar lewat ketulusan dan motivasi murni demi pelestarian sejarah dan budaya Kedang.

Penulis berkesempatan menjumpainya pada 17 Juni 2019 di rumahnya yang terletak di sebuah bukit tepat bagian utara Desa Nilanapo’. Perkenalan dengan beliau serasa api dan panas yang tak mampu diceraikan. Minat yang sama antara penulis dan beliau telah membuat waktu berjalan kian lambat layaknya mentari tak kunjung pergi ke barat – kami tidak mau berpisah sebab terdapat banyak sekali emas murni mengalir dengan cuma-cuma dari lidah Beda Pati. 

Memang, sejak dulu, orang Kedang sudah mengakuinya sebagai salah seorang tokoh adat yang hebat dalam menuturkan sejarah tentang Nenek moyang – bahkan para pencari gelar-gelar besar dalam dunia pendidikan ilmiah tak jarang berguru padanya demi keberhasilan menempuh cita-cita. 

Walaupun umurnya yang kian lapuk, ia tetap memiliki semangat angin topan dalam menuturkan sampai ke-akar-akarnya tentang semua keluhan pe-nanya yang berkaitan dengan sejarah Kedang. Mulai dari cerita-cerita yang bernuansa mistis maupun yang sungguh-sungguh menjadi cerita historis yang faktual.

Sungguh lengkap kamus besar sejarah Kedang dalam kepalanya. Pada pertengahan diskusi, kami beristirahat sejenak – dia menampung daya kata-kata dengan mengunya sirih pinang dan penulis menghirup udara segar murni yang datang dari Laut Sawu sambil mencuci mata dengan panorama alam kepunyaan orang Nilanapo’. Bukan hanya itu, layaknya sepeda motor yang membutuhkan bensin sebagai air kestabilan, kamipun membutuhkan tuak kelapa murni hasil olahan salah seorang pengiris tuak setempat sebagai air kata-kata – tapi tidak sampai mabuk.


Ilmu Persaudaraan
Setelah melahap habis makanan empat sehat lima sempurna, kami menyambung lagi pokok diskusi tentang sejarah dan lain-lainnya – kira-kira pukul 13.00 Wita. Dalam sebuah nasihatnya, ia menjelaskan tentang persatuan dalam kebhinekaan. 

Salah satu hal yang ia singgung yaitu tentang hidup beragama dalam balutan persaudaraan. “Agama’ me se’i ohaq sara ola’ we’ ne!” Artinya, hidup beragama bukan untuk menghasilkan perpecahan sebab semua agama memiliki ajaran universal. Jika beragama hanya untuk menguji argumentasi dan konsep-konsep teologis, niscaya manusia akan melupakan nilai kemanusiaan atau oleh Emanuel Levinas disebut Alteritas – mencintai orang lain tanpa syarat-syarat partikular. Problematika tersebut, ia lontarkan sebab menurutnya – walaupun di Kedang tak ada – berita-berita via televisi sudah banyak sekali menginformasikan tentang perpecahan karena perbedaan baik suku maupun agama. 

Makanya, pada kesempatan tersebut, ia secara serius memberi nasihat bukan sebagai seorang pemuka agama yang kaya ilmu Filsafat dan Teologi tetapi sebagai bapak yang memimpikan persatuan masa depan anak-anak Uyolewun-Kedang. Kalau agama memiliki syarat-syarat partikular, maka menjaga nilai-nilai kebudayaan nenek moyang adalah tugas utama kita untuk mengokohkan jembatan persatuan sebab dalam tubuh budaya, semua nilai-nilai universal tercatat – gotong-royong, nasionalisme, perdamaian, kekeluargaan dan masih banyak lagi – demi perkembangan Bonum Commune.

Post a Comment for "Emas Murni dari Lidah Beda Pati, Seorang Penutur Sejarah Kedang"