Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

BIMTEK DAN URGENSITAS LAWAN COVID-19 DI LEMBATA

Oleh Rian Odel


Idealnya, politik merupakan sebuah sistim sosial yang mengabdi kepada kepentingan bersama atau bonum commune. Baik Plato maupun Aristoteles mendeskripsikan politik sebagai seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan (Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, 1984). Mengurus sebuah negara berarti dibutuhkan orang-orang kompeten yang memiliki kemampuan dalam mengatur kehidupan bersama atau para politisi yang lebih spesifik ada dalam diri para wakil rakyat yang punya ilmu berpolitik.            

Dengan melindungi diri pada aturan perundang-undangan, setiap wakil rakyat di Daerah manapun memiliki hak untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek), dengan alasan yang logis yaitu menjadi wakil rakyat yang tahu mengatur keuangan dan hal-hal lain yang berkaitan. Alasan seperti ini seringkali menumpulkan nalar masyarakat sehingga malas memberi kritikan kritis atau menjadi apatis. Bahkan orang kritis pun akan menerima saja konsep seperti itu sebab aturan telah menegaskannnya – manusia menjadi budak aturan.

Harapan dari hasil Bimtek ialah transparansi, kompetensi dan kerja positif para wakil rakyat untuk memberi buah politik kepada masyarakat. Itu harapan logisnya tetapi secara pragmatis, seringkali tidak ada hasil yang relevan.

Informasi mutakhir (baca https://lembatanews.com/mau-ikut-bimtek-25-anggota-dewan-lembata-jalani-rapid-test/),

ada 25 wakil rakyat Lembata akan mengadakan Bimtek di Jakarta pada 28-30 agustus 2020. Dari sisi protokol kesehatan, pada Selasa (25/8) telah diadakan Rapid Test di gedung Peten Ina. Menurut Petrus Gero, Ketua DPRD Lembata, Bimtek tersebut dimaksudkan untuk peningkatan kapasitas terkait pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2021 berdasarkan Permendagri Nomor 64 Tahun 2020, Permendagri Nomor 70 dan 90 Tahun 2019 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ia juga menjelaskan, perubahan APBD TA 2020 harus final paling lambat 30 september. Kemudian, setelah merampungkan Perda Perubahan APBD 2020, pembahasan APBD 2021 baru bisa dilanjutkan dan mesti sudah dirampungkan pada 30 November (Ibid.,). Gero menegaskan agar tidak terjadi deadlock seperti di Rote Ndao dan TTU yang pernah berdampak pada pemotongan dana Alokasi Umum (DAU) dan gaji dewan dan pemerintah tidak dibayar selama enam bulan, – gaji terlambat bayar itu bukan problem besar kecuali tuntutan masyarakat tidak diperhatikan!

Mengapa Jakartasentris??

Pascaberita tentang Bimtek, terdapat banyak komentar baik kontra maupun pro datang dari civil society yang memaksimalkan hak partisipasi politiknya. Memang demikian, sebab pada masa yang penuh dengan ketakutan ulah Covid-19 ini, perjalanan massal ke daerah yang menjadi zona merah seperti di Jakarta akan mengganggu psikologi publik. Apalagi jika kegiatan massal itu dilakukan oleh para politisi yang seharusnya memberi teladan.

Melihat dari aturan-aturan di atas, bisa kita menilai bahwa Bimtek merupakan sebuah logika perbudakan di masa pandemi. Mengapa? Sebab secara aturan dari tahun ke tahun, kegiatan tersebut selalu saja di lakukan di luar daerah khususnya di pusat. Ada semacam perbudakan yang diatur di pusat yang menghendaki supaya DPRD mesti taat walaupun diketahui bersama bahwa Jakarta adalah zona merah. Mengapa tidak diundang saja tim dari jakarta untuk memberikan Bimtek di Lembata atau menggunakan diskusi daring? Dari sisi anggaran, perjalanan massal ke Jakarta tentu membutuhkan banyak uang ongkos milik masyarakat Lembata yang masih sangat membutuhknnya.

Perjalanan tersebut, menurut saya, merupakan sebuah ekspresi yang patut disoroti legalitasnya sesuai konteks kekinian. Sebab mereka melakukan kegiatan politis tetapi pada sisi lain memunculkan ketakutan. Bukan hanya ketakutan politis – misalnya ada keraguan bahwa Bimtek tidak memberi bukti kerja positif wakil rakyat untuk Lembata melainkan juga soal keselamatan dalam kaitan dengan Covid-19. Secara Politik, bisa dinilai bahwa publik yang kontra memiliki keraguan dengan kegiatan tersebut atau mereka muak dengan Bimtek tatkala fakta kehadiran wakil rakyat di medan politik Lembata dalam kaitan dengan anggaran atau pengontrolan tidak sesuai harapan rakyat. Bisa mungkin bahwa banyak anggaran yang mubazir dari beberapa proyek mangkrak di Lembata – seperti awololong, kantor camat Buyasuri - mendorong publik meragukan kompetensi dewan sebagai legislator dalam mengikuti Bimtek di Jakarta.

Pertanyaannya kini ialah, mengapa mesti di Jakarta? Mengapa DPRD dan Pemerintah Lembata tidak membangun diskusi kritis dengan Pemerintah Pusat untuk memikirkan jalan terbaik dalam kegiatan Bimtek tersebut? Padahal, dalam konteks pandemi ini, pencarian benang merah antara pusat dan daerah mesti menjadi urgensitas. Dengan demikian, dari perspektif publik kritis menilai bahwa Bimtek bermasalah karena mengganggu kenyamanan publik. Mengapa mesti di Jakarta; mengapa DPRD dan Pemerintah Lembata tidak punya daya kritis untuk mencari alternatif lain yang kontekstual?

Setelah Bimtek?

Sebelumnya, Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur mendapat penghargaan sebagai salah satu kepala daerah inovatif dalam kaitan dengan perang lawan Covid-19 (2020) versi KORAN SINDO dan SINDOnews.com. Walaupun sebagian publik Lembata meragukan legalitas dari penghargaan tersebut tetapi yang pasti bahwa Lembata merupakan salah satu daerah yang sukses dalam hal melawan Covid-19. Ada kebanggaan di situ. Satu hal unik yang dilakukan yaitu acara apresiasi yang dilakukan secara virtual pada Rabu (23/8/2020). Alasan utamanya tentu supaya tidak memuluskan laju virus korona.

 Hal ini bertolak belakang dengan Bimtek yang dilakukan oleh DPRD Lembata sebagaimana ulasan detail di atas. Namun, bukan soal Bimtek dan Penghargaan Kepala daerah Inovatif, melainkan fokus pada akibatnya. Ada beberapa akibat yang muncul pascaBimtek.

Pertama, publik akan mempertanyakan hasil dari Bimtek untuk perjalanan politik Lembata seperti kompetensi, transparansi, legislasi dan lain-lain yang bertalian dengan tanggung jawab primer DPRD Lembata bagi pemilik anggaran yaitu masyarakat. Artinya, para wakil rakyat mesti memberikan bukti yang jelas untuk memuaskan dahaga politik masyarakat. Sebab menurut tafsiran saya, salah satu ekspresi penolakan masyarakat terjadi karena Bimtek DPRD mungkin tidak memberikan kepuasan pada waktu-waktu yang telah berlalu. Jika Bimtek itu punya hasil baik pasti orang tidak protes.

 Kedua, protokol kesehatan mesti sungguh-sungguh diperhatikan baik sebelum, sedang maupun setelah Bimtek. Karantina pascaBimtek adalah sebuah keharusan bagi wakil rakyat. Itu artinya, setelah Bimtek, aktivitas rutin DPRD Lembata tidak berjalan mulus dan ini mengganggu stabilitas politik Lembata. Oleh karena itu, para partisipan Bimtek mesti memikirkan strategi secara matang usai kembali dari jakarta. Bayangkan saja jika pascaBimtek, ada partisipan yang terjangkit virus ganas tersebut; berapa banyak biaya yang dikeluarkan lagi untuk mengurus pasien tersebut?

Ketiga, DPRD Lembata mesti menanggapi ekspresi protes sebagian warga Lembata – walaupun hanya melalui dunia maya atau media sosial tapi memiliki substansi yang jelas – secara serius. Artinya, DPRD Lembata harus bekerja serius, transparan, bertanggung jawab dan tidak membuat huru-hara di tengah pandemi Covid-19 bagi stabilitas politik Lembata. Terutama soal keuangan, mesti jelas dan terbuka untuk publik. PacsaBimtek, para wakil rakyat mesti membawa ole-ole untuk Lewo tana-Leu Awu’ Lomblen tercinta. Sinergitas Dewan mesti juga ditunjukan dengan menerima semua suara-suara kritis dari masyarakat yang pro aktif melihat aktivitas rutin para wakil rakyat Lembata. Tidak boleh anti kritik dengan cara instan misalnya melindungi diri pada aturan. Mesti ada alternatif berpikir yang lain untuk mengatasi sesuatu yang dianggap tidak substantif terhadap kepentingan umum.

 

2 comments for "BIMTEK DAN URGENSITAS LAWAN COVID-19 DI LEMBATA"

  1. Tetap lantang mengatakan yg jujur, lugas dlm menyampaikan pendapat, berani dlm mengkritisi kebijakan pemerintah yg tidak Pro Rakyat. Keep it goin like a huricane.

    ReplyDelete