BICARA LITERASI, FRATER EFRATA GERE HADIRKAN KARMELITA
![]() |
Pose bersama usai bincang literasi Foto: Sie Dokumentasi Unit |
Budaya baca masyarakat Nusa Tenggara Timur, Indonesia mesti terus dipacu agar menjadi sebuah habitus baru. Kemunduran literasi khususnya membaca akan memberi efek negatif bagi perkembangan generasi milenial ke depan. Bertolak dari keprihatinan tersebut, para Frater Serikat Sabda Allah (SVD) yang menetap di unit Efrata Gere mengadakan bincang-bincang santai tentang minat literasi dan komunitas baca. Kegiatan ini berlangsung di ruang baca unit Efrata Gere, Desa Koting A, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, Jumad (18/9/2020). Hadir dalam kegiatan tersebut, P. Anton Camnahas, SVD selaku Prefek, saudari Karmelita sebagai pembicara dan para Frater unit Gere juga beberapa Frater dari unit lain yang turut berpartisipasi.
Setelah sapaan awal dari MC, Efans Kaha, Brian Lagour sebagai pembawa acara pembuka meyuguhkan sebuah monolog pendek tentang “Buku Mata”. Suasana hening ketika monolog berdurasi sekitar enam menit tersebut dibawakan dengan penuh penghayatan. Selanjutnya, Ius Laka selaku moderator menahkodai kegiatan literasi tersebut. Ia mengatakan, minat literasi sebagai salah satu modal dalam membangun peradaban zaman. Oleh krena itu, membaca buku bukan hanya menjadi minat yang ditanamkan dalam diri para Frater sebagai Mahasiswa melainkan juga mesti ditularkan kepada semua generasi bangsa khususnya anak-anak sejak dini. Pernyataan ini, kemudian diperdalam oleh saudari Karmelita yang hadir sebagai bintang tamu.
Memulai
diskusi tersebut, Alumnus Strata 1 Psikologi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta (2018) ini mensuplai beberapa pertanyaan reflektif. “Mengapa harus
ada komunitas baca; apa untung dan ruginya; siapa sasarannya dan apa yang mau
dicapai,” tanya Karmelita. Latar belakangnya sebagai orang yang pernah
bergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat di So’e, Timor Tengah Selatan selama
satu tahun, kemudian bergabung dalam komunitas Leko Kupang memberi pengalaman
positif dalam dunia literasi. Namun, menurutnya, untuk membangun sebuah
komunitas baca bukan perkara gampang, apalagi kesadaran membaca yang masih
rendah. Ia juga menjelaskan bahwa pada tahun 2016 lalu, ada survei yang
menempatkan minat baca orang Indonesia pada urutan ke 60 dari 61 negara. Ini
sangat memprihatinkan.
![]() |
Karmelita (kiri), Efans Kaha (kanan) |
Manfaat Jamak
Salah satu pokok diskusi ialah mencari tahu manfaat dari membaca. Hal ini memprovokasi para partisipan untuk menggalinya pada sesi diskusi. Edy Soge sebagai penanya pertama mengapresiasi kegiatan tersebut sekaligus bertanya kepada Karmelita tentang manfaat membaca jika dilihat dari perspektif psikologi. Menjawab pertanyaan tersebut, Karmelita menjelaskan sesuai pengalaman pribadinya, secara psikologis ia merasa tenang dan menjadi lebih fokus dalam bekerja pascamembaca buku. “Satu jam sebelum bekerja, saya luangkan waktu untuk membaca apa saja dan itu membuat saya tenang dan fokus kerja,” tuturnya. Ia juga melanjutkan bahwa dengan membaca, emosi kita bisa dibentuk secara baik.
Lodi Darman kemudian memperdalam manfaat lain dari membaca yaitu manfaat sosial-politis. Menurutnya, membaca bisa membuat seseorang menjadi lebih kritis membaca dunia riil sosial-politis. Orang yang membaca mampu mengkritisi situasi sosial secara bijak. Selain itu, Selo Lamatapo menyoroti soal sasaran dan pendasaran dalam membangun sebuah komunitas baca. Para Frater dan masyarakat sekitar khususnya pemerintah Desa mesti membangun sebuah kesadaran bersama tentang pentingnya membaca sehingga rencana yang mau dibangun tidak mubazir. Yang terpenting menurut mantan Wartawan Flores Pos ini ialah dasar dan sasaran. Dasarnya ialah kesadaran dan minat surplus dalam berliterasi sedangkan sasaran bisa ditujukan kepada warga sekitar lebih khusus anak-anak sekolah.
Selain
para penanya di atas, juga banyak pertanyaan lain dari para Frater yang
menyoroti soal manfaat membaca buku. Salah satu kesepakatan dalam bincang-bincang
tersebut ialah manfaat jamak dari membaca. Membaca bukan hanya untuk membuka
lahan pengetahuan dalam otak pembaca melainkan juga memiliki manfaat riil di
kemudian hari. “Singkatnya, antara teori dan praksis mesti ditautkan,” kata
Melki Deni.
Apresiasi
Menutup
kegiatan tersebut, P. Anton Camnahas, SVD selaku prefek unit, menyampaikan
apresiasi yang besar terhadap inisiatif para Frater dalam melaksanakan kegiatan
tersebut. Ia juga berpesan agar diskusi tersebut mesti memiliki bukti lanjutan.
Sebab diskusi tanpa praksis bukanlah manfaat dari membaca.
Kegiatan
yang berlangsung mulai pukul 20.00-22.00 WITA ini juga diselingi dengan suguhan
acara dari Efrata Akustik. Roy Ndaing sebagai vokalis tunggal menghibur para partisipan
dengan suaranya yang memesona memberi energi dalam kegiatan multiimanfaat
tersebut.
![]() |
Efrata Akustik |
(Penulis Rian Odel)