PEREMPUAN DENGAN WELA GARUDA DI TUBUHNYA#Cerpen Gervas Lolonrian
Erneldis Kewa |
Lima
gelang di lempar dari tangan perempuan itu, dan hanya satu yang masuk pada
mulut botol. Botol bir berjejer membentuk kerucut di atas sebuah meja persegi
empat dan dikeliling oleh berbagai macam hadiah. Dari perabot rumah tangga
hingga perlengkapan mandi. Perempuan itu bermain lempar gelang pada sebuah stand yang disediakan. Ia tersenyum riah
dengan lesung yang lahir dari pipinya begitu juga dengan wela garuda yang meliliti tubuhnya. Lelaki yang berdiri di sampingnya
terbuai dengan senyum yang elok itu. Dalam bahasa setempat biasa dikatakan are’ lohung late’. Seakan wela yang bermotif garuda itu membawanya
terbang diantara ranting-ranting pipi yang bercabang melengkung ke hatinya yang
seakan tak karuan ingin melabuhkan diri bersama wela garuda sampai ia mengetahui siapa perempuan itu sebenarnya.
Perempuan itu sangat misterius baginya. Mungkin karena senyum elok yang menetes ataukah wela garuda yang mekar dari tubuhnya itu. Dia baru pertama kali
bertemu dengan perempuan yang baginya seorang sosok misterius yang seakan
timbul tenggelam menggodainya itu.
Seperti
biasanya, setiap tahun sebelum menjelang hari peringatan kemerdekaan Bangsa
Indonesia tanggal 17 Agustus, selalu diadakan pasar malam selama tiga malam
terpusat di ibu kota Kecamatan Buyasuri yakni Wairiang. Pasar malam ini selalu
ramai, diisi dengan acara seperti pop
singer,hedung, hamang, dan lainnya. Banyak muda-mudi yang mengasa
kreativitas dan menjaga kelestarian budaya dengan berpartisipasi lewat acara-acara
tersebut. Kebanyakan spontanitas tetapi berkualitas dan menggugah hati para
penonton. Hedung dan hamang adalah dua tarian khas daerah
setempat dengan berseragamkan sarung tenunan asli dan baju kebaya ataupun bisa
dikombinasi dengan busana lainnya. Salah satunya adalah wela garuda. “Mungkin perempuan misterius tadi salah satu dari
penari hedung”, bisik lelaki itu dalam hati.
Malam
semakin larut. Satu per satu pengunjung mulai pergi. Mungkin sedikit lagi akan
sepi. Lelaki itu memilih menghabisi malam di dermaga tua yang tidak jauh dari
tempat ia berdiri. Udara yang dingin semakin menggigilkan badan. Gelap semakin
mengental pekat. Lelaki itu bahagia dalam sunyi. Sepuluh langkah lagi akan
sampai di dermaga itu. Namun, badan terasa hangat, seakan-akan diselimuti wela garuda yang tebal bermotif garis-garis
berwarna seperti dipakai oleh perempuan misterius tadi. Tinggal berapa langkah
ia sampai, bau parfum regasa pink menembusi hidungnya. Mata yang kabur-kabur ia
melihat sosok perempuan yang pernah terekam oleh matanya. Perempuan dengan wela garuda meliliti badan, duduk di
ujung dermaga menikmati laut lepas yang berkilau disoroti lampu dari rumah
penduduk sekitar pantai. Semakin dekat wela
garuda seakan mengencang meliliti badan hingga keluar keringat dingin yang
meleleh di sekujur tubuhnya. Ia mendekat dan mengambil tempat persis di samping
perempuan misterius itu.
Hanya
sunyi yang terpampang. Tak ada satu katapun yang lahir dari mereka. Lelaki itu
membiarkan dirinya tenang beberapa detik karena ia kedinginan seakan baru
selesai disirami hujan keringat. Hanya lirikan yang sesekali dilemparkan perempuan
itu. Sesaat kemudian lelaki itu memberanikan diri untuk membuka pembicaraan.
“Apa
yang membuatmu sendiri di tempat ini, sebab acara sudah selesai, tidakah engkau
pulang dengan yang lainnya?”
“Saya
hanya ingin menghiasi malam dengan wela
garuda ini, dan ingin menghayal
tentang suatu masa dimana tempat ini akan sepi dan wela garuda ini akan lenyap ditelan masa yang bergaun indah,
berpantovel mengkilat, duduk menikmati musik band di kafe-kafe yang mahal dan
mewah,” jawab perempuan itu.
Lelaki
itu tersentak dengan jawaban perempuan itu yang sudah memikirkan bagaimana
nasib wela garuda di masa yang akan
datang. Keduannya terdiam lagi. Masing-masing duduk menikmati malam yang
sebentar lagi akan pergi.
Rasa
simpati yang mendalam terhadap perempuan misterius di hati lelaki itu
memaksanya untuk memasuki kedalaman tentang wanita misterius tersebut. Tidak
menunggu lama, ia mengungkapkan isi hatinya.
“Saya
mencintaimu bukan karena engkau cantik di mataku, tetapi karena wela garuda yang meliliti tubuhmu itu”.
Perumpuan
itu langsug berdiri memeluknya dan berbisik pelan di telinga lelaki itu.
“Jika
engkau benar-benar mencintaiku, bantu aku memperjuangkan cinta kita sekaligus
khasanah yang meliliti tubuhku ini. Sebab besar cintaku padamu sama halnya
dengan cintaku pada khasanah ini. Sebentar lagi kita akan merayakan pesta
kemerdekaan mengenang para pahlawan pejuang kemerdekaan. Semoga darah para pejuang
mengalir di setiap nadi kita yang sudah di satukan oleh cinta untuk berjuang melestarikan wela garuda ini”.
Keduanya
berpelukan dan hilang ditelan malam ketika mentari memerah semu menghiasi pagi
yang cerah oleh janji cinta sekaligus merawat budaya dalam naungan wela garuda penu haru itu.
Siang
terasa begitu singkat. Malam telah mendung, sebentar lagi akan menghujan gelap.
Malam ini adalah malam terakhir pasar malam. Seperti biasa acara punjak malam
ini akan lebih mewah dari malam-malam yang lalu. Kong bawa berdendang mengiringi hedung
para wanita muda yang mengisi acara. Perempuan misterius itu adalah salah satu
penarinya. Semakin bertalu-talu bunyi kong
bawa, keharmonisan bunyi semakin nampak, kaki para penari semakin semangat
bergerak dengan sarung wela garuda
yang turut mewarnai panggung sederhana itu.
Lelaki
itu memilih berdiri jauh dari panggung menikmati pinggul dan tangan elok yang
menari dengan molek dari kekasihya.
“Sayang,
kita harus menikmati malam terakhir ini di tempat biasa dimana kita menuang
janji meneguk cinta tentang aku, kamu dan wela
garuda ini”.
Ia
mendekat dan meraih tangan perempuannya menuju dermaga tua seusai acara pasar
malam. Suasana tidak menegangkan seperti sebelumnya. Berdua saling tatap,
senyum dan tertawa bila ada cerita yang mengundang tawa. Namun, tiba-tiba
suasana seakan membeku ketika kekasinya membuka pembicaraan.
“Malam
ini jadi malam terakhir kita bertemu. Besok saya akan berangkat kuliah. Mungkin
ini cukup mengejutkan. Tetapi semua ini demi wela garuda. Saya akan
berusaha menghabiskan kuliah saya. mungkin tiga tahun lagi kita akan bertemu
kembali di dermaga ini. Apa yang saya bawa nanti menjadi modal kita untuk
melestarikan khasanah ini. Saya harap engkau tidak keberatan. Walaupun kita
berjauhan wela garuda ini akan selalu
menyatukan kita.”
Lelaki
itu hanya diam membisu, semuanya sudah disepakati lewat janji yang telah
diungkapkan di tempat ini. Dia berusaha untuk tetap tegar walaupun dari muka
terlihat air mata yang berjatuhan. Dengan pelukan yang erat lelaki itu berpesan;
“Kapan
dan dimanapun tetap engkau sarungkan badan dengan wela garuda ini. Wela garuda
ini akan menunjukkan identitas dirimu. Dari manapun engkau berasal dan seperti
apa dirimu semua tergambar lewat wela
garuda ini.”
Keduanya
berpelukan dan lagi ditelan pagi yang segera akan tiba.
Keterangan
1. Wela
garuda : salah satu model sarung tenunan yang dikenakan oleh di daerah Kedang
Lembata
2. Are’
lohung late’ : sebutan untuk seorang perumpuan yang cantik dan manis
3. Kong
bawa : alat musik khas daerah Kedang dimainkan dengan cara dipukul.
4. Hedung
hamang : tarian khas daerah kedang
5. Buyasuri
: sebuah kecamatan paling timur di kabupaten Lembata dengan ibu kota Wairiang –
Kedang
(Oleh Gervas
Lolonrian, Di Kamar Sepi, Pada Beranda Penghabisan
Buah
– Buah Luka Yang Memar Dan Ingin Dimaknai )
Post a Comment for "PEREMPUAN DENGAN WELA GARUDA DI TUBUHNYA#Cerpen Gervas Lolonrian"
Komentar