Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Hari Valentine, Mama dan Jeruk Manis Kedang

 

Hari Valentine, Mama dan Jeruk Manis Kedang

 

Mama Maria Nurak

Tiba-tiba saya mengenang kembali pengalaman mama lima belas tahun lalu ketika ia setia menjadi penjual jeruk kedang. Kadang di Pasar Walang Sawa, juga di Wei Rian dan Balauring tetapi juga banyak pembeli yang datang langsung ke rumah. Mereka memesannya di rumah. Maka, mama tak harus tunggu oto di jalan saat dini hari untuk pergi ke pasar Weirian, Buyasuri atau Balauring.

Dilahirkan sebagai anak blasteran Kedang-Maumere, mama diberi nama oleh almarhum kakek dengan nama Maria Nurak. Nurak ini sebenarnya nama khas orang Sikka. Ya, karena almarhum nenek berasal dari Aibura. Namun, saat ini, mama biasa disebut Nura saja, huruf  “K” tidak kentara lagi dalam pelafalan.

Lima belas tahun lalu ketika tanah Kedang masih dikenal sebagai penghasil jeruk manis kedang, mama menjadi salah satu penjual yang namanya cukup populer dalam dunia pasar khususnya kalau bicara tentang jeruk kedang. Jeruk ini sempat menjadi hasil alam unggulan di tanah Kedang. Dalam bahasa daerah, jeruk kedang disebut Mude Hongkong. Secara harafiah berarti jeruk hongkong. Nama ini sesuai dengan asal-usul jeruk tersebut yang menurut beberapa tetua di kedang, katanya biji mude hongkong berasal dari Hongkong.

Namun, bisa saja mungkin bahwa penyebutam mude hongkong ada kaitannya dengan gadis manis dari hongkong, hhh. Ini dugaan saya saja. Yang pasti bahwa jeruk kedang rasanya sangat manis makanya laris di pasaran. Bukan hanya di daerah Lembata dan sekitarnya melainkan juga dikabarkan bahwa jeruk tersebut sempat beredar di negara Timor Leste.

Jeruk Kedang


Dulu, sekitar tahun 2000-2005, jeruk tersebut menjadi salah satu komoditi andalan di Kedang. Banyak orangtua membiayai sekolah anak-anaknya dari hasil penjualan jeruk tersebut. Termasuk mama maria Nurak yang setia menjualnya demi masa depan kami. Saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, hasil dari penjualan jeruk kedang dipakai oleh mama dan tentunya bapa – yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Desa Mahal – untuk membiayai sekolah kakak sulung kami, Mon Odel.

Waktu itu, kakak sulung sempat menjadi Frater di tanah sumba. Namun, menurut cerita mama, ia hanya bertahan setahun dengan jubah Fraternya. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Undana Kupang. Biaya sekolah waktu itu terbilang mahal. Apalagi kalau sekolah katolik lebih khusus seminari. Bapak pernah bilang ke saya kalau sekolah di seminari itu sama dengan mengongkos anak kuliah dua kali. Artinya, biaya sangat besar. Oleh karena itu, jeruk kedang menjadi salah satu alternatif andalan yang mampu menghasilkan rupiah.

Waktu itu, mama selain sebagai istri Kepala Desa, ia juga adalah  perempuan yang tepat waktu ketika pergi ke pasar menjual jeruk kedang. Biasanya, saat berbuah, banyak pembeli yang datang langsung ke rumah. Bukan hanya pembeli yang kemudian menjadi penjual melainkan juga mereka yang membelinya untuk dikonsumsi. Ada polisi, camat dan juga masyarakat lain yang berkunjung ke rumah di Desa Mahal tatkala musim panen jeruk kedang tiba.

Setiap dini hari ketika musim jeruk kedang, banyak teman-teman saya yang mengunjungi sekeliling rumah. Mereka datang untuk mencari buah jeruk yang jatuh ke tanah. Waktu itu, bapa bilang buah jeruk yang sudah jatuh itu menjadi milik semua orang secara gratis. Makanya, tak heran dini hari di sekeliling rumah, banyak teman-teman saya yang datang mencari jeruk yang jatuh. Ini sungguh pengalaman nyata yang pantas dikenang belasan tahun lalu.

Kini jeruk kedang telah hilang. Ia sudah mulai punah, bahkan mungkin tak ada harapan lagi untuk hidup kembali di tanah Kedang sebagai penopang ekonomi masyarakat. Mama sendiri sudah lama tak disebut lagi sebagai penjual jeruk kedang. Namun, usaha dan kerja kerasnya menjadi bukti cinta yang nyata.

Cerita ini coba saya tulis sebagai sebuah refleksi yang tentunya bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya di hari kasih sayang (Valentine Day) ini. Mama yang sudah lama tak menjual jeruk kedang juga menjadi sebuah catatan kritis untuk Pemerintah daerah Lembata agar bisa memikirkan jalan keluar terbaik terhadap masalah punahnya jeruk kedang ini.

Hari kasih sayang ini menjadi momen mengingat kembali pengorbanan orangtua kita. Mereka berjuang dengan caranya masing-masing. Namun, satu harapan yang selalu mengakar dalam hati dan pikiran mereka ialah demi masa depan anak-anak. Kita belajar dari mereka tentang kerja keras, ketulusan, kasih sayang dan cinta. Selmat hari kasih sayang. (Admin, Rian Odel).

Post a Comment for "Hari Valentine, Mama dan Jeruk Manis Kedang"