Yahya Waloni dan Joseph Zang, Siapa yang Layak Dihukum
Yahya Waloni dan Joseph Zang, Siapa yang Layak Dihukum
Sabagai
sebuah bangsa yang besar, Indonesia lahir dengan Identitas religius yang
kental. Bahkan mungkin bisa dipastikan Indonesia adalah sebuah negara yang
populasi penduduknya menganut paling banyak agama di Dunia. Selain agama-agama
besar seperti Islam dan Kristen, banyak pula terdapat sistim kepercayaan lokal.
Semua itu mesti menjadi kebanggaan anak bangsa.
Orang-orang
dengan tipe ini terkesan sombong dan merasa diri pintar sampai-sampai merasa dirinya
lebih hebat dari Tuhan. Mereka bahkan suka sekali bicara tentang Tuhan, padahal
selama hidup tidak pernah bertemu Tuhan.
Hal
inilah sesungguhnya yang sedang viral terjadi di Indonesia saat ini. Beredar sebuah
video yang mana salah seorang yang bernama Joseph Zang mengklaim dirinya adalah
nabi. Ya, itu sah-sah saja. Itu haknya. Barangkali ia sedang gila atau sedang
bermain lelucon. Namun, yang lebih parah ialah, ia menghina atau mengolok-olok
agama tertentu yakni Islam. Inilah yang biasa disebut sebagai penista agama.
Setelah
video ini viral, seantero Indonesia menjadi geger. Para netizen mulai
ramai-ramai buly, ada yang mengutuk dan ingin menghabisinya dan seterusnya. Reaksi
spontan seperti itu sangat wajar karena di Indonesia agama adalah hal yang
sensitif. Bukan hanya para netizen, pejabat negara atau pimpinana agama pun tak
kalah berkomentar. Menteri agama Republik Indonesia pun terlibat berkomentar. Ia
berkata bahwa video tersebut membuktikan potensi intoleransi bukan monopoli
satu agama saja.
Ya,
pendapat menteri agama tersebut, patut kita apresiasi dan saya sendiri
sependapat. Polisi Republik Indonesia pun bergerak cepat bahkan bekerja sama
dengan interpol. Hal ini berbeda ketika para penegak hukum memburu pelaku
kejahatan luar biasa yakni para koruptor. Barangkali di negara ini koruptor
tidak berbahaya. Mungkin lebih berbahaya adalah Joseph Zang dan para penista
agama lainnya. Pertanyaan kita, apakah selain Joseph Zang masih ada oknum
penista agama yang lain?
Bagaimana dengan Yahya Waloni?
Yahya Waloni, seorang mualaf yang menipu banyak orang sebagai seorang mantan pendeta sangat laris manis ketika berbicara di hadapan para penggemarnya. Di hadapan mereka, ia tidak malu menista agama Kristen. Kalau kita menelusuri video di Youtube, akan kita temukan sangat banyak video penistaan agama, kata-kata kotor yang keluar dari mulut sang mualaf tersebut.
Lucunya
ialah masih banyak orang yang setia dan puas mendengarkan orang ini. Bahkan, ia
sendiri mungkin tidak pernah ditegur polisi, walaupun berulang-ulang kali
menista agama orang lain. Justru disinilah letak ketidakadilan di Negara ini. Apakah,
hukum penistaan agama di negara ini hanya ditujukan kepada oknum beragama minoritas?
Ya, bisa benar demikian sesuai fakta lapangan.
Yahya
Waloni, bukan hanya satu kali menista agama lain, sudah sangat banyak ajaran
sesat yang ia wariskan kepada pendengarnya. Namun, negara ini masih melindungi
dan membiarkan ia berkembang dengan otaknya yang suka menghina agama lain. Polisi
juga barangkali tidak pernah menegurnya, barangkali pejabat negara sekelas
menteri agama juga belum pernah menegurnya juga.
Pertanyaanya
ialah, antara Yahya Waloni dan Josph Zang, siapa yang layak dihukum? Pertanyaan
ini sangat sulit jika dijawab oleh para penegak hukum. Namun, sesungguhnya,
kalau adil mestinya dua oknum tersebut ditangkap hidup-hidup dan dijebloskan ke
dalam penjara supaya mengalami nasib sama. Tujuannya, supaya negara
meminimalisasi karakter anak bangsa yang suka menebar kebencian dalam beragama.
Negara harus adil menghukum oknum penista agama bukan hanya mengadili oknum tertentu saja, apalagi sampai bekerja sama interpol. Tangkap kedua oknum itu! Selain itu, pengalaman ini, mesti menjadi cerminan bagi agama-agama untuk mengevaluasi diri secara internal. Seorang pemimpin agama harus mengajarkan ajaran agamanya kepada umat bukan sebaliknya membahas ajaran orang lain sambil marah-marah dan olok-olok.
Agama
juga mesti memilih dan memilah mana oknum yang layak menjadi pemimpin agama
bukan sembarangan orang. Menjadi pemimpin agama
berarti harus punya akhlak dan karakter baik, punya ilmu yang dalam
bukan hanya jago berteriak dan mencaci- maki, menganggap diri paling benar
bahkan merasa seolah-olah baru turun dari surga.