Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Apa Manfaatnya untuk Lembata ketika Elit Gonta-Ganti Partai

Apa Manfaatnya untuk Lembata ketika Elit Gonta-Ganti Partai

Judul di atas merupakan sebuah pertanyaan mendasar yang patut direfleksikan lebih lanjut oleh para elit maupun masyarakat Lembata pada umumnya. Selanjutnya pertanyaan lain; apa sumbangan kritis Partai Politik untuk Lembata? Apakah Partai Politik hadir hanya sekadar sebagai kendaraan politik ataukah ada sumbangan-sumbangan lain demi pembangunan Lembata? Atau sebaliknya Partai Politik dan elitnya justru hadir untuk merusak Lembata?

Tentu alasan mendasar para politisi berpindah partai ialah hak asasinya dalam berpolitik. Ia bisa memilih satu partai tertentu dan bisa berpindah ke lain Partai. Terserah. Ia bisa berpindah Partai dengan alasan macam-macam; baik rasa tidak nyaman, bosan atau tidak diperhatikan oleh petinggi Partai serta yang paling fatal ialah terjadinya benturan ide atau konflik di dalam tubuh Partai.

Maka, seorang elit atau politisi bisa menggunakan hak dan kebebasannya dalam berpolitik untuk berpindah partai. Ya, namanya elit segala cara bisa mereka lakukan demi kenyamanan diri mereka dalam melanjutkan karier politiknya.

Namun, dalam politik, strategi bisnis juga seringkali tak terhindarkan, khususnya menjelang Pemilihan Umum. Patut dicurigai juga bahwa para elit berpindah Partai juga barangkali didorong oleh kekuatan harta benda. Elit yang kaya bisa berpindah dari satu Partai ke Partai lain bahkan langsung menjabat sebagai ketua Partai secara tiba-tiba karena punya banyak lembaran merah. Itulah potret terang dan gelap dalam berpolitik.

Apa Manfaatnya untuk Lembata?

Pengantar di atas mendorong kita untuk mulai masuk lebih detail merefleksikan fenomena para elit beralih Partai sekaligus relevansinya bagi pembangunan Lembata. Masyarakat Lembata tentu sudah mengetahui secara jelas nama-nama beberapa elit politisi yang berpindah partai menjelang Pemilihan Umum.

Eliaser Yentji Sunur, Bupati Lembata adalah contoh yang paling jelas. Pada periode pertama memimpin Lembata, ketika bergandengan dengan Viktor Mado Watun, Yentji Sunur didukung oleh Partai PDI-Perjuangan. Namun, pada pertandingan politik merebut kursi bupati periode kedua, ia memilih partai Golkar. Walaupun Golkar sendiri punya banyak politisi potensial.

Kecurigaan yang paling banyak diakui akurasinya yakni terjadinya konflik di dalam tubuh Partai. Atau dengan kata lain, terjadinya konflik sesama elit Partai. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan, penggagas Proyek Awololong tersebut (yang kini mangkrak), yang menurut informasi adalah salah seorang kader PDI-Perjuangan sejak hidup di tanah Jawa-Bekasi beralih dari PDI-Perjuangan ke Golkar. Artinya, konflik dalam partai merupakan salah satu alasan kuat para elit berpindah partai. Ya, itulah dinamika dalam berpolitik.

Namun, yang paling penting bukan soal pindah partai melainkan sumbangannya untuk pembangunan sebuah daerah. Berpindah partai mesti juga berakibat langsung bagi kemajuan sebuah daerah bukan menambah kehancuran sebuah daerah.

Selain Yentji Sunur, informasi terkini yang sedang viral, Thomas Ola Langoday, Wakil Bupati Lembata juga beralih partai dari Nasdem ke Demokrat. Namun, belum diketahui alasan mendasar Wakil Bupati tersebut berpindah partai.

Yang cukup jelas dari informasi terkini yakni, dirinya menyatakan siap bertarung pada Pemilu 2024 bersama Demokrat. Menurutnya, sebagaimana diberitakan kilatnews.id, partai politik adalah salah satu alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat, partai politik bukan tujuan akhir. Benarkah demikian? Apakah partai politik yang mengusung dirinya untk memimpin Lembata sungguh-sungguh adalah alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat Lembata? Apa saja contoh-contohnya yang bisa diakses ke publik?

Ataukah pernyataan seperti itu hanyalah jurus untuk menggoda dan mengelabui suara kritis masyarakat menjelang Pemilu? Itulah politisi, selalu memberikan pernyataan layaknya malaekat yan membawa berkat berlimpah melalui Partai Politiknya dan masyarakat tentu saja akan cepat memercayainya jika tanpa melalui pertimbanagan rasioal-kritis.

Dari pernyataan Thomas Ola tersebut, nampaknya, ia sudah menemukan partai yang tepat sesuai potensi dirinya untuk membangun Lembata yaitu dalam tubuh partai Demokrat. Lalu apa yang Anda temukan dalam tubuh Nasdem untuk membangun Lembata?

Pertanyaan yang sama tentu saja ditujukan kepada para elit yang suka berpindah partai ataupun yang tetap hidup dalam satu partai. Apakah dengan berpindah Partai, hasrat membangun Lembata dapat mudah dicapai ataukah hanya sekadar kendaraan politik untuk memuluskan jalan menduduki kursi kekuasaan?

Kita juga bisa belajar pada elit lain yang berpindah partai, misalnya Eliaser Yentji Sunur. Apakah dengan berpindah ke partai Golkar dapat membawa perubahan yang holistik dan signifikan. Ataukah sebaliknya membuat Lembata rusak parah.

Proyek mangkrak hampir di setiap kecamatan, jalan-jalan ke luar daerah tanpa faedah untuk publik, birokrasi diatur semau gue, tersangka korupsi dipilih menjadi kepala dinas bagian pendidikan, jalan dalam kota tetap di tempat, pertanggungjawaban keuangan bencana yang masih kontroversial di tengah publik, Rumah Jabatan Bupati yang masih layak pakai ditinggalkan begitu saja dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Awololong dan Sikap Diam Bupati Lembata

Apakah semua itu adalah buah dari berpindah Partai Politik? Apakah partai politik merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat Lembata? Silakan merefleksikan sendiri.

Post a Comment for "Apa Manfaatnya untuk Lembata ketika Elit Gonta-Ganti Partai"