Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Hujan Bulan Februari di Lembata, Sebuah Harapan di Ujung Putus Asa



Rakatntt.com – Hujan adalah berkat yang datang cuma-cuma dari pemiliknya yakni Tuhan. Hujan menjadi kekuatan alam yang dirindukan oleh semua makhluk di bumi termasuk manusia yang lebih khusus lagi yakni para petani. Tanpa hujan, petani akan kehilangan semangat dalam bekerja sebab hasil kebun seperti jagung tidak mendapat makanan berlimpah.

Hal ini dirasakan jelas oleh para petani di pulau Lembata, khususnya yang hidup di atas tanah kota Lewoleba. Ibu Kota Kabupaten Lembata ini diguyur hujan yang cukup deras pada Senin 6 Februari 2023. Sebuah kerinduan terjawab oleh derasnya hujan yang berlangsung pagi dan dilanjutkan pada siang hari. Selama kurang lebih 3 jam, Kota Lewoleba mandi hujan.

Walaupun demikian, muncul pertanyaan; mengapa pada tahun 2023 ini hujan turun tak seperti biasa pada musim-musim sebelumnya?

Sebab sesuai dengan jadwal musim hujan di Indonesia, pada bulan Oktober hujan seharusnya sudah mengalir deras. Namun, kali ini beda. Petani-petani kecil merasa putus asa oleh perjuangan mereka menata kebun guna menanti kedatangan hujan agar proses menanam kehidupan bisa berjalan normal. Di beberapa wilayah tertentu, selain untuk kesejahteraan di kebun, hujan juga menjadi kebutuhan utama di dapur sebagai air minum.

Rupa-rupa tafsiran bermunculan. Ada yang bilang keterlambatan hujan dipengaruhi oleh adanya pengerjaan jalan alias proyek di Lembata. Ya, keyakinan ini masih menghantui fenomena keterlambatan hujan ini. Banyak orang yang masih percaya oleh keyakinan ini. Lantaran ada pengerjaan jalan, maka para dukun menahan hujan. Wah, dukun punya kekuatan sama dengan Tuhan?

Harapan di Ujung Putus Asa

Walaupun intensitas hujan yang kecil, harapan selalu memberi kekuatan. Para petani terlihat putus asa. Bahkan ada yang berkomentar, “Tahun ini kita tidak makan jagung muda.” Ada yang membagikan foto lewat media sosial dengan caption bahwa mereka sudah mulai putus asa karena tanaman berupa jagung sudah mulai layu menunggu hujan yang tak kunjung tiba.

Itu semua benar adanya.

Memang tahun ini, menikmati jagung muda akan menemukan banyak kesulitan. Di Desa Mahal, Kecamatan Omesuri misalnya, jumlah jagung muda amat sedikit, tidak seperti musim-musim sebelumnya yang hasilya melimpah susu dan madu.

Fenomena alam yang tak biasa ini sulit diketahui penyebabnya. Apakah ini salah manusia? Atau barangkali ini cara Tuhan yang tak mampu dipecahkan misterinya? Entahlah...



Menjaga Alam

Sebagaimana penjelasan ilmu pengetahuan bahwa salah satu sumber melimpahnya hujan yakni adanya hutan atau tumbuh-tumbuhan yang mesti dirawat oleh manusia. Dedaunan hijau menjadi sumber melimpahnya hujan.

Dengan demikian, kesadaran ekologis, mencintai alam mesti menjadi sebuah kesadaran tunggal yang muncul dalam benak manusia modern, khususnya yang hidup di tanah Lembata.

Orang Lembata mesti bertanya diri menanggapi fenomena alam ini. Saatnya menanam pohon; saatnya menjaga hutan; saatnya melenyapkan kebiasaan berburu binatang dengan jalan membakar hutan. Merusak hutan akan merugikan manusia sendiri. Ini poin penting yang mesti terus digaungkan.

Menjaga alam juga mesti disadari dengan mulai membiasakan diri menjaga kebersihan; tidak membuang sampah pada tempat yang salah. (R)

 

 

Post a Comment for "Hujan Bulan Februari di Lembata, Sebuah Harapan di Ujung Putus Asa "