Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Waspadai Gaya Orde Baru di Desa

Waspadai Gaya Orde Baru di Desa

Kekerasan militer masa lalu menjadi salah satu gambaran sistem orde baru yang paling menakutkan dalam sejarah panjang Indonesia. Militer disulap menjadi alat negara yang dipakai untuk mempermudah berjalannya program rezim orde baru. Maka, dalam sejarah kekuasaan orde baru, militer sangat berperan untuk melanggengkan kekuasaan rezim tersebut selama kurang-lebih 32 tahun.

Gaya politik dengan dominasi kekuatan militer, secara psikologis masih memengaruhi masyarakat Indonesia saat ini, baik secara nasional maupun secara spesifik di daerah-daerah terpencil. Masyarakat di Desa-Desa pun masih mengalami trauma politik tersebut.

Ketika polisi atau tentara dihadirkan, misalnya oleh Pemerintah Desa dalam mengawal sebuah pertemuan bersama di Balai Desa, maka, secara psikologis, masyarakat akan merasa tertekan. Akibatnya, mereka tidak merasa bebas berbicara karena masih dibayang-bayangi oleh fakta sejarah kelakukan kotor militer orde baru.


Baca Juga: Mencari Pemimpin Desa Berjiwa Jaga Leu Saka Awu'


Bisa dicurigai bahwa gaya orde baru masih dipakai oleh Pemerintah untuk membungkam suara-suara kritis yang keluar dari pertimbangan rasional masyarakat. Mengkritik pemerintah misalnya, akan sangat cepat dilaporkan ke pihak kepolisian, walaupun sebenarnya substansi persoalan bisa diselesaikan melalui jalur lain yang lebih humanis.


Orde Baru di Desa


Gaya politik orde baru bukan hanya dimainkan oleh pemerintah pada level atas, misalnya di Kabupaten atau Provinsi, melainkan patut diwaspadai, gaya tersebut sudah mulai menjalar ke Desa-Desa terpencil. Sebagaimana disinggung di atas, polisi atau tentara seringkali menjadi teman dekat pemerintah Desa dalam menyelesaikan sebuah persoalan yang sesungguhnya sangat sederhana dan tidak meresahkan.


Namun, dengan pertimbangan demi nama baik Pemerintah Desa atau demi memuluskan cara kerja Pemdes, bisa saja polisi atau tentara diundang untuk hadir mengawal sebuah rapat desa. Hal ini, kemudian akan menghasilkan ketidakbebasan dalam berdemokrasi di tingkat Desa.


Atau misalnya, ketika ada konflik antara Pemerintah Desa dan masyarakat yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan jalur musyawarah-mufakat sesuai ajaran kearifal lokal Desa, Pemdes setempat malah menyelesaikannya dengan jalur orde baru yakni langsung melapornya kepada pihak kepolisian. Padahal kita tahu, seringkali pemerintah Desa membuat sebuah kebijakan tanpa sosialisai bersama masyarakat Desa.


Gaya orde baru yang dimainkan oleh Pemerintah Desa mesti dikritisi secara rasional. Pemerintah Desa mesti selalu diingatkan bahwa eksistensinya untuk melayani masyarakat Desa secara baik dan penuh pertimbangan dari segala aspek bukan menghukum atau menjajah masyarakat Desa.


Pemdes mesti hadir sebagai pengayom. Pemdes adalah pelindung masyarakat. Jika ada konflik yang terjadi, misalnya masyarakat adat dengan Pemdes karena kesalahpahaman tertentu, jalur musyawarah-mufakat adalah langkah terbaik, bukan langsung menelpon pihak kepolisian. Pemdes kemudian hadir sebagai Pilatus, mencuci tangan dari sebuah persoalan yang adalah tanggung jawabnya.


Gaya seperti ini masih bernuansa orde baru. Masyarakat ditekan dan ditakut-takuti agar tidak bisa bersuara kritis atau melawan kebijakan yang barangkali keliru dari Pemdes. Lebih fatal lagi, jika Pemerintah Desa melakukan sebuah kekeliruan dan merasa diri benar karena punya jabatan tinggi di Desa. Kesalahan tersebut, kemudian dilawan oleh masyarakat. Hasilnya, polisi menjadi sahabat terbaik menurut Pemdes yang mampu menyelesaikan persoalan.


Sistem musyawarah-mufakat dalam nuansa kekeluargaan sebagaimana juga diamanatkan dalam sila keempat Pancasila akhirnya diabaikan demi keselamatan program Pemdes yang tidak mendapat restu dari masyarakat Desa bersangkutan.


Oleh karena itu, masyarakat Desa mesti kritis dan tidak diam di hadapan Pemerintah Desa yang masih menyelesaikan sebuah persoalan melalui gaya orde baru. Pemerintah Desa adalah pelayan dan pelindung masyarakat bukan musuh yang berperang melawan masyarakat. Itu pesan yang paling penting! Sebab Pemerintah Desa yang memerintah dengan gaya orde baru mencerminkan ketidakmampuannya dalam mengatur dinamika sosial di Desa.


Baca Juga: Bangun Desa dengan Spirit Ka Le' Matan


Selain itu, Pemerintah Desa juga diingatkan agar banyak belajar pada ajaran kearifan lokal desa, misalnya bermusyawarah secara kekeluargaan, melakukan sosialisasi secara transparan sedini mungkin sehingga sebuah kebijakan yang dilahirkan tidak berakibat pada benturan ide baik sesama masyarakat maupun masyarakat dengan Pemerintah Desa.

 

Post a Comment for "Waspadai Gaya Orde Baru di Desa"