Agama: Antara Privasi dan Publik
Agama: Antara Privasi dan Publik
Pancasila
sebagai Dasar negara Indonesia telah mengafirmasi bahwa keyakinan terhadap
Wujud Tertinggi adalah sebuah keniscayaan yang melekat pada jiwa setiap warga
negara. Maka, setiap orang tidak dipenjarakan kebebasannya untuk menganut agama
atau sistem kepercayaan tertentu. Ia bisa pindah dari satu agama ke agama yang
lain atau juga boleh menjadi orang yang netral terhadap agama – tidak memilih
untuk beragama.
Harapan
semacam itu juga terakumulasi dalam hukum positif di Indonesia yang mengatur
tata cara membangun relasi dalam hidup beragama. Memfitnah atau melecehkan
agama orang lain tentu akan berhadapan dengan hukum.
Baca Juga 3 Motivasi Orang Ingin Jadi Politisi
Selain
itu, membahas tentang agama berarti kita akan berbicara tentang kebaikan. Agama
hadir sebagai spirit dalam berelasi baik horizontal maupun vertikal dengan tetap
berpedoman pada kebaikan itu sendiri. Dalam relasi vertikal, seorang penganut
agama akan menghayati iman yang diajarkan agamanya kepada Wujud Tertinggi yang
diakui dalam agama bersangkutan. Pada titik ini, iman orang bersangkutan adalah
bagian privat atau ekslusif yang kualitasnya hanya bisa dipahami oleh orang
tersebut dengan Tuhannya.
Baca Juga Pileg 2024, Iksan Tanjung Maju ke Peten Ina
Sedangkan
dalam relasi horizontal, seorang penganut agama tidak hanya berbicara agama
sebagai hak privat tetapi juga sebagai yang publik. Maka, identitas beragama
menjadi salah satu indikator. Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi salah satu bukti
formal identitas setiap warga negara yang di dalamnya ada kolom agama. Itu
berarti, identitas agama sudah menjadi sebuah pengetahuan publik.
Gereja yang Universal
Dari
penjelasan pengantar tersebut, penulis artikel kecil ini akan membahas secara
singkat Gereja Katolik Roma sebagai sebuah institusi agama yang dianut oleh
sebagian besar masyarakat di Kabupaten Lembata. Alasan penulis membahas tentang
Gereja, tentu saja paralel dengan identitas penulis sebagai seorang anggota
Gereja resmi dari keuskupan Larantuka – sedangkan agama lain, penulis tidak
punya potensi untuk mengulasnya secara detail.
Baca Juga Ungkapan Hati untuk Bencana di Leuwayan
Belakangan
ini, warganet yang tergabung dalam grup facebook Bicara Lembata New ramai
memperbincangkan identitas agama seorang Bupati Lembata. Menurut informati
akurat, Bupati Lembata beragama Katolik Roma sah. Namun, belakangan ini, ada
isu berseliweran di facebook yang menginformasikan bahwa Bupati Lembata sudah
berpindah keyakinan, dari Katolik ke Islam.
Tentu
alasan pindah agama bermacam-macam. Itu hak pribadinya sesuai dengan suara
nurani yang bersangkutan. Namun, ada sebuah hal serius menurut saya dalam
kaitan dengan Gereja Katolik. Dalam Gereja Katolik Roma, susunan institusional
Gereja sangat terstruktur dari Roma sampai ke komunitas basis termasuk sampai ke
Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata.
Baca Juga Bale Leu untuk Mengabdi
Dalam
sistem struktural Gereja Katolik Roma ini, setiap anggota Gereja harus memiliki
data yang jelas mulai dari basis, stasi,
paroki hingga Keuskupan. Hal ini menjadi urgen sebab tiap-tiap anggota
Gereja adalah saudara yang saling mengetahui, mengenal dan membangun Gereja
secara bersama-sama.
Maka,
tidak mengherankan jika orang yang mau dipermandikan atau sambut baru wajib
mempersiapkan diri secara baik sebelum diresmikan di dalam Gereja dan
disaksikan oleh anggota gereja lainnya. Gereja membuka diri, membuka hati,
menghormati setiap orang yang masuk bergabung di dalamnya dan semuanya menjadi
satu di dalam Kristus sebagai kepala.
Suasana
akan berbeda jika salah seorang anggota Gereja memisahkan diri, memilih agama
lain. Tentu Gereja sangat dewasa soal ini. Gereja sangat menghormati kebebasan
untuk berpindah keyakinan. Namun, perlu diingat bahwa Gereja memiliki aturan
yang jelas, setiap orang yang pindah agama mesti tahu etika, apalagi yang
bersangkutan adalah pejabat publik.
Etika
mesti dijunjung tinggi sebagaimana seorang diterima untuk masuk ke dalam Gereja
saat permandian. Apalagi pejabat publik yang mestinya lebih menghormati etika. Pejabat
mantan katolik yang pernah bersumpah di atas Injil sebelum menduduki kursi
kekuasaan harus tahu menghormati Gereja. Maka, ketika ia berpindah agama, maka
semua identitas agamanya pun turut berpindah, mulai ari nama katolik, KTP dan
seterusnya.
Keputusan berpindah agama ini mesti jelas agar diketahui ketua basis, ketua dewan stasi/paroki, pastor paroki atau juga uskup agar nama yang bersangkutan dicoret sebagai anggota resmi Gereja Katolik. Jika ini tidak dilakukan, maka Gereja katolik bisa jadi dimanipulasi nama sakralnya untuk kepentingan tertentu.
Bisa jadi
atribut-atribut Gereja dipakai untuk kepentingan politik, misalnya gambar
rosario atau Yesus dipasang pada brosur seorang politisi yang ingin bertarung
dalam Pemilu. Ia bisa menggunakan cara-cara seperti itu untuk mengelabui
Gereja, padahal dirinya sudah berpindah agama. Ya, ini hanya pengandaian dari
penulis – barangkali juga ada fakta demikian – maka anggota Gereja punya hak
untk kontrol dan saling mengingatkan.
Orang
yang sudah berpindah agama, tapi data dirinya masih dengan jelas menegaskan ia
katolik adalah sangat ambigu dan sesungguhnya mencoreng nama baik Gereja. Sebab
ketika kita bicara soal ini, maka yang menjadi inti pembahasan adalah Gereja
sebagai yang universal atau katolik bukan lagi privasi.
Karena
itu, kontroversi dunia maya yang membahas tentang identitas agama bupati Lembata
mesti dibaca dari sudut pandang ini. Bahwa Gereja menghormati keputusannya
untuk memilih jalan lain, tapi mesti jelas dan tidak ambigu, sebab Gereja itu
satu tubuh banyak anggota yang mesti saling mengenal.
Silakan
berpindah sesuai kenyamanan hati nurani. Namun, jangan lupa etika seperti
Gereja yang menerimamu secara baik masuk untuk dipermandikan, seperti Gereja
yang memberimu nama katolik, seperti Gereja yang mengangkat sumpah dengan Kitab
Suci Injil yang di dalamnya ada banyak ajaran tentang kebaikan.
Mari
saling menghormati perbedaan agama dan jangan memanipulasi agama orang lain. Sebab
ketika anda sudah berpindah ke jalur lain tetapi masih menggunakan nama Katolik
pada data dirimu, maka jangan marah jika anggota Gereja lainnya bereaksi keras
bahkan negatif sebab katolik itu universal!
Post a Comment for "Agama: Antara Privasi dan Publik"
Komentar