Debat Akun Palsu dan Asli pada Facebook (Relevansinya bagi Komunikasi Politis di Lembata)
Kehadiran beraneka
macam aplikasi media sosial – Facebook, WhatsApp dll – turut mengubah
metodologi komunikasi jarak jauh pada manusia milenial. Manfaat positifnya tentu saja komunikasi
antarmanusia dalam radius yang jauh bisa terbantu dengan cara yang amat
gampang. Namun, perlu diketahui juga bahwa dampak pada relasi sosial dari
kecanduan bergaul dengan media sosial pun tidak sedikit yang positif.
Sahabat, kenalan bahkan
istri sendiri pun seolah-olah hanya bisa dihubungi melalui aplikasi Facebook
dan lain-lain. Orangtua mulai malas makan malam bersama anak-anak maupun
sebaliknya. Di sini, terlihat jelas jarak relasi sosial serasa seperti ada
virus korona.
Selain itu, melalui
media sosial, orang tidak takut lagi mengekspresikan isi otaknya. Kemarahan,
rasa sakit hati dengan beraneka bentuk alasan mulai diumbar ke publik tanpa
batasan waktu. Bahkan pagi-pagi benar tatkala banyak orang masih tertidur pulas
pun, status yang diunggah pada facebook sudah mulai ramai.
Artinya, kehadiran media
sosial telah mengubah cara orang mengekspresikan diri secara bebas. Bahkan saking
bebasnya, seringkali etika dalam berkata-kata melalui media sosial tak mampu
lagi dikontrol oleh akal sehat. Akibatnya harus berurusan dengan polisi.
Dunia
Maya, Akun Palsu dan asli
Paling pertama, tentu
kita mesti memahami definisi dari dunia maya. Tanpa membuka Kamus Besar Bahasa
Indonesia pun kita sudah bisa sepakat bahwa kata maya berkaitan dengan tampilan
yang seolah-olah, yang hanya ada dalam angan-angan atau khayalan. Bahkan ketika
kita menyebut dunia maya, serentak yang terlintas dalam wawasan kita selalu
merujuk pada media sosial, khususnya facebook.
Maya berarti sesuatu
yang tidak benar-benar ada di hadapan kita. Yang tampak bisa saja bukan yang
sebenarnya; belum dipastikan itu benar atau itu salah. Ia berada dalam dunia
seolah-olah.
Namun, pertanyaan
serius dari kita ialah apa itu dunia maya? Kamus bebas Wikipedia menjelaskan secara singkat bahwa dunia maya (cyberspace)
merujuk pada media elektronik dalam jaringan komputer yang dipakai oleh manusia
dalam membangun komunikasi secara online.
Singkatnya, dunia maya berkaitan dengan peralatan teknologi komunikasi jarak
jauh. Dunia maya berkaitan dengan internet.
Itu berarti, media
sosial seperti Facebook, WhatsApp dan seterusnya adalah juga
bagian dari dunia maya itu sendiri. Ya, sekurang-kurangnya sesuai dengan
pemahaman umum para netizen. Sebab melalui
aplikasi-aplakasi tersebut, orang-orang bisa membangun jaringan komunikasi
tanpa harus berhadapan secara langsung. Makanya, seringkali ada kepalsuan, ada
penipuan melalui media sosial. Sebab ia masih menjadi seolah-olah. Nama akun
facebook bisa saja mencaplok nama si A padahal subjek dibaliknya adalah si B. Inilah
yang kita sebut dengan seolah-olah.
Artikel kecil ini saya
maksudkan untuk membahas debat akun palsu dan asli yang merebak pada
penggunaan aplikasi facebook. Pada Grup Facebook
Bicara Lembata New tak jarang kita menemukan sebutan akun palsu dan asli. Pertanyaannya;
apa itu akun palsu dan asli pada facebook yang adalah juga bagian dari dunia
maya; dunia seolah-olah?
Tentu kita bisa
mamahami secara sederhana bahwa akun palsu yang dimaksudkan oleh para netizen
ialah keselarasan antara subjek pengguna dan nama akun pada media sosial yang
ia gunakan. Misalnya, nama akun Si A berarti subjeknya adalah juga si A. Namun,
apakah kita mampu menjamin bahwa itu benar. Jangan sampai sebaliknya
sebagaimana saya jelaskan di atas bahwa terjadi pencaplokan nama atau
identitas. Sebab dunia maya selalu berkaitan dengan dunia seolah-olah; ia bisa
asli dan ia bisa palsu. Lantas, darimana indikator kita menilai bahwa itu akun
palsu dan itu asli? Siapakah kita? Profesor facebook?
Pertanyaan tersebut,
banyak sekali kita temukan pada dunia maya khususnya ketika berdebat tentang masalah
sosial-politis tertentu yang lagi viral di Lembata tercinta. Nama-nama akun
seperti Aba Daud, Tata Nona, Rey Deden, Awololong
Korban dan seterusnya paling banyak dipertanyakan identitasnya oleh mereka
yang mengklaim dirinya sebagai akun asli. Biasanya, saat menguji argumentasi
yang berkaitan dengan masalah sosial-politis bukan pribadi.
Namun, perlu kita
pahami juga bahwa nama-nama akun yang dinilai “palsu” tersebut justru
berargumentasi secara rasional dan berani. Mereka bicara sesuai dengan
masalah-masalah terkini di Lembata. Misalnya, mereka berani protes jumlah Honor
bupati yang terlampau tinggi atau tentang carut-marut proyek kesukaan
Pemerintah Lembata seperti Awololong. Juga mereka berani menantang para Wakil
rakyat untuk bersuara lantang tentang masalah-masalah dimaksud.
Di sini, kita perlu memahami
bahwa menantang berarti ada motivasi untuk mengontrol DPRD agar bisa menjadi
wakil rakyat yang sungguh-sungguh melayani. Mereka tidak menentang melainkan
menantang. Apakah DPRD bisa atau tidak menjadi pelayan rakyat? Itulah yang
disebut sebagai menantang. Mereka menguji para wakil rakyat untuk tidak tidur
saat sidang; untuk tidak bungkam terhadap masalah sosial-politis demi honor dan
tunjangan. Maka, yang palsu hanyalah nama akun bukan subjek beserta
argumentasinya.
Itu berarti, menurut
saya tidak ada masalah krusial dengan kehadirann akun-akun yang oleh segelintir
orang menilainya sebagai “akun palsu.” Apalagi, berbicara tentang masalah
publik yang sedang terjadi.
Kemudian, kita juga
bisa menduga-duga bahwa nama “akun-akun palsu” tersebut adalah orang-orang yang
tidak bebas. Mengapa? Bisa saja bahwa mereka adalah orang-orang yang berada
dalam genggaman kekuasaan yang cendrung mengancam. Ini dugaan saya saja. Misalnya,
mereka menyembunyikan identitas mereka sebab mereka barangkali adalah Pegawai
Negri sipil (PNS) yang bekerja pada instansi Pemerintahan terkait. Jika mereka
menunjukkan diri atau identitas yang sebenarnya, bisa mungkin terjadi mereka
akan dipecat. Ini salah satu kemungkinan. Sangat dilematis bukan?
Maka, yang harus kita
nilai bukan soal nama akun pada dunia mayanya atau facebooknya tetapi yang mesti
diuji adalah argumentasinya. Apakah status yang mereka unggah sesuai dengan masalah
sosial yang secara kasat mata terjadi atau mereka sedang menfitnah identitas
subjek-subjek tertentu baik Pemerintah atau Wakil rakyat. Oleh karena itu, kita
mestinya menilai akun tertentu sebagai asli harus merujuk pada argumentasinya
bukan identitasnya. Sebab identitas dalam dunia maya tidak menjamin subjek yang
sebenarnya.
Artinya, dunia maya
lebih banyak seolah-olahnya daripada sebenarnya. Karena itu, dalam kaitan
dengan perdebatan viral seputar akun palsu vs asli pada grup Facebook Bicara Lembata New, yang harus kita nilai adalah argumentasinya bukan nama akunnya. Jika mereka memfitnah subjek tertentu, kita mesti melawan
tetapi jika mereka berbicara tentang masalah politis yang terjadi, kita mesti
menjadikannya sebagai teman diskusi. Ini juga sesungguhnya mau menegaskan bahwa kita mampu dan mau berdiskusi dengan siapa saja dan darimana saja asalnya. Intinya, diskusi demi kebaikan umun.
Oleh Rian Odel
Admin
Post a Comment for "Debat Akun Palsu dan Asli pada Facebook (Relevansinya bagi Komunikasi Politis di Lembata) "
Komentar